Rabu, 14 Desember 2016

AKHLAK DAN TASAWUF



MAKALAH
AKHLAK DAN TASAWUF
Dosen Pembimbing:
Dra. Yusfaneti, S.Ag

Disusn oleh
Kelompok 4

Anggota:
1.      Herti Gustina         A1B112005
2.      Dina Bahari           A1B112019
3.      Laksmita                A1B112011
4.      Mery Asparina      A1B112031
5.      Riesty Agustin       A1B112045

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU KEPENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2012


KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat, inayah, taufik dan ilham-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun  pedoman bagi pembaca. Makalah ini disusun dalam rangka untuk melaksanakan tugas  dengan materi mengenai akhlak dan tasawuf.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah sehingga ke depannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh karena itu, harapan bagi para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Jambi, _ November 2012
Penyusun
           
Kelompok 4






i
 
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................. i
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................... 1
1.1  Latar Belakang............................................................................................................. 1
1.2  Rumusan Masalah........................................................................................................ 2
1.3  Tujuan Penulisan.......................................................................................................... 2
1.4  Manfaat Penulisan........................................................................................................ 2
1.5  Tinjauan Pustaka.......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................ 3
2.1 Akhlak dan Tasawuf................................................................................................... 3
2.2 Etika, Moral dan Akhlak............................................................................................. 4
2.3 Hubungan Akhlak dan Tasawuf................................................................................. 5
2.4 Akhlak dan Aktualisasinya dalam Kehidupan............................................................ 6
2.5 Jalan Menuju Akhlakul Karimah................................................................................. 8
BAB III PENUTUP
3.1     Kesimpulan................................................................................................................ 11
3.2     Saran.......................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................. 12



BAB I
PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang
Dalam membangun sebuah masyarakat, akhlak sering dijadikan sebagai fokus utama untuk merekonstruksi sebuah masyarakat. Hal ini tentu saja sangat keliru mengingat akhlak adalah dasar bagi pembentukan individu. Jika kita menitik beratkan dakwah kita pada akhlak, maka yang timbul adalah pengkultusan pada tokoh tertentu tanpa mengetahui sebabnya kenapa harus berbuat seperti itu. Untuk merekonstruksi sebuah masyarakat hendaklah berdakwah yang berlandaskan pada pemikiran, karena dengan pemikiran suatu masyarakat akan bisa bangkit dari keterpurukan menuju keadaan yang lebih baik. Walaupun demikian, pembinaan akhlak tidak boleh dikesampingkan. Semua harus berjalan beriringan sehingga menghasilkan output yang baik bagi dakwah kita. Tinggal bagaimana kita menentukan fokus yang akan kita ambil, apakah ingin menitiberatkan pembentukan karakter dengan akhlak atau pembentukan sistem yang berlandaskan pada dakwah pemikiran sebagai sarana untuk menegakan hukum. Semua itu tergantung pada analisis kondisi objek yang akan kita ubah. Dengan demikian kita bisa menentukan strategi yang cocok untuk merubah masyarakat menjadi lebih baik lagi.
Perbaikan akhlak adalah tujuan dari pendidikan dan kehidupan manusia secara keseluruhan. Pendidikan secara individual dimaksudkan untuk membersihkan hati dari godaan hawa nafsu (syahwat) dan amarah (ghadhab), hingga ia jernih bagaikan cermin yang dapat menerima cahaya Tuhan. Di dalam hati yang jernih dan bersih itu, iman akan dengan mudah tumbuh dan berkembang subur. Ia akan menebarkan cahaya ke seluruh anggota tubuh yang alim baik lahir maupun batin. Hati orang yang bersih, semakin baik pula akhlaknya, hati orang yang kotor apabila ia melakukan dosa dan maksiat akan menghitamkan hatinya dan akan kabur pula perbuatan dan akhlaknya. Akhlak merupakan dasar pelaksanaan tasawuf sehingga dalam konteksnya tasawuf mementingkan akhlak

1.2         Rumusan Masalah
Agar tidak terjadi penyimpangan atau kerancuan dalam pembahasan makalah ini, maka dibuat rumusan masalah sebagai batasan dari masalah yang akan dibahas dalam makalah ini. Rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini meliputi:
1.        Apa pengertian akhlak dan tasawuf
2.        Apa itu etika, moral dan akhlak
3.        Bagaimana hubungan akhlak dan tasawuf
4.        Bagaimana akhlak dan aktualisasinya dalam kehidupan
5.        Bagaimana menuju akhlakul karimah

1.3         Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu agar pembaca dan penulis dapat mengetahui tentang:
1.      Pengertian akhlak dan tasawuf
2.      Etika, moral dan akhlak
3.      Hubungan akhlak dan tasawuf
4.      Akhlak dan aktualisasinya dalam kehidupan
5.      Jalan menuju akhlakul karimah

1.4         Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan makalah ini yaitu diharapkan pembaca maupun penulis dapat memahami tentang akhlak dan tasawuf dan agar dapat diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari sebagai wadah untuk memperbanyak pahala.

1.5         Tinjauan Pustaka
Dalam penyusunan makalah ini, penulis mendapatkan materi pembahasan dengan mengadakan telaah ke pustaka dan mencari ke media internet. Kemudian dari berbagai sumber tersebut dirangkum dengan memperhatikan materi yang dibahas dalam makalah ini.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1     Pengertian Akhlak dan Tasawuf
1.    Pengertian Akhlak
Secara bahasa akhlak berasal dari kata اخلق يخلق اخلاقا artinya perangai, kebiasaan, watak, peradaban yang baik.  Akhlak adalah hal ihwal yang melekat dalam jiwa, daripadanya timbul perbuatan-perbuatan yang mudah tanpa dipikirkan dan diteliti oleh manusia. Akhlak merupakan representasi dari pemikiran seseorang yang nampak dari luar. Akhlak sering dijadikan parameter baik buruknya seseorang dilihat dari sudut pandang manusia. Akhlak bersifat relatif dalam hal penilaian walaupun hanya disandingkan dari dua sisi yaitu baik dan buruk.

2.        Pengertian Tasawuf
Secara bahasa tasawuf berarti saf (baris), sufi (suci), sophos (Yunani: hikmah), suf (kain wol) atau sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan dan bersikap bijaksana.
Menurut istilah yaitu upaya mensucikan diri dengan cara menjauhkan pengaruh kehidupan dunia dan memusatkan perhatian hanya kepada Allah Swt. Atau dapat juga diartikan suatu kegiatan yang berkenaan dengan pembinaan mental ruhaniah agar selalu dekat dengan Tuhan.
Dalam konteks Islam tradisional tasawuf berdasarkan pada kebaikan budi (adab) yang akhirnya mengantarkan kepada kebaikan dan kesadaran universal. Kebaikan dimulai dari adab lahiriah serta tetap berada dalam batas-batas yang diizinkan Allah, dimulai dengan mengikuti syariat Islam yang merupakan jalan ketaatan kepada Allah. Jadi, tasawuf dimulai dengan mendapatkan pengetahuan tentang amal-amal lahiriah untuk membangun, mengembangkan dan menghidupkan keadaan batin yang sudah sadar.
  
2.2         Etika, Moral dan Akhlak
1.      Etika
Secara bahasa etika berasal dari bahasa Yunani ethos yang berarti adat istiadat. Etika dalam kamus diartikan sebagai ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak. Menurut istilah etika adalah ilmu yang menjelaskan baik dan buruk dan menerangkan apa yang seharusnya dilakukan manusia.
Konsep etika bersifat humanistis dan anthropocentris karena didasarkan pada pemikiran manusia dan diarahkan pada perbuatan manusia. Dengan kata lain, etika adalah aturan yang dihasilkan oleh akal manusia.
Komponen yang terdapat dalam etika meliputi 4 hal yaitu sebagai berikut:
1.         Objek, yaitu perbuatan manusia
2.         Sumber, berasal dari pikiran atau filsafat
3.         Fungsi, sebagai penilai perbuatan manusia
4.         Sifat, berubah-ubah sesuai dengan tuntutan zaman

2.      Moral
Secara bahasa moral berasal dari kata mores (latin) yang berarti kebiasaan, susila. Dalam kamus moral diartikan sebagai penentuan baik dan buruk terhadap perbuatan dan kelakuan. Istilah moral merupakan istilah untuk menentukan batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik atau buruk. Acuan moral adalah sistem nilai yang hidup dan diberlakukan dalam masyarakat. Persamaan antara moral dan etika terletak pada objeknya yaitu perbuatan manusia. Perbedaan keduanya terletak pada tolak ukur penilaian perbuatan.

3.      Akhlak
Berdasarkan fungsinya, akhlak merupakan pemenuhan terhadap perintah Allah atau menjauhi larangan-Nya, bukan karena akhlak ini membawa manfaat atau madlarat dalam kehidupan. Walhasil akhlak tidak dapat dijadikan dasar bagi terbentuknya suatu masyarakat. Akhlak adalah salah satu dasar bagi pembentukan individu. Masyarakat tidak dapat dipebaiki dengan akhlak, melainkan dengan dibentuknya pemikiran-pemikiran, perasaan-perasaan Islami, serta diterapkannya peraturan Islam di tengah-tengah masyarakat itu. Yang menggerakkan masyarakat bukanlah akhlak, melainkan peraturan-peraturan yang diterapkan di tengah-tengah masyarakat itu, pemikiran-pemikiran, dan perasaan yang melekat pada masyarakat tersebut.
Untuk menilai baik buruknya suatu akhlak  bisa ditinjau dari dua pendekatan yang paling banyak dilakukan, yaitu kebenaran relatif dan kebenaran mutlak.
1)           Pendekatan kebenaran relatif
Dalam pendekatan kebenaran relatif, nilai sebuah akhlak menjadi relatif karena disandarkan pada penilaian subjektif  manusia. Akhlak yang dianggap baik oleh masyarakat di suatu tempat belum tentu baik bagi masyarakat di tempat lain, misalnya bagi orang-orang barat bergaul bebas antara lawan jenis bukan hal yang tabu tapi bagi orang-orang Islam yang taat hal seperti itu tentunya sangat dilarang. Semua tergantung dari pemahaman manusia tentang perbuatan yang dilakukan dan kebiasaan atau kebudayaan yang ada di suatu tempat.

2)             Pendekatan kebenaran mutlak
Dalam pendekatan kebenaran mutlak hanya ada satu sudut pandang yang menyatakan akhlak itu baik atau buruk. Tidak ada perdebatan di antaranya karena sumber dari penetapan baik dan buruk itu bersifat pasti. Perintah dan larangan Allah SWT yang terdapat dalam al-Quran merupakan parameter penentu baik buruknya suatu akhlak tanpa memperhatikan apakah perasaan manusia menganggapnya baik atau buruk.
Dari kedua pendekatan di atas, dapat ditarik sebuah benang merah bahwa penilaian sebuah akhlak hendaklah disandarkan pada kebenaran mutlak yang terdapat dalam Al-Quran. Selain itu, akhlak yang biasa kita kategorikan sebagai akhlak yang baik seperti jujur, sopan, ramah, dan lain-lain bisa saja menjadi akhlak yang buruk jika hal itu bertentangan dengan perintah dan larangan Allah SWT.

2.3         Hubungan Akhlak dan Tasawuf
Akhlak dan Tasawuf saling berkaitan. Akhlak dalam pelaksanaannya mengatur hubungan horizontal antara sesama manusia, sedangkan tasawuf mengatur jalinan komunikasi vertikal antara manusia dengan Tuhannya. Akhlak menjadi dasar dari pelaksanaan tasawuf sehingga dalam prakteknya tasawuf mementingkan akhlak.
Sebagai makhluk sosial dalam menjalin hubungan terhadap sesama makhluk baik dalam bermasyarakat, dengan kedua orang tua bahkan secara individu harus senantiasa menjaga nilai-nilai akhlak. Dan dengan akhlak dan tasawuf, umat Islam hendaknya terus berusaha membentuk serta menjaga sikap dan mental yang selalu memelihara kesucian diri, kebersihan hati, beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan, dan selalu bersikap bijaksana dengan penuh keikhlasan, kepasrahan dan ketenangan jiwa. Dengan demikian maka akan terjadi proses suatu perbaikan akhlak yang diinginkan, tentunya dengan melakukan mujahadah dalam menekankan hawa nafsu dan hati dari segala yang dapat mengotori jiwa.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa tasawuf adalah proses pendekatan diri dan jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. dengan mensucikan hati, dan untuk menuju kesempurnaan dan kemuliaan akhlak, jalan yang paling dekat ialah tasawuf. Dengan kata lain, akhlak dan tasawuf adalah bidang kegiatan yang berhubungan dengan pembinaan mental ruhaniah agar selalu dekat dengan Tuhan. Inilah esensi atau hakikat tasawuf dan akhlak yakni membina dan manjadikan mental rohani agar dapat mendekatkan diri kepada Allah  swt, bersih hati dan memiliki sifat-sifat kesempurnaan yang mulia.

2.4         Akhlak dan Aktualisasinya dalam Kehidupan
Dalam kehidupan, kita tidak terlepas dari apa yang sudah ada dalam diri kita sebagai manusia termasuk salah satunya adalah akhlak. Akhlak akan berjalan setelah manusia itu sendiri berada dalam alam sosial. Baik dan buruknya akhlak kepada sesama tergantung dari orang menjalani hidup, apakah membentuk karakternya dengan akal atau dengan hati karena keduanya adalah sumber. Jadi, akhlak antar sesama yaitu sangat dianjurkan selama apa yang dilakukan punya nilai ibadah. Dengan demikian orang yang berakal dan beriman wajib untuk mengarahkan segala kemampuannya untuk meluruskan akhlaknya dan berperilaku dengan perilaku yang dicintai Allah SWT. serta melaksanakan maksud dan tujuan dari terutusnya baginda Rasullulah SAW yang bersabda:
“Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan Akhlak”
Dari penjelasan ini menunjukkan bahwa: Kesempurnaan akhlak yang hanya untuk itu Rasullulah diutus merupakan ukuran baik dan tidaknya seseorang baik di dunia ini atau di akhirat nanti.
Akhlak dibagi menjadi 5, yaitu sebagai berikut.
1.      Akhlak tehadap Allah
Berucap dan bertingkah laku terpuji terhadap Allah SWT, baik melalui ibadah langsung maupun melalui perilaku tertentu yang mencerminkan hubungan atau komunikasi dengan Allah di luar ibadah itu.

2.      Akhlak terhadap diri sendiri
Akhlak terhadap diri sendiri meliputi: Setia (Al-Amanah), benar (As-Shidqu), adil (Al-Adlu), memelihara kesucian diri (Al-Ifafah), malu (Al-Hayah), keberanian (As-Sajaah), kekuatan (Al-Quwwah), kesabaran (As-Shabru), kasih sayang (Ar-Rahman), hemat (Al-Iqtishad).

3.      Akhlak terhadap keluarga
Prinsip-prinsip dalam melaksanakan akhlak mahmudah terhadap orang tua adalah: patuh, ihsan, berterima kasih, dan sebagainya.

4.      Akhlak terhadap lingkungan
Seorang muslim dituntut untuk menebarkan rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil ‘alamin) yaitu memandang alam dan lingkungannya dengan penuh kasih sayang.

5.      Akhlak terhadap sesama
Akhlak terhadap sesama dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1)        Akhlak kepada sesama muslim
Sebagai umat pengikut Rasulullah tentunya jejak langkah beliau merupakan guru besar umat Islam yang harus diketahui dan patut ditiru karena kata rasulullah yang dinukilkan dalam sebuah hadist yang artinya “sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”. Yang dimaksud akhlak yang mulia adalah akhlak yang terbentuk dari hati manusia yang mempunyai nilai ibadah setelah menerima rangsangan dari keadaan sosial. Karena kondisi realitas sosial yang membentuk hadirnya karakter seseorang untuk menggapai sebuah keadaan.

2)        Akhlak kepada nonmuslim
Akhlak kepada nonmuslim ini pun diajarkan dalam agama karena siapa pun mereka, mereka adalah makhluk Tuhan yang punya prinsip hidup dengan nilai-nilai kemanusiaan. Namun sayangnya terkadang kita salah menafsirkan bahkan memvonis siapa serta keberadaan mereka ini adalah kesalahan yang harus dirubah mumpung ada waktu untuk perubahan diri. Karena hal ini tidak terlepas dari etika sosial sebagai makhluk yang hidup sosial.
Berbicara masalah keyakinan adalah persoalan nurani yang mempunyai asasi kemerdekaan yang tidak bisa dicampur adukkan hak asasi kita dengan hak merdeka orang lain. Apalagi masalah keyakinan yang terpenting adalah kita lebih jauh memaknai kehidupan sosial karena dalam kehidupan ada namanya etika sosial. Etika sosial tidak terlepas dari karakter kita dalam pergaulan hidup dan lain-lainnya.

2.5     Jalan Menuju Akhlakul Karimah
Jalan menuju akhlakul karimah banyak macamnya, di antaranya:
a.              Husnuzzan adalah berprasangka baik atau disebut juga positive thinking. Lawan dari kata ini adalah su’uzzan yang artinya berprasangka buruk atau negative thinking.
b.             Gigih atau kerja keras serta optimis termasuk di antara akhlak mulia yakni percaya akan hasil positif dalam segala usaha.
c.              Berinisiatif adalah perilaku yang terpuji karena sifat tersebut berarti mampu berprakarsa melakukan kegiatan yang positif serta menhindarkan sikap terburu-buru bertindak ke dalam situasi sulit, bertindak dengan kesadaran sendiri tanpa menunggu perintah dan selalu menggunakan nalar ketika bertindak di dalam berbagai situasi guna kepentingan masyarakat.
d.             Rela berkorban artinya rela mengorbankan apa yang kita miliki demi sesuatu atau demi seseorang. Semua ini apabila dengan maksud atau dilandasi niat dan tujuan yang baik.
e.              Tata krama terhadap sesama makhluk Allah SWT  ini sangat dianjurkan kepada makhluk Allah karena ini adalah salah satu anjuran Allah kepada kaumnya.
f.              Adil dalam bahasa Arab dikelompokkan menjadi dua yaitu kata al-‘adl dan al-‘idl. Al-‘adl adalah keadilan yang ukurannya didasarkan kalbu atau rasio, sedangkan al-‘idl adalah keadilan yang dapat diukur secara fisik dan dapat dirasakan oleh pancaindera seperti hitungan atau timbangan. Pengertian adil adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya. Adil juga berarti tidak berat sebelah, tidak memihak. Dengan demikian berbuat adil memerlukan hak dan kewajiban secara seimbang tidak memihak dan tidak merugikan pihak manapun.
Dalam surat Al-Maidah ayat 8 dijelaskan
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُونُواْ قَوَّامِينَ لِلّهِ شُهَدَاء بِالْقِسْطِ وَلاَ يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلاَّ تَعْدِلُواْ اعْدِلُواْ هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Artinya:Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Berlaku adil harus diterapkan kepada siapa saja tanpa membedakan suku, agama atau status sosial. Oleh karena itu,  hukum harus diterapkan secara adil kepada semua masyarakat karena sekali ada pihak yang merasa dizalimi dengan cara diperlakukan secara tidak adil, maka akan menimbulkan gejolak.
g.             Ridha menurut bahasa artinya rela, sedangkan menurut istilah ridha artinya menerima dengan senang hati segala sesuatu yang diberikan Allah SWT. yakni berupa ketentuan yang telah ditetapkan baik berupa nikmat maupun saat terkena musibah. Orang yang mempunyai sifat tidak mudah bimbang, tidak mudah menyesal ataupun menggerutu atas kehidupan yang diberikan oleh Allah, tidak iri hati atas kelebihan orang lain, sebab dia berkeyakinan bahwa semua berasal dari Allah SWT, manusia hanya berusaha. Ridha bukan berarti menyerah tanpa usaha atau putus asa.
h.             Amal Shaleh adalah perbuatan lahir maupun batin yang berakibat pada hal positif atau bermanfaat.
i.               Sabar adalah tahan terhadap setiap penderitaan atau yang tidak disenangi dengan sikap ridha dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah SWT.
j.               Tawakal adalah berserah diri sepenuhnya kepada Allah dalam menghadapi atau menunggu hasil dari suatu pekerjaan.
k.             Qona’ah adalah merasa cukup dengan apa yang dimiliki dan menjauhkan diri dari sifat ketidakpuasan atau kekurangan.
l.               Bijaksana adalah suatu sikap dan perbuatan seseorang yang dilakukan dengan cara hati-hati dan penuh kearifan terhadap suatu permasalahan yang terjadi, baik itu terjadi pada dirinya sendiri ataupun pada orang lain.
m.           Percaya diri adalah keadaan yang memastikan akan kemampuan seseorang dalam melakukan suatu pekerjaan karena ia merasa memiliki kelebihan, baik itu kelebihan postur tubuh, keturunan, status sosial, pekerjaan ataupun pendidikan.


BAB III
PENUTUP
3.1     Kesimpulan
Akhlak adalah hal ihwal yang melekat dalam jiwa, daripadanya timbul perbuatan-perbuatan yang mudah tanpa dipikirkan dan diteliti oleh manusia. Sedangkan tasawuf merupakan suatu kegiatan yang berkenaan dengan pembinaan mental ruhaniah agar selalu dekat dengan Tuhan. Dengan kata lain, akhlak menjadi dasar dari pelaksanaan tasawuf sehingga dalam prakteknya tasawuf mementingkan akhlak.
Akhlak dan tasawuf berhubungan dengan etika dan moral yang di antaranya merupakan landasan dari akhlak dan tasawuf. Etika adalah ilmu yang menjelaskan baik dan buruk dan menerangkan apa yang seharusnya dilakukan manusia. Sedangkan moral merupakan penentu batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat yang secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik atau buruk. Persamaan antara moral dan etika terletak pada objeknya yaitu perbuatan manusia. Perbedaan keduanya terletak pada tolak ukur penilaian perbuatan.
Aktualisasi akhlak dalam kehidupan yaitu dapat dibagi menjadi: Akhlak terhadap Allah, akhlak terhadap diri sendiri, akhlak terhadap keluarga, akhlak terhadap lingkungan dan akhlak terhadap sesama. Apabila hal itu telah dilaksanakan dengan baik, maka sesorang tersebut telah bisa dikatakan sebagai manusia yang berakhlakul karimah.
Jalan menuju akhlakul karimah bermacam-macam. Dalam konteks Islam, akhlakul karimah merupakan akhlak yang baik dan amat disukai oleh Allah. Jika seseorang telah menerapkan sikap akhlakul karimah, maka akan mendapatkan kebaikan dunia dan akhirat.

3.2     Saran
Dengan mengucapkan rasa syukur alhamdulillah, makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Penulis menyadari bahwa banyak sekali kekurangan yang terdapat dalam makalah ini. Untuk itu, kritikan dan saran sangatlah dibutuhkan untuk bisa diperbaiki dan dipelajari untuk pembuatan makalah selanjutnya. Harapan penulis agar makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca maupun penulis pribadi.

DAFTAR PUSTAKA
http://doelmith.wordpress.com/2009/02/24/penyebab-terjadinya-insiden-lion-air/
http://mihwanuddin.wordpress.com/2011/03/07/pengertian-akhlaq-macam-macam-akhlaq-terpuji-dan-penerapan-akhlaq-dalam-kehidupan-sehari-hari/
Muhammad, Ishak, dkk. 2009. Pendidikan Agama Islam. Jambi: Sultan Thaha Press

Tidak ada komentar:

Posting Komentar