TUGAS III
LATIHAN MODUL 3
PENDEKATAN KAJIAN PUISI
Mata Kuliah :
Kajian Puisi
Dosen Pengampu :
Dr. Sudaryono, M.Pd
Disusun
oleh:
Nama :
Herti Gustina
NIM :
A1B112005
Semester/Kelas :
III/A
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU KEPENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2013
Latihan
Agar
pemahaman Anda semakin baik tentang pendekatan-pendekatan sastra, kerjakan
latihan berikut ini. Diskusikan dalam kelompok, kemudian salah seorang dari
anggota kelompok membacakan hasil diskusi kelompoknya.
(1)
Jelaskan apa yang dimaksud dengan pendekatan
kajian puisi!
Jawaban:
Pendekatan
adalah cara-cara menghampiri objek. Jadi yang dimaksud dengan pendekatan kajian
puisi yaitu cara-cara menghampiri objek kajian puisi sebagai usaha pencarian
pengetahuan dan pemberian makna dalam puisi. Dengan memanfaatkan teori dan
metode yang baru, tujuan pendekatan adalah pengakuan terhadap hakikat ilmiah
objek ilmu pengetahuan itu sendiri. Oleh karena itulah pendekatan lebih dekat
dengan bidang studi tertentu.
Pendekatan
mengimplikasikan cara-cara memahami hakikat keilmuan tertentu. Dalam pendekatan
terkandung manfaat penelitian yang akan diharapkan, baik secara teoritis maupun
praktis, baik terhadap peneliti secara individu maupun masyarakat pada umumnya.
Di dalam pendekatan juga terkandung kemungkinan apakah penelitian dapat
dilakukan sehubungan dengan dana, waktu, dan aplikasi berikutnya. Pendekatan
merupakan langkah pertama dalam mewujudkan tujuan.
Pada
dasarnya dalam rangka melaksanakan suatu penelitian, pendekatan mendahului
teori dan metode. Artinya, pemahaman mengenai pendekatanlah yang seharusnya
diselesaikan lebih dahulu, kemudian diikuti dengan penentuan masalah teori,
metode, dan tekniknya. Pendekatan juga mengarahkan pada penelusuran
sumber-sumber sekunder, sehingga peneliti dapat memprediksi literatur yang
harus dimiliki perpustakaan dan toko-toko buku yang akan menjadi objek
sasarannya.
(2)
Kemukakanlah perbedaan antara
pendekatan biografis dan ekspresif!
Jawaban:
Pendekatan
biografis merupakan studi sistematis mengenai proses kreatifitas. Perbedaan
antara pendekan biografis dan ekspresif terletak pada subjek kreator dianggap
sebagai asal-usul karya berwujud puisi, arti sebuah karya berwujud puisi dengan
demikian relatif sama dengan maksud, niat, pesan, dan bahkan tujuan-tujuan
tertentu pengarang. Penelitian harus mencantumkan biografi, surat-surat,
dokumen penting pengarang, foto-foto, bahkan wawancara langsung dengan
pengarang. Karya berwujud puisi pada gilirannya identik dengan riwayat hidup,
pernyataan-pernyataan pengarang dianggap sebagai suatu kebenaran, biografi
mensubordinasi karya. Oleh karena itu, pendekatan biografis sesungguhnya
merupakan bagian penulisan sejarah, sebagai historiografi.
Sedangkan
dikaitkan dengan proses pengumpulan data penelitian pendekatan ekspresif lebih
mudah dalam memanfaatkan data biografis dibandingkan dengan pendekatan
biografis dalam memanfaatkan data pendektan ekspresif. Pendekatan biografis
pada umumnya menggunakan data primer mengenai kehidupan pengarang sehingga
disebut sebagai data historiografi. Sebaliknya pendekatan ekspresif lebih
banyak menggunakan data sekunder, data yang sudah diangkat melalui aktifitas
pengarang sebagai subjek pencipta, jadi sebagai data literer. Pendekatan
ekspresif tidak semata-mata memberikan perhatian terhadap bagaimana karya
berwujud puisi itu diciptakan, seperti studi proses kreatif dalam studi
biografis, tetapi bentuk-bentuk apa yang terjadi dalam karya berwujud puisi
yang dihasilkan. Apabila wilayah studi biografis terbatas hanya pada diri
penyair dengan kualitas pikiran dan perasaannya, maka wilayah studi ekspresif
adalah diri penyair, pikiran dan perasaan, serta hasil ciptaannya. Dikaitkan
dengan dominasi ketaksadaran manusia, pendekatan ekspresif membuktikan bahwa
aliran romantik cenderung tertarik pada masa purba, masa lampau, dan masa
primitif kehidupan manusia. Melalui indikator kondisi sosiokultural pengarang
dan ciri-ciri kreatifitas imajinatif karya berwujud puisi, maka pendekatan
ekspresif dapat dimanfaatkan untuk menggali ciri-ciri individualisme,
nasionalisme, komunisme, dan feminisme dalam karya berwujud puisi, baik karya
berwujud puisi individual maupun karya berwujud puisi dalam kerangka
periodisasi.
(3)
Kemukakanlah perbedaan antara
pendekatan mimesis, sosiologis, dan historis!
Jawaban:
Menurut
Abrams (1976:8-9) pendekatan mimesis merupakan pendekatan estetis yang paling
primitif. Akar sejarahnya terkandung dalam pandangan Plato dan Aristoteles.
Menurut Plato, dasar pertimbangannya adalah dunia pengalaman, yaitu karya
berwujud puisi itu sendiri tidak bisa mewakili kenyataan yang sesungguhnya,
melainkan hanya sebagai peniruan. Secara hierarkis dengan demikian karya seni
berada di bawah kenyataan. Pandangan ini ditolak oleh Aristoteles dengan
argumentasi bahwa karya seni berusaha menyucikan jiwa manusia sebagai katarsis.
Di samping itu juga karya seni berusaha membangun dunianya sendiri. Selama abad pertengahan karya seni meniru
alam dikaitkan dengan adanya dominasi Kristen, di mana kemampuan manusia hanya
berhasil meneladani ciptaan Tuhan. Teori estetis ini tidak hanya ada di barat,
tetapi juga di dunia Arab dan Indonesia. Dalam khazanah sastra Indonesia yaitu
dalam puisi Jawa Kuno seni berfungsi untuk meniru keindahan alam. Dalam bentuk
yang berbeda, yaitu abad ke-18 dalam pandangan Marxis dan sosiologi sastra,
karya seni dianggap sebagai dokumen sosial. Apabila kelompok Marxis memandang
karya seni sebagai refleksi, sebagaimana diintroduksi oleh salah seorang
tokohnya yang terkemuka yaitu Lucaks, maka sosiologi sastra memandang kenyataan
itu sebagai sesuatu yang sudah ditafsirkan. Dalam hubungan ini pendekatan
mimesis memiliki persamaan dengan pendekatan sosiologis. Perbedaannya,
pendekatan sosiologis tetap bertumpu pada masyarakat, sedangkan pendekatan
mimesis khususnya dalam kerangka Abrams bertumpu pada karya berwujud puisi.
Pendekatan
sosiologis menganalisis manusia dalam masyarakat dengan proses pemahaman mulai
dari masyarakat ke individu. Pendekatan ini menganggap karya berwujud puisi
sebagai milik masyarakat. Dasar filosofis pendekatan sosiologis adalah adanya
hubungan hakiki antara karya berwujud puisi dengan masyarakat.
Hubungan-hubungan yang dimaksudkan disebabkan oleh: a) karya berwujud puisi
dihasilkan oleh pengarang, b) pengarang itu sendiri adalah anggota masyarakat,
c) pengarang memanfaatkan kekayaan yang ada dalam masyarakat, dan d) hasil
karya berwujud puisi itu dimanfaatkan kembali oleh masyarakat. Setiap karya
berwujud puisi, baik dalam skala angkatan maupun individual memiliki
aspek-aspek sosial tertentu yang dapat dibicarakan melalui model-model
pemahaman sosial. Ilmu pengetahuan lain, seperti sosiologi, sejarah,
antropologi, dan ilmu sosial justru menunggu hasil-hasil analisis melalui
pendekatan sosiologis yang akan digunakan untuk memahami gender, feminis,
status peranan, wacana sosial, dan sebagainya. Pendekatan sosiologis juga
memiliki implikasi metodologis berupa pemahaman mendasar mengenai kehidupan
manusia dalam masyarakat.
Pendekatan
sejarah menelusuri arti dan makna bahasa sebagaimana yang sudah tertulis,
dipahami pada saat ditulis oleh pengarang yang benar-benar menulis dan
sebagainya. Pendekatan historis memusatkan perhatian pada masalah bagaimana
hubungannya terhadap karya berwujud puisi yang lain sehingga dapat diketahui
kualitas unsur-unsur kesejarahannya. Pendekatan ini mempertimbangkan relevansi
karya yang berwujud puisi sebagai dokumen sosial. Dengan hakikat imajinasi
karya berwujud puisi adalah wakil zamannya dan dengan demikian merupakan
refleksi zamannya. Pendekatan historis sangat menonjol pada abad ke-19 dengan
konsekuensi karya berwujud puisi sebagai sarana untuk memahami aspek-aspek
kebudayaan yang lebih luas. Dalam hubungan inilah pendekatan historis pada
umumnya dikaitkan dengan kompetensi sejarah umum yang dianggap relevan, sastra
lama dengan kerajaan-kerajaan besar, serta sastra modern dengan gerakan sosial,
politik, ekonomi, kebudayaan pada umumnya. Hakikat karya berwujud puisi adalah
imajinasi, tetapi imajinasi memiliki konteks sosial dan sejarah.
(4)
Jelaskanlah pemahaman Anda tentang
pendekatan objektif, psikologis, pragmatik, dan antropologis!
Jawaban:
Pendekatan
objektif merupakan pendekatan pendekatan yang terpenting, sebab pendekatan
apapun yang dilakukan pada dasarnya bertumpu atas karya sastra berwujud puisi
itu sendiri. Pendekatan ini memusatkan perhatian semata-mata pada unsur-unsur
yang dikenal dengan analisis intrinsik. Konsekuensi logis yang ditimbulkan
adalah mengabaikan bahkan menolak segala unsur ekstrinsik, seperti aspek
historis, sosiologis, politik, dan unsur-unsur sosiokultural lainnya, termasuk
biografi. Oleh karena itu, pendekatan objektif juga disebut analisis otonomi,
analisis ergocentrik, pembacaan mikrokoskopi. Pemahaman dipusatkan pada
analisis terhadap unsur-unsur dengan mempertimbangkan keterjalinan antarunsur
di satu pihak dan unsur-unsur dengan totalitas di pihak lain. Dengan adanya
penolakan terhadap unsur-unsur yang ada di luarnya, maka masalah mendasar yang
harus dipecahkan dalam pendekatan objektif harus dicari dalam karya tersebut,
seperti citra bahasa, stilistika, dan aspek-aspek lain yang berfungsi untuk
menimbulkan kualitas estetis. Dalam fiksi misalnya, yang dicari adalah
unsur-unsur plot, tokoh, latar, kejadian, sudut pandang, dan sebagainya.
Melalui pendekatan objektif, unsur-unsur intrinsik karya akan dieksploitasi
semaksimal mungkin.
Wellek dan
Austin Warren (1962:81-82) menunjukkan empat model pendekatan psikologis yang
dikaitkan dengan pengarang: proses kreatif, karya berwujud puisi, dan pembaca.
Meskipun demikian, pendekatan psikologis pada dasarnya berhubungan dengan tiga
gejala utama, yaitu: Pengarang, karya berwujud puisi, dan pembaca dengan
pertimbangan bahwa pendekatan psikologis lebih banyak berhubungan dengan
pengarang dan karya berwujud puisi. Apabila perhatian ditujukan pada pengarang,
maka model penelitiannya lebih dekat dengan pendekatan ekspresif, sebaliknya
apabila perhatian ditujukan pada karya berwujud puisi, maka model penelitiannya
lebih dekat dengan pendekatan objektif. Pendekatan psikologis awal lebih dekat
dengan pendekatan biografis dibandingkan dengan pendekatan sosiologis sebab
analisis yang dilakukan cenderung memanfaatkan data-data personal. Proses
kreatif merupakan salah satu model yang banyak dibicarakan dalam rangka
pendekatan psikologis. Karya berwujud puisi dianggap sebagai hasil aktifitas
penulis yang sering dikaitkan dengan gejala-gejala kejiwaan, seperti obsesi,
kontemplasi, sublimasi, bahkan sebagai neurosis. Oleh karena itu, karya
berwujud puisi disebut salah satu gejala (penyakit) kejiwaan. Pendekatan
psikologis kontemporer, sebagaimana dilakukan oleh Mead, Cooley, Lewin, dan
Skinner (Schellenberg, 1997), mulai memberikan perhatian pada interaksi
antarindividu, sebagai interaksi simbolis sehingga disebutkan sebagai analisis
psikologi sosial. Intensitas terhadap gejala-gejala individual di satu pihak,
dominasi psike di pihak lain,
menyebabkan pendekatan psikologis lebih banyak membicarakan aspek-aspek
penokohan, kecenderungan timbulnya aliran-aliran , seperti romantisme,
ekspresionisme, absurditas, dan sebagainya. Karena itu dalam penelitian
selanjutnya teori-teori psikologi perlu diperluas ke dalam wilayah
sosiopsikologi dan behaviorisme sosial sebagaimana dikembangkan kemudian oleh
Freud sendiri, khususnya oleh Mead. Sampai saat ini teori yang paling banyak
diacu dalam pendekatan psikologi adalah determinisme psikologi Sigmund Freud
(1856-1939). Menurutnya, semua gejala yang bersifat mental bersifat tak sadar
yang tertutup oleh alam kesadaran. Dengan adanya ketakseimbangan, maka ketaksadaran
menimbulkan dorongan-dorongan yang pada gilirannya memerlukan kenikmatan yang
disebut libido. Oleh karena proses kreatif adalah kenikmatan dan memerlukan
kepuasan, maka proses tersebut dianggap sejajar dengan libido. Meskipun
demikian, teori kepribadian menurut Freud pada umumnya dibagi menjadi tiga,
yaitu: (a) id atau es, (b) ego atau ich, dan (c) super ego atau uber ich. Isi id adalah
dorongan-dorongan primitif yang harus dipuaskan, salah satunya adalah libido di
atas. Id dengan demikian merupakan
kenyataan subjektif primer, dunia batin sebelum individu memiliki pengalaman
tentang dunia luar. Ego bertugas
untuk mengontrol id, sedangkan super ego berisi kata hati.
Pendekatan
pragmatis memberikan perhatian utama terhadap peranan pembaca. Dalam kaitannya
dengan salah satu teori modern yang paling pesat perkembangannya, yaitu teori
resepsi. Pendekatan pragmatis dipertentangkan dengan pendekatan ekspresif.
Subjek pragmatis dan subjek ekspresif sebagai pembaca dan pengarang berbagai
objek yang sama, yaitu karya berwujud puisi. Perbedaannya, pengarang merupakan
subjek pencipta, tetapi secara terus-menerus fungsi-fungsinya dihilangkan,
bahkan pada gilirannya pengarang dimatikan. Sebaliknya, pembaca yang sama
sekali tidak tahu menahu tentang proses kreatifitas diberikan tugas utama
bahkan dianggap sebagai penulis (rewritten). Pendekatan oragmatis dengan
demikian memberikan perhatian pada pergeseran dan fungsi-fungsi baru pembaca
tersebut. Pada tahap-tahap tertentu pendekatan pragmatis memiliki hubungan yang
cukup dekat dengan sosiologi, yaitu
dalam pembicaraan mengenai masyarakat pembaca. Pendekatan pragmatis
mamiliki manfaat terhadap fungsi-fungsi karya berwujud puisi dalam masyarakat
perkembangan dan penyebarluasannya sehingga manfaat karya berwujud puisi dapat
dirasakan. Dengan indikator pembaca dan karya berwujud puisi, tujuan pendekatan
pragmatis memberikan manfaat terhadap pembaca. Pendekatan pragmatis
mempertimbangkan implikasi pembaca melalui berbagai kompetensinya. Dengan
mempertimbangkan indikator karya berwujud puisi dan pembaca, maka
masalah-masalah yang dapat dipecahkan melalui pendekatan pragmatis di antaranya
tanggapan berbagai masyarakat tertentu terhadap sebuah karya berwujud puisi,
baik sebagai pembaca eksplisit maupun implisit, baik dalam kerangka sinkronis
maupun diakronis.
Antropologi
adalah ilmu pengetahuan mengenai manusia dalam masyarakat. Oleh karena itu,
antropologi dibedakan menjadi antropologi fisik dan antropologi kebudayaan yang
sekarang berkembang menjadi studi kultural. Dalam kaitannya dengan sastra,
antropologi kebudayaan pun dibedakan menjadi dua bidang, yaitu antropologi
dengan objek verbal dan nonverbal. Pendekatan antropologi sastra lebih banyak
berkaitan dengan objek verbal. Lahirnya pendekatan antropologi didasarkan
kenyataan, pertama, adanya hubungan antara ilmu antropologi dengan bahasa.
kedua, dikaitkan dengan tradisi lisan, baik antropologi maupun sastra sama-sama
mempermasalahkannya sebagai objek yang penting. Oleh karena itu, dalam kajian
puisi lisan, mitos, dan sistem religi sering di antara kedua pendekatan terjadi
tumpang tindih. Masalah penting yang perlu dicatat, pendekatan antropologis
bukanlah aspek antropologi dalam sastra melainkan antropologi dari sastra.
Pokok-pokok bahasan yang ditawarkan dalam pendekatan antropologis adalah bahasa
sebagaimana dimanfaatkan dalam karya berwujud puisi sebagai struktur naratif,
di antaranya:
a.
Aspek-aspek naratif karya berwujud
puisi dari kebudayaan yang berbeda-beda;
b.
Penelitian aspek naratif sejak epik
yang paling awal hingga novel yang paling modern;
c.
Bentuk-bentuk arkhais dalam karya
berwujud puisi, baik dalam konteks karya individual maupun generasi;
d.
Bentuk-bentuk mitos dan sistem
religi dalam karya sastra;
e.
Pengaruh mitos, sistem religi, dan
citra primodial yang lain dalam kebudayaan populer.
TUGAS IV
LATIHAN MODUL 4
RANCANGAN KAJIAN PUISI
Mata Kuliah :
Kajian Puisi
Dosen Pengampu :
Dr. Sudaryono, M.Pd
Disusun
oleh:
Nama :
Herti Gustina
NIM :
A1B112005
Semester/Kelas :
III/A
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU KEPENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2013
Umpan Balik dan Tindak Lanjut
Sebagai
umpan balik dan tindak lanjut, jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini!
(1)
Bagaimanakah esensi perbedaan antara
rancangan (proposal) kajian puisi dan laporan hasil kajian?
Jawaban:
Rancangan
(proposal) kajian puisi yaitu langkah awal dari serangkaian proses dalam
mengkaji puisi. Sebuah rancangan memberikan gambaran awal yang jelas dan
terarah tentang proses kegiatan kajian. Sebagai sebuah gambaran awal, rancangan
kajian puisi diharapkan dapat dijadikan acuan bagi pengkaji untuk memasuki
tahapan-tahapan kajian puisi selanjutnya. Sebuah rancangan kajian puisi
memiliki beberapa fungsi berikut: (1) memberikan kepada pengkaji sebuah cetak
biru (blue print), (2) menetapkan
batas-batas kegiatan dan memungkinkan pengkaji menyalurkan energinya di dalam
arah yang spesifik, (3) memungkinkan pengkaji mengantisipasi masalah-masalah
yang muncul di dalam melaksanakan kajian puisi (Bungin, 2003:37-38). Dalam
hubungan ini, Savilla et al (dalam Bungin, 2003:38) menyarankan agar penyusunan
rancangan kajian puisi selain harus dilakukan dengan cermat, juga harus dilengkapi
dengan kajian teori atas kepustakaan yang menatap dan meyakinkan. Rancangan
kajian puisi tidak dapat dibuat asal-asalan, serampangan, dan sekadarnya saja.
Hal ini penting agar tidak menimbulkan kesulitan yang tidak perlu atau menjadi
masalah tersendiri dalam proses kajian puisi di kemudian hari
Sedangkan
laporan hasil kajian yaitu tahap akhir dari serangkaian proses kajian puisi.
Laporan hasil kajian puisi mencakup hal-hal yang telah dirancang dalam proposal
kajian puisi. Setelah pengkajian selesai dilakukan dengan menggunakan
pendekatan, teori, dan metode yang ada, hasil dari pengkajian tersebut kemudian
dilaporkan dalam laporan hasil kajian puisi. Kesemua proses dari awal sampai
akhir pengkajian puisi dimuat dalam laporan hasil kajian puisi dengan sedetail-detailnya.
(2)
Unsur-unsur penting apa sajakah yang
tercakup di dalam rancangan kajian? Sebutkan unsur-unsur tersebut dan berikan
penjelasan secukupnya!
Jawaban:
Unsur-unsur penting yang tercakup
dalam rancangan kajian puisi yaitu:
1)
Permasalahan atau fokus kajian
Permasalahan
atau fokus kajian yaitu hal-hal yang melatar belakangi pengkajian puisi. Dalam
kajian puisi permasalahan itulah yang manjadi fokus dalam pengkajian puisi.
Peneliti akan memfokuskan pengkajian terhadap permasalahan tersebut.
2)
Tujuan yang hendak dicapai
Dalam kajian
puisi tujuan yang hendak dicapai patutlah untuk diperhatikan. Tujuan tersebut
mendasari dilakukannya pengkajian puisi. Peneliti haruslah menentukan sasaran
dari pengkajian tersebut agar apa yang dikaji sesuai dengan apa yang ingin
dicapai.
3)
Metode yang akan digunakan
Dengan
menetukan metode apa yang digunakan, maka peneliti akan dengan mudah mencapai
tujuan dari pengkajian puisi. Metode yang digunakan disesuaikan dengan objek
yang akan dikaji. Kecocokan metode dengan objek akan mempengaruhi hasil dari
pengkajian puisi. Untuk itu sebelum pengkajian dilakukan maka ditentukan
terdahulu metode yang sesuai untuk digunakan, lalu kemudian akan diterapkan
dalam pengkajian puisi tersebut.
(3)
Unsur-unsur penting apa sajakah yang
tercakup di dalam laporan hasil kajian? Sebutkan 3 (tiga) unsur utama dan
berikan penjelasan secukupnya!
Jawaban:
Unsur-unsur
penting yang tercakup di dalam laporan hasil kajian yaitu sebagai berikut.
1)
Pendahuluan
Pendahuluan berisi tentang konteks
kajian, tujuan kajian, ruang lingkup kajian.
2)
Isi
Isi memuat temuan-temuan data dan
analisisnya.
3)
Penutup
Penutup kajian puisi menyajikan
kesimpulan dan implikasinya.
(4)
Jelaskan 3 (tiga) fungsi dari
rancangan kajian!
Jawaban:
1)
Memberikan kepada pengkaji sebuah
cetak biru (blue print)
Maksudnya
yaitu rancangan kajian puisi memberikan gambaran awal kepada pengkaji tentang
apa yang harus dilakukan dalam penelitiannya tersebut. rancangan kajian ini
memungkinkan untuk pengkaji dapat melakukan penelitian tahap demi tahap sesuai
dengan rancangan yang telah dibuat.
2)
Menetapkan batas-batas kegiatan dan
memungkinkan pengkaji menyalurkan energinya di dalam arah yang spesifik
Dengan
adanya rancangan kajian ini, penelitian dapat terarah seuai dengan apa yang
telah dirancang. Rancangan kajian ini juga memuat hal-hal apa saja yang harus
dilakukan sehingga si peneliti tidak keluar dari batasan-batasan yang telah
dicanangkan dalam rancangan kajian.
3)
Memungkinkan pengkaji mengantisipasi
masalah-masalah yang muncul di dalam melaksanakan kajian puisi
Dengan
adanya rancangan kajian puisi, peniliti dapat menemukan siasat bila terjadi
masalah-masalah tak terduga yang mungkin muncul. Dengan adanya rancangan kajian
ini, peneliti dapat dengan mudah mengatasi masalah-masalah tersebut.
(5)
Berikan penjelasan perbedaan antara
rancangan kajian puisi kualitatif dan kajian puisi kuantitatif!
Jawaban:
Rancangan
kajian puisi kuantitatif cenderung sangat ketat, rinci mendefinisikan suatu
konsep sejak awal, dan sedikit banyak bersifat kaku. Sedangkan rancangan kajian
puisi kualitatif bersifat luwes, tidak terlalu rinci, tidak lazim
mendefinisikan suatu konsep, serta memberikan kemungkinan bagi
perubahan-perubahan manakala ditemukan fakta yang lebih mendasar, menarik, dan
unik. Dan juga rancangan kajian puisi kualitatif, teori yang diajukan memang
bukanlah sebagai jawaban terhadap fenomena yang diangkat, melainkan lebih
sebagai perspektif. Metode dalam rancangan kajian puisi kualitatif lebih pada
penegasan dan penjelasan yang merujuk pada prosedur-prosedur umum kemetodeaan
yang akan digunakan.
TUGAS V
LATIHAN MODUL 5
TEORI STRUKTURALISME DALAM KAJIAN PUISI
Mata Kuliah :
Kajian Puisi
Dosen Pengampu :
Dr. Sudaryono, M.Pd
Disusun
oleh:
Nama :
Herti Gustina
NIM :
A1B112005
Semester/Kelas :
III/A
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU KEPENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2013
Latihan
Agar
pemahaman Anda semakin baik tentang teori-teori strukturalisme, kerjakan
latihan berikut!
(1)
Jelaskanlah apa yang dimaksud dengan
teori secara umum dan jelaskan pula apa yang dimaksud dengan teori
strukturalisme!
Jawaban:
Teori
berasal dari kata theoria (bahasa
Latin). Secara etimologis teori berarti kontemplasi terhadap kosmos dan
realitas. Pada tataran yang lebih luas, teori berarti perangkat pengertian,
konsep, preposisi yang mempunyai korelasi dan telah teruji kebenarannya. Teori
lahir melalui ilmu tertentu. Dengan kata lain, tujuan akhir sebuah ilmu adalah
melahirkan sebuah teori. Teori berfungsi untuk membantu menjelaskan hubungan
dua gejala atau lebih sekaligus meramalkan model hubungan yang terjadi sebagai
cara kerja. Teori terdiri atas konsep, preposisi, dan kerangka kerja.
Komponen-komponen tersebut tidak bersifat baku, tidak siap pakai, tidak
definitif. Oleh karena itulah, apabila peneliti memanfaatkan suatu teori
tertentu, maka peneliti pada dasarnya tetap memilki kebebasan yang
seluas-luasnya untuk memodifikasikannya. Dengan memanfaatkan teori tertentu
maka dalam pikiran peneliti akan timbul kemampuan-kemampuan baru untuk memahami
gejala yang sebelumnya sama sekali belum tampak. Sebagai alat, teori berfungsi
untuk mengarahkan suatu kajian dan lebih banyak berkaitan dengan data sekunder.
Teori
strukturalisme dapat didefinisikan sebagai seperangkat konsep yang saling
berkaitan secara ilmiah, yang disajikan secara sistematis, yang berfungsi untuk
menjelaskan sejumlah gejala sastra. Dalam teori strukturalisme, konsep yang
sama adalah adanya unsur-unsur dan antar hubungannya dalam kerangka totalitas
karya.
(2)
Kemukakanlah apa fungsi teori
strukturalisme dalam kajian sastra!
Jawaban:
Teori
strukturalisme berfungsi untuk menjelaskan sejumlah gejala sastra. Perkembangan
teori strukturalisme sejajar dengan terjadinya kompleksitas kehidupan manusia,
yang kemudian memicu perkembangan genre sastra. Dengan kata lain teori
strukturalisme berfungsi untuk mengkaji genre sastra. Fungsi utama karya sastra
adalah untuk melukiskan, mencerminkan kehidupan manusia, sedangkan kehidupan
manusia itu sendiri selalu mengalami perkembangan. Dalam hal ini berperanlah
teori strukturalisme untuk melihat genre yang berbeda pada karya sastra. Dalam
hubungan karya sastra dengan masyarakat, dengan teknologi informasi yang
menyertainya, minat msyarakat terhadap manfaat kajian interdisiplin juga
dibutuhkan teori strukturalisme sehingga teori ini terus berkembang sesuai
dengan fungsinya tersebut.
(3)
Kemukakanlah berbagai model teori
strukturalisme sesuai dengan perkembangan sastra khususnya, dan ilmu
pengetahuan umumnya!
Jawaban:
Secara historis, perkembangan
strukturalisme terjadi melalui dua tahap, yaitu formalisme dan strukturaleme
dinamik. Perkembangan tersebut memunculkan variasi-variasi yang dikenal dengan
teori-teori:
a)
Teori formalisme;
b)
Teori strukturaleme dinamik;
c)
Teori semiotik;
d)
Teori strukturalisme genetik; dan
e)
Teori strukturalisme naratologi.
Dan pada
tahap berikutnya, muncul teori-teori poststrukturalisme denga berbagai model
yang dikenal dengan teori-teori:
a)
Teori resepsi sastra;
b)
Teori interteks;
c)
Teori feminis;
d)
Teori postkolonial;
e)
Teori dekontruksi; dan
f)
Teori new-history.
TUGAS VI
LATIHAN MODUL 6
PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN KAJIAN PUISI
Mata Kuliah :
Kajian Puisi
Dosen Pengampu :
Dr. Sudaryono, M.Pd
Disusun
oleh:
Nama :
Herti Gustina
NIM :
A1B112005
Semester/Kelas :
III/A
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU KEPENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2013
Umpan Balik dan Tindak lanjut
Sebagai umpan
balik dan tindak lanjut, jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut:
(1)
Jelaskan mengapa Anda sebagai
mahasiswa perlu mengembangkan kemampuan profesional dalam kajian puisi!
Jawaban:
Karena dalam
dua dasawarsa belakangan ini ilmu sastra internasional berkembang sangat cepat
ke arah yang menjadikan ilmu ini sangat penting sehingga selain para peneliti
sastra Indonesia, kita sebagai mahasiswa juga perlu mengembangkan kemampuan
profesional dalam kajian puisi. Pernyataan ini mengisyaratkan bahwa bila kajian
puisi Indonesia tidak melakukan kegiatan penelitian yang lebih intensif, maka
Indonesia akan tertinggal baik dari segi teori sastra maupun dari segi teori
kajian puisi.
Tugas
peneliti tidak hanya mengemban tugas ilmiah, tetapi juga ikut dalam usaha menyebarluaskan,
membantu dalam masalah seleksi, menyunting teks, menafsirkannya, dan
menjelaskan latar belakang sosial budaya dan sejarah perkembangannya. Tugas itu
menjadi semakin berat dan besar bila disadari bahwa khazanah sastra Indonesia
yang perlu diteliti dan dianggap sangat banyak dan beragam.
Perkembangan
sastra Indonesia dewasa ini demikian luas dan pesatnya dan dengan bentuk yang
beragam, baik tentang sastra Indonesia maupun yang menyangkut sastra daerah
semuanya perlu diteliti, dikembangkan dan disebarluaskan. Hal ini perlu bila
kita berkeinginan agar sastra nusantara berkembang pesat sehingga mampu
menjalankan perannya untuk memenuhi kebutuhan emosional dan intelektual
masyarakat pemiliknya dan sekaligus mengharapkan agar sastra nusantara diakui secara
internasional dan menjadi warga sastra dunia.
(2)
Jelaskan mengapa Anda perlu memiliki
sikap ilmiah dalam kajian puisi?
Jawaban:
Karena sikap
ilmiah dalam kajian puisi menjurus kepada pengembangan ilmu pengetahuan. Sikap
ilmiah tersebut di antaranya: kejujuran, kesediaan mengakui kesalahan,
mengutamakan kebenaran di atas harga diri, dan mencari ilmu dengan niat untuk
meningkatkan derajat hidup manusia. Apabila seorang peneliti tidak memiliki
sikap ilmiah maka akan muncul sikap yang dapat membahayakan atau manghancurkan
sikap ilmiah. Sikap tersebut patut dihindari yaitu:
a.
Membuat generalisasi secara gegabah
disebabkan data yang kurang lengkap serta yang tidak memperhatikan relasi satu
masalah dengan masalah lain;
b.
Adanya abstraksi intelektual yang
ekstrim sehingga terjadi pendangkalan ilmu; dan
c.
Adanya penafsiran atau pengambilan
keputusan yang keliru disebabkan adanya cara berpikir yang sempit dan
terisolasi, tanpa bisa merangkaikan hubungan kausalitas fakta-fakta yang
dihadapi.
Kelemahan-kelemahan itu harus dihindari oleh mereka
yang mau terjun ke dalam kancah penelitian ilmiah. Walaupun memang harus diakui
bahwa setiap peneliti harus menghadapi kesulitan dalam menghindari pengaruh
lingkungan dan sulit pula mengurangi kesalahan yang disebabkan oleh kelemahan
manusiawi seperti kurang sabar, tidak rasional, kurang kontrol diri pribadi,
serta adanya kecenderungan untuk mengenyampingkan hal-hal rumit atau adanya
sntusiasme yang berlebihan. Untuk mengurangi kelemhan itu diperlukan adanya
kesediaan secara terus-menerus melakukan intropeksi dan adanya kemauan keras
untuk memperbaiki diri.
(3)
Jelaskan beberapa hal penting
berkaitan dengan metode kerja ilmiah!
Jawaban:
Beberapa hal
penting berkaitan dengan metode kerja ilmiah menurut Nazir (1985: 43-50) adalah
sebagai berikut:
a.
Berdasarkan fakta, artinya segala
sesuatu yang ingin diperoleh dalam penelitian haruslah berdasarkan atau berupa
fakta nyata. Jangan penemuan atau pembuktian didasarkan pada khayalan atau
imajinasi.
b.
Bebas dari prasangka (bias), artinya
segala sesuatu yang dihadapi tidak dinilai secara subjektif, tetapi
diperlakukan secara objektif dengan alasan dan bukti-bukti yang lengkap.
c.
Menggunakan prinsip analisis,
artinya dalam memberikan arti dan interpretasi terhadap fenomena yang kompleks
harus dianalisis dengan mencari sebab-akibat yang logis dan dengan uraian yang
tajam.
d.
Menggunakan hipotesis, artinya
penelitian yang dilakukan dituntun oleh proses berpikir dengan menggunakan
hipotesis untuk mengklarifikasikan persoalan serta memadu jalan pikiran ke arah
tujuan yang ingin dicapai sehingga sasaran mudah tercapai dengan tepat. Dalam
hal ini, hipotesis merupakan pegangan yang khas dalam menuntun jalan pikiran
peneliti.
e.
Menggunakan ukuran objektif, artinya
di dalam melakukan analisis harus dengan ukuran yang objektif dan dengan
pertimbangan yang masuk akal.
f.
Menggunakan teknik kuantifikasi,
artinya sejauh mungkin digunakan pengukuran kuantitatif, kecuali untuk
atribut-atribut yang tidak dapat dikuantifikasikan.
TUGAS AKHIR SEMESTER
ANALSIS PUISI 2,7
Mata Kuliah :
Kajian Puisi
Dosen Pengampu :
Dr. Sudaryono, M.Pd
Disusun
oleh:
Nama :
Herti Gustina
NIM :
A1B112005
Semester/Kelas :
III/A
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU KEPENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2013
MEMAKNAI PUISI DARAJTUL ULA
(Yang Maha Awal Dan Maha
Mengakhiri)
DALAM WADAH SEMPIT YANG PENUH MAKNA
Puisi
merupakan suatu gambaran tentang sesuatu yang dilayangkan di atas kertas dengan
coretan-coretan yang bermakna. Coretan tersebut bukanlah sekedar buangan tinta
yang sia-sia, tetapi merupakan saduran yang mampu mengubah dunia jika kita
mampu menelaah tiap bait yang tertera di dalam puisi. Dalam puisi kita tak
perlu berleha-leha dengan banyak kata. Cukup satu tapi mampu menggambarkannya
secara menyeluruh. Bukan sekedar kata indah yang dapat dilantunkan si penyair
dengan mimik yang memukau. Puisi menciptakan makna pada setiap keindahannya,
artinya keindahan itu muncul seiring dengan megahnya makna dalam setiap
lariknya. Puisi dapat dikatakan pelit kata, namun kaya makna. Indah dipandang
mata jika diterawang dari setiap pemilihan diksi yang berhasil diciptakan oleh
penyairnya. Padat namun kuat mungkin itulah yang dapat mendefinisikan arti
sebuah puisi.
Dalam
puisi 2,7 hal itu terbukti dengan adanya keajaiban 2 larik, 7 kata yang mampu
menggambarkan secara menyeluruh arti dari sesuatu yang ingin diungkapkan oleh
si penyair. Kekuatannya tidak hanya tergambarkan dalam larik-larik puisi,
tetapi di dalam judulpun telah mencakup semua cerita yang ingin penyair
ceritakan. Keindahan puisi 2,7 ini tergambar pada pelitnya kata yang digunakan
yaitu hanya 7 kata, tapi mampu menghadirkan kekayaan makna kepada si pembaca.
Dalam puisi 2,7 ini, kita ingat adanya hubungan sebab-akibat, dimana bait satu sebagai
sebab dan bait 2 sebagai akibat serta judul sebagai masalah yang ingin
diungkapkan si penyair. Tujuh kata merupakan penyempurnaan dari apa yang ingin
diungkapkan, dimana dalam tujuh kata itu mewakili setiap permasalahan atau fakta yang akan
diceritakan. Tujuh kata itu ibarat 7 warna pelangi memiliki perbedaan tekstur
tapi merupakan satu kesatuan yang dapat menjelaskan bahwa itu adalah pelangi.
Dengan kata lain 7 kata itu mempunyai satu tujuan yaitu memberikan gambaran
menyeluruh tentang judul yang kita hadirkan dalam puisi tersebut. Keajaiban di
balik 2 larik, 7 kata dapat kita temukan
di setiap puisi yang menghadirkan nilai estetiknya dalam kekuatan makna yang
dimilikinya.
Dalam
puisi Yang Maha Awal dan Maha Mengakhiri karya Darajtul Ula membuktikan
keajaiban puisi 2,7. Penyair Darajtul Ula telah mampu menghadirkan estetika di
balik kata yang kaya makna. Tidak perlu mengglamorkan kata untuk menghadirkan
estetika. Dalam kesederhanaan pemilihan kata yang ia gunakan telah berhasil
merias wajah puisinya menjadi sesuatu yang indah namun tetap calm. Ibarat kembang desa yang tanpa
dirias dengan make up berbagai warna sekalipun, ia tetap bisa memancarkan
keindahan yang natural, tampak ayu namun keindahannya layaknya putri dari
negeri antah berantah. Perhatikan keindahan dari kesederhanaan puisi berikut.
YANG
MAHA AWAL DAN MAHA MENGAKHIRI
Engkaulah
waktu! gelap terang
Semesta,
dalam genggaman-Mu
Tangerang,
DU18032013
Pada
puisi yang berjudul Yang Maha Awal dan Maha Mengakhiri di atas menghadirkan sifat-sifat
yang dimiliki oleh Allah swt. Pada puisi tersebut si penyair menggambarkan
wujud Allah swt. dengan menghadirkan dua sifat Allah swt. pada judul tersebut.
Yang Maha Awal dan Maha Mengakhiri itu merupakan sifat Allah, dimana Yang Maha
Awal artinya Allah tidak ada permulaan atas wujudNya, jadi wujud atau adanya
Allah swt. itu tidak pernah didahului oleh ketiadaan sebelumnya. Sedangkan yang
dimaksud dengan Yang Maha Mengakhiri artinya wujud Allah swt. tidak ada akhir
atau penghabisannya, karena sesungguhnya Allah swt. itu Maha Kekal dan tidak
ada nihayah atau puncak dari keakhiranNya. Hal itu dijelaskan dalam al-qur’an
surat Al-Hadid ayat 3 yang artinya “Dia (Allah) adalah Maha Pertama, Maha
Terakhir, Maha Terang dan Maha Tersembunyi juga Dia adalah Maha Mengetahui
segala sesuatu.”
Dari
kedua sifat yang berlawanan tersebut menunjukkan bahwa Allah itu kekal adanya
tidak pernah didahului oleh ketiadaan sebelumnya dan tidak akan ada
penghabisannya. Karena Allah swt. memang wajibul wujud yakni wajib adanya
sehingga Allah swt. tidak pernah didahului oleh ketiadaan sebelumnya serta juga
tidak pernah dihinggapi oleh kerusakan atau suatu kebinasaan. Hal tersebut juga
ditegaskan pada qur’an surat Al-Qashas ayat 88 yang artinya “ Segala sesuatu
itu pasti rusak, kecuali Allah swt.”
Selanjutnya
di larik pertama dituliskan “ Engkaulah waktu! gelap terang”. Di sana tergambar
bahwa Allah swt. adalah pemilik waktu, Dia kekal bahkan ketika manusia belum
merasakan detak-detik waktu, Allah swt. telah lebih dahulu menguasai waktu.
Ketika manusia telah ditelan waktu, Allah swt. tetap kekal dalam waktu. Itu
merupakan bentuk dari kekuasaan Allah swt. Ia ada di dalam waktu. Ia juga
mengatur perputaran waktu bahkan mengatur waktu yang dimiliki oleh manusia.
Dari sisa-sisa ciptaanNya itu merupakan bukti yang sangat jelas, yang
menunjukkan tentang adanya Allah swt. Allah swt. menerangkan semua yang ada di
langit dan di bumi lewat gambaran nyata dari semua yang ada di alam. Itu
merupakan maksud dari sifat Allah Yang Maha Terang. Allah swt. juga Maha
Tersembunyi yang artinya bahwa Allah swt. adalah zat yang tidak dapat dicapai
oleh panca indera serta tidak dapat pula diliputi oleh akal pikiran manusia.
Akantetapi manusia bisa melihat adanya Allah dengan mengamati alam semesta yang
merupakan hasil cipta Allah swt.
Bait
kedua dituliskan lagi bahwa “semesta, dalam genggamanMu” yang merupakan penegas
dari arti larik pertama. Allah swt. itu adalah semesta yang menciptakan dan
memiliki segalanya. Semua yang ada di langit dan di bumi ada digenggamanNya.
Dialah yang menguasai segalanya dan Dialah yang mengatur semuanya. Tak ada yang
luput dari genggaman Allah swt. karena genggaman Allah swt. itu Maha Besar. Tak
ada yang bisa menandingi kekuasaanNya. Bayangkan saja alam semesta yang
sedemikian besar ada di tangan Allah swt. itu merupakan wujud dari kekuasaan
Allah swt. Dan hal itu menunjukkan bahwa Allah Maha Awal dan Maha Mengakhiri.
Dari
7 kata dalam 2 larik puisi Yang Maha Awal dan Maha Akhir itu telah jelas
menerangkan akan kedua sifat Allah swt tersebut. Darajtul Ula dengan
kesederhanaan 7 kata yang ia pilih itu telah berhasil memuat keluasan arti dari
dua sifat Allah swt tersebut dalam wadah yang sempit yakni 2 larik 7 kata.
Pemilihan diksi yang digunakanpun sangat sederhana. Tidak ada kata yang berbau
terlalu glamor dan berlebihan, namun maknanya amat kaya dan begitu luas. Itulah
keajaiban 2 larik, 7 kata yang telah berhasil diolah oleh Darajtul Ula dalam
rangkaian puisi singkatnya.
Dari salah satu contoh puisi yang diciptakan
oleh Darajtul Ula dapat kita tarik benang merah, bahwa keajaiban tidak hanya
bisa kita ciptakan dengan sesuatu yang berlebihan, tapi keajaiban itu pun dapat
kita ciptakan dari kesederhanaan. Hal itu terbukti dengan 7 kata yang termuat
dalam puisi itu yang telah berhasil menggambarkan keseluruhan dari bentuk
puisi. Ini juga membuktikan bahwa puisi itu adalah suatu karya yang pelit kata,
namun kaya makna. Banyak orang-orang yang membubuhkan kata namun tak bermakna
atau mungkin tak kaya makna, namun Darajtul Ula berhasil menghadirkan kata yang
memiliki makna yang begitu luas. Begitulah bentuk kekuatan puisi 2,7 yang
mengandalkan kekayaan makna dari 7 kata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar