Sabtu, 17 Desember 2016

MITOS YANG BERHUBUNGAN DENGAN ALAM





TUGAS
MITOS YANG BERHUBUNGAN DENGAN ALAM

Mata Kuliah                : Ilmu Alamiah Dasar
Dosen Pengampu        : Drs. Abu Bakar, M.Pd

Disusun oleh:
Nama                           : Herti Gustina
NIM                            : A1B112005
Semester/Kelas            : III/A


PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU KEPENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2013


LEGENDA DANAU KERINCI
Konon menurut cerita Danau Kerinci tidak seperti sekarang ini. Asal muasalnya adalah dari sebuah danau yang sangat besar sehingga diberi nama Danau Gedang. Pada waktu itu Lembah Kerinci belum ada, karena masih tertutup oleh permukaan Danau Gedang tersebut. Ada satu kisah yang menceritakan terjadinya Danau dan Lembah Kerinci sehingga menjadi seperti sekarang ini.
Kisahnya berawal dari dua orang kakak beradik yang tinggal di sebuah rumah di kaki Gunung Kerinci. Mereka yatim piatu. Sang kakak bernama Calungga sedang adiknya bernama Calupat. Sang kakak berwatak pemberang, kasar dan berani. Sedangkan adiknya berwatak halus serta cerdas. Sifat itu dipengaruhi oleh sepasang mustika yang diwariskan oleh orang tua mereka. Calungga mendapat batu merah, sedang Calupat mendaoat batu putih. Batu merah akan membuat pemiliknya menjadi pemberani dan memiliki kesaktian yang luar biasa, sementara batu putih membawa keberuntungan dan kejayaan bagi pemiliknya.
Pada suatu hari ketika sedang berburu di hutan, Calungga menemukan sebuah telur yang sangat besar, sebesar kelapa dengan kulit yang putih berkilau. Karena tertari Calungga membawa telur tersebut pulang. Calupat juga merasa heran pada telur yang dibawa kakaknya, Calupat mengusulkan untuk menyimpan telur itu selama tiga hari sambil ia meminta petunjuk pada dewa. Tetapi sewaktu Calupat sedang memancing, telur tersebut direbus oleh Calungga yang sudah tidak tahan ingin merasakan telur tersebut. Kemudian telur itu dimakan Calungga sampai habis dan tertidur kekenyangan.
Ketika adiknya pulang, Calungga terbangun dengan rasa haus yang luar biasa sihingga diminumnya semua air yang ada di rumah, tetapi rasa haus itu tidak hilang meski badannya sudah gembung oleh air. Calungga lalu pergi ke sungai dan minum sepuasnya sehingga tubuhnya makin menggelembung dan memanjang. Keesokan harinya Calupat pergi ke sungai dan mendapati kakaknya  sudah berubah wujud. Di badan Calungga muncul sisik-sisik sebesar nyiru dengan warna berkilauan. Saat itu Calungga masih terus minum air sehingga sungai di sekitar Gunung Berapi banyak yang kering. Konon sungai-sungai itu sekarang disebut Sungai Kering.
Ketika melihat Calupat, Calungga segera menyuruh adiknya pergi jauh. Karena takut, Calupat pergi meninggalkan tempat itu dengan perasaan sedih harus berpisah dengan kakak yang disayanginya itu. Tak lama kemudian, Calungga yang sudah berubah wujud menjadi seekor naga mengucapkan mantera-mantera. Seketika bumi bergetar, hujan badai turun dengan disertai guntur yang menggelegar. Air bah muncul dimana-mana sehingga menggenangi tempat naga Calungga. Naga memutarkan badannya lalu berenang menuju Danau Gedang. Konon tempat naga mengisar dan memutar badannya sekarang dikenal sebagai Danau Bento. Sedangkan sisik naga yang terkelupas berubah menjadi ikan yang bernama Si Mambang Bulan yang dianggap sebagai nenek moyang ikan Semah.
Tiga musim berlalu, Calupat kembali ke Danau Gedang ia berdiri dan memanggil-manggil kakaknya. Seketika dari air muncul seekor naga yang tak lain adalah kakaknya. Sambil menangis gembira Calupat menceritakan keinginannya untuk pergi ke tempat dimana banyak orang tinggal (suatu desa). Calungga mengabulkan keinginan adiknya, ia menggendong Calupat dipunggungnya lalu berenang mengarungi danau hingga sampai ke sungai sempit tempat keluarnya air danau dan tidak cukup untuk badannya yang besar. Namun dengan kesaktian Naga Calungga menjebol sungai tersebut sambil berenang menuju hilir hingga tiba di sebuah negeri di pinggir sungai. Di tempat itu Calupat kemudian menetap. Beberapa tahun kemudian karena kepandaian dan sifatnya yang baik ia menjadi pemimpin di negeri tersebut. Naga Calungga sendiri setelah mengantar adiknya lalu menyelam ke dalam sungai dan pergi entah kemana.
Sementara itu karena saluran pelepasan jebol oleh Naga Calungga, air Danau Gedang melimpah sehingga permukaan danau surut dan terbentuklah dataran luas yang sekarang dengan Dataran Kerinci. Danau Gedang yang tersisa berubah nama menjadi Danau Kerinci dan sungai tempat keluarnya Naga Calungga adalah sungai yang dikenal sebagai Sungai Batang Merangin.



LEGENDA TELAGA WARNA KAWASAN PUNCAK
Dahulu kala di kawasan puncak tepatnya di lereng Gunung Lemo komplek pegunungan Mega Mendung terdapat sebuah kerajaan besar bernama Kerajaan Kutatanggeuhan. Nama kerajaan ini berasal dari kata Kuta yang berarti tempat dan Tanggeuhan yang berarti andalan. Kerajaan ini sering disebut Kerajaan Kemuning Kewangi. Kerajaan ini dipimpin oleh seorang raja yang arif dan bijaksana bernama Prabu Swarnalaya. Beliau didampingi  oleh permaisuri yang baik hati dan bersifat keibuan bernama Ratu Purbamanah.
Dalam masa kepemimpinan Prabu Swanalaya, kerajaan ini mengalami masa keemasannya. Negeri ini terkenal damai, subur, makmur dan tenteram. Tak ada satupun keluarga yang kekurangan sandang, pangan maupun papan. Walaupun demikian nampaknya Sang Prabu dan Permaisuri belum merasa bahagia karena setelah bertahun-tahun membina hubungan suami istri, mereka belum dikaruniai seorang anak. Berbagai upaya telah mereka lakukan seperti meminum minuman tradisional, konsultasi dengan dukun beranak, dan berbagai usaha lainnya, namun tak kunjung berhasil.
Hingga pada suatu hari, Sang Prabu memutuskan untuk bertapa (semedi) memohon bantuan Yang Maha Kuasa. Setelah sekian lama beliau bersemedi dengan khusuk, maka  pada suatu hari beliau mendengar suara gaib yang berkata “Wahai cucuku Prabu Swarnalaya, apakah yang engkau inginkan? Mintalah kepada Tuhan-Mu!”
“Hamba ingin sekali memiliki seorang anak”, harap Sang Prabu.
“Kalau begitu pulanglah!”, jawab suara itu.
Tidak lama kemudian setelah peristiwa itu terjadi, Sang Permaisuri dinyatakan hamil. Sembilan bulan sepuluh hari, kemudian lahirlah seorang puteri yang diberi nama Nyi Mas Gilang Rukmini, adapula yang menyebutnya Nyi Mas Ratu Dewi Kencana Wungu Kuncung Biru.
Kehadiran Sang Puteri disambut meriah dengan mengadakan pesta tujuh hari tujuh malam sebagai ungkapan kegembiraan yang tidak terhingga. Berbagai hadiah dan bingkisan berdatangan dari berbagai kerajaan termasuk dari warga Kerajaan Kutatanggeuhan sendiri. Semakin dewasa Sang Puteri semakin menampakkan kecantikannya. Dan sebagai puteri tunggal, tak heran bila kedua orang tuanya beserta warga  kerajaannya sangat memanjakannya.
Menginjak usia ke-17, kecantikan Sang Puteri tidak ada duanya di seluruh tanah Pasundan. Dalam perayaan hari ulang tahunnya yang ke-17, Puteri Gilang Rukmini menginginkan agar setiap helai rambutnya dihiasi emas permata. Mendengar keinginan Sang Puteri, seluruh warga dari berbagai pelosok negeri ingin menyumbangkan sebagian hartanya agar keinginan Sang Puteri dapat terwujud. Karena kearifannya, maka Sang Prabu menyarankan agar harta-harta sumbangan tadi disimpan dan dipergunakan untuk kepentingan umum. Untuk memenuhi keinginan Sang Puteri, beliau hanya mempergunakan sebagian harta tersebut untuk dijadikan perhiasan yang indah. Perhiasan tersebut dibuat oleh seorang Empu yang sangat ahli. Dengan kemampuannya, Sang Empu membuat sebuah kalung yang sangat indah.
Ketika saatnya tiba, datanglah berbondong-bondong warga Kerajaan Kutatanggeuhan untuk menyaksikan acara ulang tahun Sang Puteri. Pada acara tersebut, Sang Prabu langsung menyerahkan hadiah ulang tahun yang berupa kalung buatan Empu kepada Sang Puteri. Pemberian hadiah tersebut diwarnai dengan sorak-sorai gembira warga. Namun apa yang terjadi, setelah kalung diberikan Sang Puteri bukannya menerima dengan senang hati, ia malah melemparkannya hingga putus dan bercerai-berai. Menyaksikan peristiwa tersebut sontak semua hadirin membisu dan diam terpaku. Dalam kebisuan dan keheningan itu terdengarlah tangisan Permaisuri dan seluruh warga kerajaan terutama kaum istri yang tak henti-hentinya mengeluarkan air mata melihat sikap Sang Puteri. Mereka bertanya-tanya mengapa Puteri tidak mau menerima hadiah tersebut.
Pada saat yang bersamaan timbullah suatu keajaiban. Bumi bergoncangdan dari permukaan tanah keluarlah air yang semakin lama semakin membesar sehingga membentuk sebuah danau atau telaga. Danau itu semakin lama semakin meluas sehingga menenggelamkan Kerajaan Kutatanggeuhan beserta segala isinya. Dari dasar telaga memancarkan cahaya berwarna-warni yang diduga berasal dari kalung yang bercerai-berai. Karena itulah danau tersebut dinamakan Telaga Warna.



LEGENDA LEMBAH HARAU
Dahulu Lembah Harau merupakan lautan. Pembentukan Lembah Harau terbentuk sejak kisah berikut ini. Suatu hari Raja Hindustan berlayar bersama istri dan anaknya, Putri Sari Banilai. Perjalanan tersebut dalam rangka selamatan atas pertunangan putrinya dengan seorang pemuda Hindustan bernama Bujang Juaro. Sebelum berangkat, Sari Banilai bersumpah dengan tunangannya, apabila ia ingkar janji maka ia akan berubah menjadi batu dan apabila Buajng Juaro yang ingkar janji maka ia akan berubah menjadi ular. Namun sayangnya, dalam perjalanan kapal tersebut terbawa oleh gelombang dan terdampar pada sebuah selat (tempat tersebut dinamakan Lembah harau). Kapal tersebut tersekat oleh akar yang melintang pada dua buah bukit hingga akhirnya rusak. Agar tidak karam, kapal itu ditambatkan pada sebuah batu besar yang terdapat di pinggiran bukit (bukit tersebut dinamakan Bukit Jambu). Batu tempat tambatan kapal itu sekarang dinamakan Batu Tambatan Perahu.
Setelah terdampar, raja Hindustan bersama dengan keluarganya disambut oleh Raja yang memerintah Harau pada waktu itu. Lama kelamaan, karena hubungan baik yang terjalin. Raja Hindustan ingin menikahi putrinya dengan pemuda setempat bernama Rambun Paneh. Untuk kembali ke negeri Hindustan pun tidak memungkinkan lagi. Ia tidak tahu sumpah yang telah diucapkan Sari Banilai dengan tunangannya, Bujang Juaro. Tidak berapa lama kemudian, Rambun Paneh dan Sari Banilai pun menikah.
Waktu terus berjalan dan dari perkawinan tersebut lahirlah seorang putra. Suatu hari, sang kakek, Si Raja Hindustan membuatkan mainan untuk cucunya. Sewaktu asyik bermain, mainan tersebut jatuh ke dalam laut. Anak tersebut menangis sejadi-jadinya. Ibunya, Putri Sari Banilai tanpa pikir panjang langsung terjun ke laut untuk mengambilkan mainan tersebut. Sungguh malang, ombak datang menghempaskan dan menghimpit tubuhnya pada dua batu besar. Sari Banilai sadar bahwa ia telah ingkar janji pada tunangannya dahulu, Bujang Juaro. Dalam keadaan pasrah, ia berdoa pada Yang Maha Kuasa supaya air laut jadi surut. Ia juga berdoa agar peralatan rumah tangganya didekatkan padanya. Dan ia berdoa seandainya ia membuat kesalahan ia rela dimakan sumpah menjadi batu. Tidak lama berselang, perlahan-lahan tubuh Putri Sari Banilai pun berubah menjadi batu.

ASAL MULA TERJADINYA GEMPA
Dahulu kala ketika zaman kerajaan, ada seorang janda beranak dua, laki-laki dan perempuan. Pada waktu itu Danau Bratan belum ada. Singkat cerita, Sang ibu mempunyai hubungan dengan siluman ular besar atau ular naga yang berdiam di dalam lumbung padi dekat rumahnya. Lama kelamaan sang anak mulai menaruh kecurigaan karena setiap pulang dari hutan ibunya selalu naik ke lumbung.
Pada suatu hari, ketika ibunya pergi ke hutan, mereka naik ke lumbung. Di dalam lumbung dilihatnya ada tumpukan telur yang ukurannya lebih besar dari telur ayam. Di tengah tumpukan telur tersebut terdapat sebuah telur aneh. Telur tersebut kemudian diambil dan dimasak, lalu dimakan oleh anaknya yang laki-laki.
Seketika wujud kakaknya berubah menjadi ular. Karena kuatir akan menimbulkan keributan di dalam kampung, mereka pergi ke hutan mencari ibu mereka. Lalu oleh seorang adik, kakaknya tersebut digendong lari ke dalam hutan. Di dalam hutan, mereka bertemu dengan ibunya yang sedang menjalin kasih dengan seekor ular naga. Lalu marahlah mereka, karena menganggap gara-gara naga tersebutlah si kakak menjadi seperti itu. Ditantangnya ular naga tersebut berkelahi. Akhirnya sang kakak yang telah berubah wujud menjadi ular berhasil mengalahkan ular naga tersebut. Namun sayangnya, ibu mereka juga turut meninggal dalam perkelahian tersebut.
Setelah itu mereka berjalan sampai ke arah Bukit Lesung. Sesampainya di sana, sang kakak berpikir bahwa dia harus masuk ke perut bumi, sebab dia telah menjadi naga, yaitu Naga Gombang. Agaradiknya tidak kaget, dia lalu menyuruh adiknya mengambil air dengan keranjang. Tujuannya agar ketika dia masuk ke perut bumi, adiknya tidak melihat dan kaget.
Ketika adiknya sibuk mengambil air dengan keranjang tersebut, sang kakak langsung masuk ke dalam kawah gunung. Sesampainya sang adik dari mengambil air, menyadari bahwa kakaknya telah tidak berada di tempat itu lagi. Kakaknya telah masuk ke perut bumi. Sang kakak berkata, “Jangan kau tangisi, kakakmu memang sudah taksirnya berada di bawah perut bumi ini.” Sesampainya di bawah, sang kakak yang telah menjadi ular naga tersebut melingkari tubuhnya seperti ular yang sedang tidur.
Konon katanya, kalau sang kakak gelisah ingin tau kabar adiknya di atas, dia akan bergerak yang mengakibatkan bumi menjadi bergoyang yang disebut sebagai gempa. Karena itulah ketika terjadi gempa, masyarakat Bali akan berteriak “idup, idup” sambil membunyikan kentongan untuk memberitahu sang kakak bahwa adiknya masih hidup di atas.



ASAL-USUL DANAU TOBA
Dahulu kala di sebuah desa di wilayah Sumatera hidup seorang petani bernama Toba. Ia adalah seorang petani yang ulet dalam bekerja walaupun lahan yang digarapnya tidaklah luas. Dari bertani, ia dapat memenuhi kebutuhannya. Sebenarnya, usia petani tersebut telah matang untuk menikah, akantetapi ia tetap memilih untuk hidup sendirian.
Di suatu pagi yang cerah ketika Toba sedang memancing ikan di sungai. “Mudah-mudahan hari ini aku bisa mendapatkan ikan yang besar”, gumam Toba dalam hati.
Selang beberapa saat setelah kailnya di lempar, akhirnya kail tersebut mulai menampakkan pertanda bahwa umpannya sedang di lahap ikan. Ia pun segera menarik kailnya. Toba pun bersorak kegirangan melihat ikan yang didapatinya cukup besar. Ia takjub melihat warna sisik-sisik ikan tersebut yang sangat indah. Sisik ikan tersebut berwarna kuning emas kemerah-merahan dan kedua matanya bulat dan menonjol memancarkan kilatan yang sangat menakjubkan.
“Tunggu, aku jangan dimakan! Aku akan bersedia menemanimu jika kau tidak jadi memakanku.” Toba terkejut mendengar suara yang berasal dari ikan tersebut hingga ikan itu terlempar ke tanah. Beberapa saat kemudian, ikan tersebut berubah wujud menjadi seorang gadis yang cantik jelita.
“Bermimpikah aku?”, gumam si petani.
“Jangan takut Pak, aku juga manusia seperti engkau. Aku sangat berhutang budi padamu karena telah menyelamatkanku dari kutukan Dewata”, kata gadis itu. “Namaku Puteri. Aku tidak keberatan untuk menjadi istrimu”, kata gadis tersebut seolah mendesak.
Toba dengan yakinnya itupun mengangguk. Kemudian Toba dan gadis tersebut pun menikah dan menjadi sepasang suami istri. Namun, ada satu janji yang telah disepakati, yaitu mereka tidak boleh menceritakan bahwa asal-usul Puteri adalah dari seekor ikan. Jika janji itu dilanggar, maka akan terjadi petaka yang maha dahsyat.
Sesampainya di desa, gemparlah penduduk desa melihat gadis yang cantik jelita bersama Toba.
“Dia mungkin bidadari yang turun dari langit”, gumam salah satu dari mereka.
Toba merasa sangat bahagia dan tenteram bersama gadis tersebut. Sebagai suami yang baik, ia terus bekerja untuk mencari nafkah dengan mengolah sawah dan ladangnya dengan sangat tekun dan ulet. Karena ketekunannya tersebut, mereka hidup dengan tanpa kekurangan. Banyak orang iri dan menyebarkan sangkaan buruk tentang keberhasilan dari usaha mereka.
“Aku yakin Toba memelihara makhluk halus!” kata salah seorang dari mereka.
Hal itu pun terdengar sampai ke telinga Toba dan Puteri. Namun mereka tidak patah semangat dan tersesinggung. Mereka malah menjadi semakin giat dalam bekerja.
Setahun kemudian, kebahagian Toba dan Puteri terlengkapi dengan lahirnya seorang bayi laki-laki buah perkawinan mereka. Bayi tersebut diberi nama Samosir. Kebahagian tersebut tidaklah membuat mereka lupa diri.  Samosir tumbuh menjadi seorang anak yang sehat dan kuat. Ia menjadi anak yang manis tetapi agak nakal. Ia mempunyai satu kebiasaan yang membuat heran kedua orang tuanya, yaitu selalu merasa lapar. Makanan yang seharusnya bisa dimakan bertiga dapat ia lahap sendirian.
Lama kelamaan, Samosir membuat ayahnya semakin jengkel. Jika disuruh membantu orang tuanya bekerja, ia selalu menolak. Isterinya selalu mengingatkan Toba agar selalu bersabar dengan ulah anaknya.
“Ya, aku akan sabar, walau bagaimanapun dia itu anak kita!”, kata Toba kepada istrinya.
“Syukurlah, kanda berpikiran seperti itu. Kanda memang seorang suami dan ayah yang baik”, puji Puteri kepada suaminya.
Memang benar kata orang bahwa kesabaran itu ada batasnya. Hal ini telah dialami oleh Toba. Pada suatu hari, Samosir mendapat tugas untuk mengantarkan makanan dan minuman ke sawah tempat ayahnya bekerja. Tetapi Samosir tidak menjalankan tugasnya dengan baik. Toba yang telah lama menunggu kedatangan anaknya sambil menahan haus dan lapar pun akhirnya pulang ke rumah. Alangkah marahnya sang ayah melihat Samosir sedang asyik main bola. Ia sangat marah dan langsung menjewer kuping anaknya.
“Anak tidak tau diuntung! Tak tahu diri! Dasar anak ikan!”, umpat Toba tanpa sadar telah melanggar pantangan tersebut.
Setelah kata-kata itu terlontar, seketika itu juga anak dan istrinya hilang tanpa jejak. Dari bekas injakan kakinya, tiba-tiba menyemburlah air yang sangat deras. Desa-desa di sekitar itupun terendam oleh luapan air yang sangat tinggi dan luas sehingga membentuk sebuah telaga. Danau itupun akhirnya dinamakan sebagai Danau Toba, sedangkan pulau kecil di tengahnya dikenal dengan nama Pulau Samosir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar