Sabtu, 17 Desember 2016

NERACA



JEMBATAN
(Sutardji Calzoum Bachri)

    Sedalam-dalam sajak takkan mampu menampung airmata
    bangsa. Kata-kata telah lama terperangkap dalam basa-basi
    dalam teduh pekewuh dalam isyarat dan kisah tanpa makna.
    Maka aku pun pergi menatap pada wajah berjuta. Wajah orang
    jalanan yangberdiri satu kaki dalam penuh sesak bis kota.
    Wajah orang tergusur. Wajah yang ditilang malang. Wajah legam
    para pemulung yang memungut remah-remah pembangunan.
    Wajah yang hanya mampu menjadi sekedar penonton etalase
    indah di berbagai palaza. Wajah yang diam-diam menjerit
    mengucap
  tanah air kita satu
    bangsa kita satu
    bahasa kita satu
    bendera kita satu!
    Tapi wahai saudara satu bendera kenapa sementara jalan jalan
    mekar di mana-mana menghubungkan kota-kota, jembatan-jembatan
    tumbuh kokoh merentangi semua sungai dan lembah
    yang ada, tapi siapakah yang akan mampu menjembatani jurang
    di antara kita?
    Di lembah-lembah kusam pada puncak tilang kersang dan otot
    linu mengerang mereka pancangkan koyak-miyak bendera hati
    dipijak ketidakpedulian pada saudara. Gerimis tak ammpu
    mengucapkan kibarnnya.
    Lalu tanpa tangis mereka menyanyi padamu negeri airmata kami.


NERACA
(Tema Keadilan. Herti Gustina)

Seluas-luasnya daratan dunia tak akan mampu menandingi luka mereka.
Harapan telah tertumpah ruah dalam bayangan fatamorgana
yang mulai terhapus massa. Maka kubuang muka untuk tidak menatap wajah mereka.
Wajah yang permainkan tahta di balik luka mereka. Wajah yang putar balikkan fakta
di depan meja. Tersimpan dalam jeruji istana.
Sementara mereka yang busung dipaksa dicegal
dalam pasal yang tak berujung. Dalam bisik mereka mengeja
UU
KUHP
Pasal
Hukuman
tapi mereka tak mampu menyisir tafsir yang menyayat mereka
terperangkap dalam neraca tak bermassa. Bagaimana neraca itu dapat menimbang,
sementara satu di antara mereka dapat tertawa bahagia?

di bising kota yang penuh cerita
mereka mendera tanya akan sebuah neraca
mengharap hiba si pemilik meja
pukul palu lalu maju untuk cerita orang yang tak mampu
Mendalo, 05 Desember 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar