Sabtu, 17 Desember 2016

SASTRA DAERAH JAMBI






TUGAS
MENYELESAIKAN LATIHAN I DAN II

Mata Kuliah            : Sastra Daerah Jambi
Dosen Pengampu    : Drs. Maizar Karim, M.Hum

Disusun oleh:
Nama                   : Herti Gustina
NIM                    : A1B112005
Semester/Kelas    : IIA





PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU KEPENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2013



Tugas dan Latihan I
1.      Jelaskanlah, apa yang dimaksud dengan sastra Melayu!
Jawaban:
Sastra Melayu adalah sastra yang disampaikan dengan bahasa Melayu. Sastra melayu ini merupakan produk kreativitas manusia Melayu dengan berbagai ragam bentuk sastranya dan semua karya sastra tersebut, baik lisan maupun tulisan yang digunakan, diselamatkan, disimpan, dipelihara oleh masyarakat Melayu dan masyarakat lain yang mendukungnya. Sastra Melayu itu mencerminkan kreativitas mental masyarakat Melayu yang diwujudkan dalam bentuk sastra, baik yang berupa prosa, seperti hikayat, mite, legenda, dongeng maupun puisi, seperti syair, pantun, pepatah-petitih, dan lain-lain.

2.      Kenapa kita perlu mempelajari sastra Melayu?
Jawaban:
Karena dalam naskah-naskah sastra Melayu itu terdapat sumber yang dapat menambah wawasan dan pemahaman atas sebagian warisan nenek moyang. Ia memiliki nilai yang sangat tinggi, yang di dalamnya terkandung alam  pikiran, perasaan, adat istiadat, kepercayaan, dan sistem nilai masyarakat lampau.

3.      Kemukakanlah ciri-ciri sastra tradisional Melayu. Jelaskan perbedaan sastra rakyat dengan sastra istana!
Jawaban:
Ciri-ciri sastra tradisional Melayu yaitu sebagai berikut,
1)      Disebarkan dalam bentuk relatif, tetap pada kesempatan tertentu,
2)      Penyebaran atau pewarisannya melalui tutur kata dari mulut ke mulut,
3)      Hadir dalam variasi-variasi yang berbeda,
4)      Bersifat anonim (tidak diketahui siapa individu yang menciptakan),
5)      Mempunyai kegunaan dalam kehidupan bersama atau masyarakat.
6)      Bersifat pralogis.
Sastra rakyat yaitu sastra yang bersifat lisan. Penyebarannya disampaikan melalui mulut ke mulut, dari satu generasi ke generasi yang lain atau dari satu budaya ke budaya lain. Sedangakan sastra istana yaitu sastra yang bersifat tulisan (naskah). Para pujangga dipanggil oleh raja-raja datang ke keraton untuk menuliskan peristiwa-peristiwa di sekitar keraton dan melahirkan cerita-cerita mitos.

4.      Kemukakan kedudukan dan peranan sastra Melayu dalam kehidupan masyarakat Indonesia!
Jawaban:
Kedudukan sastra Melayu yaitu menjadi suatu gambaran pemikiran masyarakat Melayu, maka dengan mengetahui gambaran tersebut, sastra Melayu menjadi alat saling mengenal, menanamkan sikap saling pengertian antarsuku yang berbeda kepercayaan maupun adat istiadatnya.
Peranan dari sastra Melayu yakni sebagai: kekayaan budaya Melayu, kekayaan sastra Indonesia, dan kekayaan budaya Indonesia; model apresiasi sastra; dasar penciptaan; dasar komunikasi; sumbangan kepada ilmu sastra; dan sumbangan kepada ilmu bahasa.

5.      Diskusikan dengan teman-teman Anda, apa perbedaan antara sastra tradisional Melayu dengan sastra modern Indonesia!
Jawaban:
Sastra tradisional Melayu yaitu sastra yang menggunakan bahasa Melayu. Sastra ini juga menceritakan hal-hal yang terjadi pada masyarakat Melayu pada masa dahulu. Sedangkan sastra modern Indonesia yaitu sastra yang menggunakan bahasa Indonesia. Sastra ini menceritakan peristiwa-peristiwa yang terjadi di Indonesia secara keseluruhan pada masa sekarang.


Tugas dan Latihan II
1.      Jelaskanlah perbedaan antara hikayat dengan mite!
Jawaban:
Hikayat adalah cerita prosa yang menceritakan riwayat seorang tokoh yang dianggap sebagai pahlawan atau orang berjasa pada masa dahulu. Hikayat bersifat fiksi dan ditulis dengan huruf jawi. Sedangkan mite adalah cerita prosa rakyat yang dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh yang mempunyai cerita. Mite ditokohkan oleh para dewa. Peristiwanya terjadi di dunia lain atau di dunia yang bukan seperti yang kita kenal sekarang dan terjadi pada masa lampau.

2.      Analisislah cerita “Riwayat Jambi”. Kemukakanlah hal-hal sebagai berikut:
a.       Apakah cerita “Riwayat Jambi” tergolong mite, legenda, atau dongeng? Jelaskan alasan Anda!
Jawaban:
Cerita “Riwayat Jambi” tergolong mite, karena merupakan sebuah prosa rakyat yang dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh yang mempunyai cerita. Cerita ini ditokohkan oleh raja muda yang kaya raya, tetapi belum berkeluarga. Ia dapat membangun istana dalam waktu satu malam.

b.      Adakah pesan-pesan atau amanat di dalam cerita itu? Uraikan secara ringkas!
Jawaban:
Cerita tersebut mengamanatkan bahwa walaupun mengalami kekalahan, kita harus tetap menerima kekalahan seperti seorang raja pada cerita tersebut. Dia tetap berlapang dada terhadap sikap putri yang Ia cintai. Dan sebagai manusia kita hendaklah menepati janji yang telah kita buat serta jangan rakus terhadap sesuatu yang dimiliki orang lain seperti putri Pinang Masak dalam cerita tersebut. Ia terlalu rakus untuk menguasai Kerajaan yang dipimpin oleh baginda dan melakukan cara yang licik untuk merebutnya. Pinang Masak juga tidak menepati janji yang telah dia buat sendiri.

3.      Buatlah sebuah makalah mini dengan objek kajian cerita “Kitab Barincung” di bawah ini. Makalah tersebut akan dipresentasikan di depan kelas.
Jawaban:

MAKALAH
KITAB BARINCUNG

Mata Kuliah           : Sastra Daerah Jambi
Dosen Pengampu   : Drs. Maizar Karim, M.Hum

Disusun oleh:
Nama                   : Herti Gustina
NIM                    : A1B112005
Semester/Kelas    : II/A


PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU KEPENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2013

 
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT. yang mana kita masih diberikan kesempatan untuk dapat menggali ilmu pengetahuan sebagai bekal dalam menghadapi dunia modern yang terus melaju mengikuti arus perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kemudian ucapan terima kasih penulis haturkan kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini, baik berupa sarana dan prasarana maupun berupa ide-ide atau gagasan-gagasan sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Adapun makalah ini membahas tentang cerita rakyat yang berjudul “Kitab Barincung”. Sebagai makhluk sastra dan makhluk budaya, kita hendaklah mengetahui karya sastra yang terdapat di Indonesia pada umumnya dan sastra Melayu khususnya. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai sastra Melayu yang mengambil sampel cerita rakyat “Kitab Barincung.”
Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, apabila ada kesalahan dan kekurangan penulis mohon maaf.  Kritik maupun saran dibuka demi perbaikan makalah ini untuk selanjutnya.
Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.

Jambi, _ Mei 2013

Penulis


i
 
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1  Latar Belakang........................................................................................... 1
1.2  Rumusan Masalah....................................................................................... 1
1.3  Tujuan dan Manfaat Penulisan................................................................... 1
1.4  Tinjauan Pustaka......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................ 3
2.1  Sinopsis cerita Kitab Barincung................................................................ 3
2.2   Cerita Kitab Barincung sebagai legenda.................................................. 5
2.3  Amanat yang terkandung dalam cerita Kitab Barincung.......................... 7
BAB III PENUTUP......................................................................................... 9
3.1  Kesimpulan................................................................................................ 9
3.2  Saran.......................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 10


 
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Ada banyak karya sastra yang lahir di Indonesia, salah satunya ialah Sastra Melayu. Sastra Melayu ini lahir dan berkembang pada masyarakat Melayu baik dalam bentuk tulisan maupun lisan yang dibudayakan dengan menceritakannya dari mulut ke mulut. Karena sastra tersebut terus diceritakan sehingga cerita tersebut tidak hilang dan terus membudaya di tengah masyarakat.
Sastra Melayu digolongkan atas prosa dan puisi. Karya sastra yang berbentuk prosa ini digolongkan lagi ke dalam mite, legenda, dan dongeng. Sedangkan karya sastra berbentuk puisi digolongkan lagi ke dalam pepatah-petitih, pantun, seloka, teka-teki, mantra, gurindam dan lain-lain.
Salah satu karya sastra Melayu yang berbentuk prosa yaitu cerita rakyat yang berjudul “Kitab Barincung.” Cerita Kitab barincung ini tergolong pada legenda. Ini perlu untuk dibahas karena merupakan bagian dari aset negeri yang harus kita budayakan agar karya sastra ini tidak hilang dimakan usia.

1.2  Rumusan Masalah
Agar tidak terjadi penyimpangan atau kerancuan dalam makalah ini, maka dibuatlah rumusan masalah sebagai batasan-batasan yang akan dibahas. Adapun rumusan masalah pada makalah ini di antaranya sebagai berikut:
1.      Sinopsis cerita Kitab Barincung;
2.      Cerita Kitab Barincung sebagai legenda; dan
3.      Amanat dalam cerita Kitab Berincung.

1.3  Tujuan dan Manfaat Penulisan
1
Adapun tujuan penulisan makalah ini ialah agar baik pembaca maupun penulis dapat mengetahui tentang karya sastra Melayu Jambi. Sedangkan manfaat dari penulisan makalah ini yaitu agar baik pembaca maupun penulis dapat:
1.      Mengetahui tentang cerita Kitab barincung;
2.      Memahami cerita Kitab Barincung sebagai suatu legenda;
3.      Mengetahui amanat yang terkandung dalam cerita Kitab Barincung.

1.4  Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini yaitu dengan telaah pustaka dan pencarian ke media internet materi dan sumber yang dibahas dalam makalah ini.

 
BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Sinopsis Cerita Kitab Barincung
Cerita ini bermula dari pertemuan Syekh Haji Muhammad Arsyad Al Bandjani dengan seseorang yang mengenakan baju palimbangan hitam dan celana hitam serta memakai laung seperti pakaian orang Madura usai shalat Jumat di masjid Mekah. Syekh Haji Muhammad Arsyad ini adalah orang Banjar yang telah lama berguru di Mekah dan ketika bertemu dengan orang itu, dia sangat tertarik untuk mengenal orang tersebut. Dalam beberapa Jumat Syekh Muhammad Arsyad selalu memperhatikannya di masjid shalat berjamaah dengan baju yang sama. Yakinlah Syekh tersebut bahwa dia adalah orang Banjar.
Pada suatu hari di hari Jumat, Syekh Muhammad Arsyad menemuinya dan berkenalan dengan orang tersebut. Syekh tersebut menanyakan siapa namanya dan darimana asalnya. Ternyata benarlah dugaan Syekh Muhammad Arsyad bahwa dia berasal dari Banjar dan orang-orang menamainya sebagai Datuk Sanggul. Syekh Muhammad Arsyad kemudian bertanya lagi bagaimana dia bisa sampai di Mekah dan apa tujuan dia ke tempat tersebut. Datuk Sanggul hanya menjawab bahwa dia ke Mekah hanya untuk shalat Jumat berjamaah di Mekah dan dia hanya datang setiap Jumat saja. Syekh Muhammad Arsyad tidak percaya terhadap apa yang dikatakan oleh Datuk Sanggul dan dia merasa Datuk Sanggul ini mengada-ngada dan mungkin dia sudah tidak waras.
3
Syekh Muhammad Arsyad kemudian meminta oleh-oleh berupa buah durian dan kuini yang sedang musim di Banjar untuk meyakinkan dirinya bahwa Datuk sanggul memang setiap Jumat pulang pergi dari Banjar ke Mekah. Datuk Sanggul lantas langsung mengambilnya. Beliau lalu menuju jendela dan mengulurkan tangannya ke luar jendela. Dari luar jendela tersebut tangannya membawa durian dan kuini. Syekh Muhammad Arsyad keheranan, dilihatnya tangkai tersebut masih bergetah. Lagipula di Mekah tanaman tersebut tidak mungkin tumbuh, buah tersebut hanya ada di Banjar.
Jumat berikutnya Syekh Arsyad masih melihat Datuk Sanggul shalat di masjid. Mereka sering bertemu dan semakin akrab. Syekh Arsyad pun penasaran ilmu apa yang digunakan Datuk Sanggul hingga dapat pergi ke Mekah dalam waktu yang sangat cepat. Datuk Sanggul pun mengatakan bahwa tidak ada mantra ataupun bacaan-bacaan yang ia gunakan. Ia hanya menjaga keluar masuknya nafas. Dari amalannya tersebutlah nama Datuk Sanggul tercipta.
Di kampungnya Datuk Sanggul tidak pernah terlihat shalat di surau. Dia sering menangkap ikan, burung, ataupun menjangan. Dia tau betul bagaimana mendapatkan binatang-binatang tersebut. Setelah dapat, hasil tangkapannya tersebut diberikan kepada warga dan oleh orang-orang masakan yang telah masak tersebut dibagikannya kepada Datuk Sanggul beserta sebungkus nasi. Dari situlah Datuk Sanggul bertahan hidup. Selain itu, Datuk Sanggul sangat piawai dalam membaca alam.
Berbeda dengan sahabatnya Syekh Muhammad Arsyad, Datuk Sanggul memiliki ilmu tersirat yang langsung menjurus ke persoalannya ke Tuhan. Sedangkan Syekh Muhammad Arsyad kealimannya ini berdasarkan Al-qur’an dan hadits. Pada hakikatnya kedua ilmu ini tujuannya sama yaitu ilmu ketuhanan
Syekh Muhammad Arsyad hanya mengajarkan ilmu yang berdasarkan Al-qur’an dan hadits kepada murid-muridnya, sedangkan ilmu tersirat tidak diajarkannya karena dapat menimbulkan kesesatan apabila salah menafsirkan. Syekh Muhammad Arsyad sangat melarang murid-muridnya untuk mencari Kitab Incung karena sebenarnya Kitab Incung itu tidak ada. Kitab itu adalah nama bagi ilmu yang dimiliki Datuk Sanggul yang hanya orang-orang yang ilmunya sudah tinggilah yang bisa mendapatkan ilmu tersebut.
4
Telah bertahun-tahun Syekh Muhammad Arsyad berada di Mekah. Suatu hari dia pun merindukan kampung halamannya dan pulang ke Banjar. Sesampainya di kampung halaman ia langsung mencari sahabatnya yang telah lama tidak bertemu. Ditanyanya orang-orang di daerah tersebut, orang pun langsung mengetahui setelah mendengar nama Datuk Sanggul dan dengan mudahnya Syekh Muhammad Arsyad mengetahui rumahnya. Di rumahnya dia melihat seorang wanita yang menemani mayat Datuk Sanggul. Orang-orang tidak mau memandikan, menyalatkan dan menguburkan jasadnya karena dia tak pernah terlihat shalat. Syekh Muhammad Arsyad lalu meminta warga untuk mengurus jasad Datu Sanggul dan berusaha meyakinkan mereka bahwa Datuk Sanggul adalah temannya. Setelah semua warga yakin dan ingin menguburkannya, Datuk Sanggul telah tidak ada lagi di tempatnya. Dia telah dijemput sang Pencipta. Sampai sekarang tidak ada yang mengetahui kuburan Datuk Sanggul karena sebenarnya dia memang tidak pernah dikubur dan tempat terakhirnyalah yang dianggap sebagai kuburannya.

2.2   Cerita Kitab Barincung sebagai Legenda
Legenda adalah prosa rakyat yang mempunyai ciri-ciri yang mirip dengan mite, yaitu dianggap pernah benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci. Tokoh dalam legenda adalah manusia walaupun adakalanya mempunyai sifat luar biasa dan seringkali juga dibantu oleh makhluk ajaib. Tempat peristiwa adalah dunia yang seperti kita kenal kini karena waktu terjadinya belum terlalu lampau.
Dalam wujud konkretnya, legenda dalam sastra Melayu mempunyai kekhasan sesuai dengan kehidupan dan budaya masyarakatnya.
5
Legenda merupakan cerita tradisional karena cerita itu sudah dimiliki masyarakat Melayu sejak dahulu. Orang yang menuturkan cerita itu menerima cerita dari generasi orang tuanya atau generasi neneknya. Cerita itu juga dihubungkan dengan peristiwa dan benda yang berasal dari masa lalu, seperti peristiwa penyebaran agama Islam pada abad yang lalu dan benda kuno peninggalan masa lau (misalnya menara masjid, kuburan, potongan kayu) yang oleh masyarakat pendukung cerita itu dipercayai sebagai benda yang berasal dari peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lalu.
Para pelaku dalam legenda dibayangkan sebagai pelaku yang betul-betul pernah hidup pada masyarakat masa lalu. Mereka itu merupakan orang yang terkemuka, misalnya Syekh Muhammad Arsyad yang menyebarkan agama Islam di Martapura (dalam legenda Kitab Barincung). Pelaku lainnya juga merupakan orang terkemuka, yaitu tokoh yang membangun kesejahteraan masyarakat. Misalnya, Datuk Sanggul suka berburu di hutan atau menangkap ikan di sungai dan hasilnya diberikan kepada penduduk kampung (dalam legenda Kitab Barincung). Perbuatan itu merupakan perbuatan istimewa, yaitu perbuatan dengan usaha yang sungguh-sungguh dan penuh pengorbanan, tetapi bukan perbuatan ajaib yang memerlukan kekuatan supernatural.
Hubungan sebuah peristiwa dengan peristiwa lainnya juga menunjukkan hubungan logis, yaitu satu peristiwa menyebabkan timbulnya peristiwa lain. Akantetapi, di tengah-tengah peristiwa biasa itu ada juga peristiwa luar biasa, misalnya peristiwa Datuk Sanggul, penduduk Kalimantan yang setiap hari Jumat di Masjidil Haram di Mekah. Hal itu dihubungkan dengan pelaku yang kemudian dianggap mempunyai keramat (Kitab Incung).
Latar cerita yang berupa tempat yang disebutkan namanya dan dapat diidentifikasi adalah Sungai Tatakan (Banjar, Kalimantan), Martapura (Kalimantan), Palembang (Sumatera), Pulau Peling, Pulau Banggai, Tanjung Batu (Palembang), dan lain-lain. Selain itu terdapat pula tempat di luar Indonesia yang menjadi latar cerita, yaitu Mekah dan Baghdad. Dua kota itu berhubungan erat dengan kehidupan umat Islam, yaitu Mekah sebagai tanah suci dan Baghdad sebagai kota ilmu dan budaya.
6
Waktu terjadinya peristiwa dibayangkan sebagai masa lalu, tetapi bukan masa purba. Pada umumnya waktu itu adalah masa agama Islam mulai tersebar di Kepulauan Indonesia. Latar waktu itu pun merupakan waktu yang teralami dalam sejarah, seperti adanya kesaksian berupa peninggalan yang berasal dari masa lalu saat para pelaku itu masih hidup.
Pelaku dan perbuatan pelaku yang dibayangkan benar-benar terjadi menjadikan peristiwa dalam legenda seolah-olah terjadi dalam ruang dan waktu yang sesungguhnya. Hal itu sejalan pula dengan anggapan masyarakat pendukungnya yang mempercayai bahwa pelaku dan perbuatan itu memang benar-benar ada dan mempengaruhi perilaku mereka, misalnya berupa perbuatan menziarahi kuburan dan mengagungkan peninggalan para pelaku itu.
Dalam legenda “Kitab Barincung” diceritakan bahwa seorang bernama Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari Kalampayan Martapura belajar agama Islam di Mekah. Kemudian ia menjadi ulama besar yang berpengaruh di kampung halamannya, Martapura. Tokoh utama dalam legenda itu, Datuk Sanggul oleh masyarakat di kampungnya tidak diketahui bahwa ia ahli beribadat sebab tidak pernah tampak salat di surau. Akantetapi pada hari Jumat, ia meninggalkan kampungnya untuk shalat Jumat di Mekah. Ia juga dihormati oleh Syekh Muhammad Arsyad sebagai orang yang memiliki ilmu yang tinggi. Setelah meninggal, Datuk Sanggul dihormati oleh masyarakat.
Dalam legenda-legenda Melayu tergambar kehidupan masyarakat pada masa lampau. Di samping itu, tampak pula nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat, seperti taat beribadah, tekun menuntut ilmu, suka tolong menolong, berlaku sopan santun, bersikap tabah, rajin bekerja, membalas budi, serta bersikap adil dan bijaksana.

2.3  Amanat dalam Cerita Kitab Barincung
7
Amanat  ialah sesuatu yang disampaikan oleh seseorang kepada orang lain. Penyampaian amanat dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara lisan dan cara tulisan. Cara pertama, penyampai amanat langsung berhadapan dengan penerima sebagai lawan bicara atau pendengar, sedangkan cara kedua, penyampai amanat tidak berhadapan langsung dengan penerima, tetapi menggunakan perantara alat bantu; dapat berupa cerita, buku (fiksi dan nonfiksi).
Amanat sebuah karya sastra dapat ditentukan melalui pendekatan teori sastra (sejarah sastra, angkatan, atau zaman) terciptanya karya sastra itu. Amanat merupakan salah satu unsur intrinsik yang terdapat dalam karya sastra. Dalam cerita Kitab Barincung terdapat amanat yang ditinggalkan oleh pengarang untuk pembaca. Di dalam cerita tersebut mengamanatkan bahwa kita harus berbagi terhadap rezeki yang kita dapatkan seperti yang dilakukan Datuk Sanggul. Dan kita harus meneladani keimanan dari dua orang tokoh tersebut, yaitu Syekh Muhammad Arsyad dan Datuk Sanggul.

 
BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Di Indonesia terdapat banyak karya sastra, salah satunya adalah sastra Melayu. Berdasarkan bentuknya, sastra Melayu dapat digolongkan atas prosa dan puisi. Karya sastra prosa yang hidup di kalangan rakyat yang berupa lisan adalah mite, legenda dan dongeng.
Cerita Kitab Barincung merupakan sebuah legenda. Legenda adalah prosa rakyat yang mempunyai ciri-ciri yang mirip dengan mite, yaitu dianggap pernah benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci. Tokoh dalam legenda adalah manusia walaupun adakalanya mempunyai sifat luar biasa dan seringkali juga dibantu oleh makhluk ajaib. Tempat peristiwa adalah dunia yang seperti kita kenal kini karena waktu terjadinya belum terlalu lampau. (Bascom, dalam Danandjaja, 1984:50)
Cerita Kitab Barincung ini termasuk ke dalam legenda keagamaan, yaitu legenda orang-orang suci, menceritakan kehidupan orang-orang saleh, para wali agama Islam, penyebar agama Islam pada awal perkembangan Islam. Dalam hal ini yang diceritakan adalah tokoh suci Datuk Sanggul dan Syekh H. Muhammad Arsyad Al Bandjani.

3.2  Saran
Cerita Kitab Barincung merupakan karya sastra yang tergolong dalam legenda keagamaan. Cerita ini hidup dan berkembang di masyarakat daerah. Hal ini patut untuk kita ketahui sebagai masyarakat yang berbudaya dan bersastra. Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari banyak kekurangan dan kesalahan. Untuk itu kritik maupun saran sangat diharapkan agar makalah ini menjadi lebih baik lagi.

9
 
DAFTAR PUSTAKA
Karim, Maizar. 2005. Pengkajian Sastra Melayu. Jambi: Departemen Pendidikan Nasional Universitas Jambi.


 
4.      Pilihlah satu buah dongeng yang Anda temukan dalam kehidupan keseharian Anda. Ceritakanlah dongeng tersebut (mendongeng) seekspresif mungkin di depan kelas!
Jawaban:
Alkisah, di sebuah dusun di Negeri Jambi, ada sepasang suami-istri yang miskin. Mereka sudah puluhan tahun membina rumah tangga, namun belum dikaruniai anak. Segala usaha telah mereka lakukan untuk mewujudkan keinginan mereka, namun belum juga membuahkan hasil. Sepasang suami-istri itu benar-benar dilanda keputus asaan. Suatu ketika, dalam keadaan putus asa mereka berdoa kepada Tuhan Yang Mahakuasa.
“Ya Tuhan Yang Maha Tahu segala yang ada di dalam hati manusia. Telah lama kami menikah, tetapi belum juga mendapatkan seorang anak. Karuniankanlah kepada kami seorang anak! Walaupun hanya sebesar kelingking, kami akan rela menerimanya,” pinta sepasang suami-istri itu.
Beberapa bulan kemudian, sang Istri mengandung. Mulanya sang Suami tidak percaya akan hal itu, karena tidak ada tanda-tanda kehamilan pada istrinya. Di samping karena umur istrinya sudah tua, perut istrinya pun tidak terlihat ada perubahan. Meski demikian, sebagai seorang wanita, sang Istri benar-benar yakin jika dirinya sedang hamil. Ia merasakan ada sesuatu yang bergerak-gerak di dalam perutnya. Ia pun berusaha meyakinkan suaminya dengan mengingatkan kembali pada doa yang telah diucapkan dulu.
“Apakah Abang lupa pada doa Abang dulu. Bukankah Abang pernah memohon kepada Tuhan Yang Mahakuasa agar diberikan seorang anak walaupun sebesar kelingking?” tanya sang Istri mengingatkan.
Mendengar pernyataan itu, sang Suami pun termenung dan mengingat-ingat kembali doa yang pernah dia ucapkan dulu. “O iya, kamu benar, istriku! Sekarang Abang percaya bahwa kamu memang benar-benar hamil. Pantas saja perutmu tidak kelihatan membesar, karena bayi di dalam rahimmu hanya sebesar kelingking,” kata sang Suami sambil mengelus-elus perut istrinya.
Waktu terus berjalan. Tak terasa usia kandungan istrinya telah genap sembilan bulan. Pada suatu malam, sang Istri benar-benar melahirkan seorang bayi laki-laki sebesar kelingking. Betapa bahagianya sepasang suami-istri itu, karena telah memperoleh seorang anak yang sudah lama mereka idam-idamkan. Mereka pun memberinya nama Kelingking. Mereka mengasuhnya dengan penuh kasih sayang hingga menjadi dewasa. Hanya saja, tubuhnya masih sebesar kelingking.
Pada suatu hari, Negeri Jambi didatangi Nenek Gergasi. Ia adalah hantu pemakan manusia dan apa saja yang hidup. Kedatangan Nenek Gergasi itu membuat penduduk Negeri Jambi menjadi resah, termasuk keluarga Kelingking. Tak seorang pun warga yang berani pergi ke ladang mencari nafkah. Melihat keadaan itu, Raja Negeri Jambi pun segera memerintahkan seluruh warganya untuk mengungsi.
“Anakku! Ayo bersiap-siaplah! Kita harus pindah dari tempat ini untuk mencari tempat lain yang lebih aman,” ajak ayah Kelingking.
Mendengar ajakan ayahnya itu, Kelingking terdiam dan termenung sejenak. Ia berpikir mencari cara untuk mengusir Nenek Gergasi itu. Setelah menemukan caranya, Kelingking pun berkata kepada ayahnya, “Tidak, Ayah! Aku tidak mau pergi mengungsi.”
“Apakah kamu tidak takut ditelan oleh Nenek Gergasi itu?” tanya ayahnya.
“Ayah dan Emak jangan khawatir. Aku akan mengusir Nenek Gergasi itu dari negeri ini,” jawab si Kelingking.
“Bagaimana cara kamu mengusirnya, sedangkan tubuhmu kecil begitu?” tanya emaknya.
“Justru karena itulah, aku bisa mengusirnya,” jawab si Kelingking.
“Apa maksudmu, Anakku?” tanya emaknya bingung.
“Begini Ayah, Emak. Tubuhku ini hanya sebesar kelingking. Jadi, aku mudah bersembunyi dan tidak akan terlihat oleh hantu itu. Aku mohon kepada Ayah agar membuatkan aku lubang untuk tempat bersembunyi. Dari dalam lubang itu, aku akan menakut-nakuti hantu itu. Jika hantu itu telah mati, akan aku beritakan kepada Ayah dan Emak serta semua penduduk,” kata Kelingking.
Sang Ayah pun memenuhi permintaan Kelingking. Ia membuat sebuah lubang kecil di dekat tiang rumah paling depan. Setelah itu, ayah dan emak Kelingking pun berangkat mengungsi bersama warga lainnya. Maka tinggallah sendiri si Kelingking di dusun itu. Ia pun segera masuk ke dalam lubang untuk bersembunyi.
Ketika hari menjelang sore, Nenek Gergasi pun datang hendak memakan manusia. Alangkah marahnya ketika ia melihat kampung itu sangat sepi. Rumah-rumah penduduk tampak kosong. Begitu pula dengan kandang-kandang ternak.
“Hai, manusia, kambing, kerbau, dan ayam, di mana kalian? Aku datang ingin menelan kalian semua. Aku sudah lapar!” seru Nenek Gergasi dengan geram.
Kelingking yang mendengar teriakan itu pun menyahut dari dalam lubang.
“Aku di sini, Nenek Tua.”
Nenek Gergasi sangat heran mendengar suara manusia, tapi tidak kelihatan manusianya. Ia pun mencoba berteriak memanggil manusia. Betapa terkejutnya ia ketika teriakannya dijawab oleh sebuah suara yang lebih keras lagi. Hantu itu pun mulai ketakutan. Ia mengira ada manusia yang sangat sakti di kampung itu. Beberapa saat kemudian, si Kelingking menggertaknya dari dalam lubang persembunyiannya.
“Kemarilah Nenek Geragasi. Aku juga lapar. Dagingmu pasti enak dan lezat!”
Mendengar suara gertakan itu, Nenek Gergasi langsung lari tungganglanggang dan terjerumus ke dalam jurang dan mati seketika. Si Kelingking pun segera keluar dari dalam lubang tempat persembunyiannya. Dengan perasaan lega, ia pun segera menyampaikan berita gembira itu kepada kedua orangtuanya dan para warga, kemudian mengajak mereka kembali ke perkampungan untuk melaksanakan keseharian seperti biasanya. Mereka pun sangat kagum pada kesaktian Kelingking.
Berita tentang keberhasilan Kelingking mengusir Nenek Gergasi itu sampai ke telinga Raja. Kelingking pun dipanggil untuk segera menghadap sang Raja. Kelingking ditemani oleh ayah dan emaknya.
“Hai, Kelingking! Benarkah kamu yang telah mengusir Nenek Gergasi itu?” tanya sang Raja.
“Benar, Tuanku! Untuk apa hamba berbohong,” jawab si Kelingking sambil memberi hormat.
“Baiklah, Kelingking. Aku percaya pada omonganmu. Tapi, ingat! Jika hantu pemakan manusia itu datang lagi, maka tahu sendiri akibatnya. Kamu akan kujadikan makanan tikus putih peliharaan putriku,” ancam sang Raja.
“Ampun, Tuanku! Jika hamba terbukti berbohong, hamba siap menerima hukuman itu. Tapi, kalau hamba terbukti tidak berbohong, Tuanku berkenan mengangkat hamba menjadi Panglima di istana ini,” pinta Kelingking. Walaupun permintaan Kelingking itu sangatlah berat, sang Raja menyanggupinya dengan pertimbangan bahwa mengusir hantu Nenek Gergasi tidaklah mudah. Setelah itu, Kelingking bersama kedua orangtuanya memohon diri untuk kembali ke rumahnya. Dalam perjalanan pulang, ayah dan emaknya selalu dihantui rasa cemas dan takut kalau-kalau Nenek Gergasi kembali lagi. Hal itu berarti nyawa anaknya akan terancam. Sesampainya di rumah, mereka pun meminta kepada Kelingking agar menceritakan bagaimana ia berhasil mengusir hantu itu. Kelingking pun menceritakan semua peristiwa itu dari awal kedatangan hantu itu hingga lari tungganglanggang.
“Apakah kamu yakin Nenek Gergasi tidak akan kembali lagi ke sini?” tanya ayahnya.
Mendengar pertanyaan itu, Kelingking terdiam. Hatinya tiba-tiba dihinggapi rasa ragu. Jangan-jangan hantu itu kembali lagi. Rupanya, si Kelingking tidak mengetahui bahwa Nenek Gergasi itu telah mati karena terjerumus ke dalam jurang.
Seminggu telah berlalu, Nenek Gergasi tidak pernah muncul lagi. Namun, hal itu belum membuat hati Kelingking tenang. Suatu hari, ketika pulang dari ladang bersama ayahnya, ia menemukan mayat Nenek Gergasi di jurang. Maka yakinlah ia bahwa Nenek Gergasi telah mati dan tidak akan lagi mengganggu penduduk Negeri Jambi.
Keesokan harinya, Kelingking bersama kedua orangtuanya segera menghadap raja untuk membuktikan bahwa ia benar-benar tidak berbohong. Dengan kesaksian kedua orangtuanya, sang Raja pun percaya dan memenuhi janjinya, yakni mengangkat Kelingking menjadi Panglima.
Setelah beberapa bulan menjadi Panglima, Kelingking merasa perlu seorang pendamping hidup. Ia pun menyampaikan keinginannya itu kepada kedua orangtuanya. “Ayah, Emak! Kini aku sudah dewasa. Aku menginginkan seorang istri. Maukah Ayah dan Emak pergi melamar putri Raja yang cantik itu untukku?” pinta Kelingking. Alangkah terkejutnya kedua orangtuanya mendengar permintaan Kelingking itu. “Ah, kamu ini ada-ada saja Kelingking! Tidak mungkin Baginda Raja mau menerima lamaranmu. Awak kecil, selera gedang (besar),” sindir ayahnya.
“Tapi, kita belum mencobanya, Ayah! Siapa tahu sang Putri mau menerima lamaranku,” kata Kelingking.
Mulanya kedua orangtuanya enggan memenuhi permintaan Kelingking. Tapi, setelah didesak, akhirnya mereka pun terpaksa menghadap dan siap menerima caci maki dari Raja. Ternyata benar, ketika menghadap, mereka mendapat cacian dari Raja. “Dasar anakmu si Kelingking itu tidak tahu diuntung! Dikasih sejengkal, minta sedepa. Sudah diangkat menjadi Panglima, minta nikah pula!” bentak sang Raja.
Mendengar bentakan itu, kedua orangtua Kelingking tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka pun pulang tanpa membawa hasil. Mendengar berita itu, Kelingking tidak berputus asa. Ia meminta agar mereka kembali lagi menghadap Raja, namun hasilnya pun tetap nihil. Akhirnya, Kelingking memutuskan pergi menghadap bersama ibunya. Sesampainya di istana, mereka tetap disambut oleh keluarga istana. Sang Putri pun hadir dalam pertemuan itu. Kelingking menyampaikan langsung lamarannya kepada Raja.
“Ampun, Tuanku! Izinkanlah hamba menikahi putri Tuanku,” pinta Kelingking kepada sang Raja.
Mengetahui bahwa ayahandanya pasti akan marah kepada Kelingking, sang Putri pun mendahului ayahnya berbicara. “Ampun, Ayahanda! Perkenankanlah Ananda menerima lamaran si Kelingking. Ananda bersedia menerima Kelingking apa adanya,” sahut sang Putri.
“Nanti engkau menyesal, Putriku. Masih banyak pemuda sempurna dan gagah di negeri ini. Apa yang kamu harapkan dari pemuda sekecil Kelingking itu,” ujar sang Raja.
“Ampun, Ayahanda! Memang banyak pemuda gagah di negeri ini, tapi apa jasanya kepada kerajaan? Sementara si Kelingking, meskipun tubuhnya kecil, tapi ia telah berjasa mengusir dan membunuh hantu Nenek Gergasi,” tandas sang Putri.
Mendengar pernyataan putrinya, sang Raja tidak berkutik. Ia baru menyadari bahwa ternyata si Kelingking telah berjasa kepada kerajaan dan seluruh penduduk di negeri itu. Akhirnya, sang Raja pun menerima lamaran si Kelingking.
Seminggu kemudian. Pesta pernikahan Kelingking dengan sang Putri dilangsungkan selama tujuh hari tujuh malam dengan dimeriahkan oleh berbagai pertunjukan seni dan tari. Tamu undangan berdatangan dari berbagai penjuru Negeri. Dari kejauhan, tampak hanya sang Putri yang duduk sendirian di pelaminan. Si Kelingking tidak kelihatan karena tubuhnya terlalu kecil. Di antara tamu undangan, ada yang berbisik-bisik membicarakan tentang kedua mempelai tersebut. “Kenapa sang Putri mau menikah dengan si Kelingking? Bagaimana ia bisa mendapatkan keturunan, sementara suaminya hanya sebesar kelingking?” tanya seorang tamu undangan.
“Entahlah! Tapi, yang jelas, sang Putri menikah dengan si Kelingking bukan karena ingin mendapatkan keturunan, tapi ia ingin membalas jasa kepada si Kelingking,” jawab seorang tamu undangan lainnya.
Usai pesta pernikahan putrinya, sang Raja memberikan sebagian wilayah kekuasaannya, pasukan pengawal, dan tenaga kerja kepada si Kelingking untuk membangun kerajaan sendiri. Setelah istananya jadi, Kelingking bersama istrinya memimpin kerajaan kecil itu. Meski hidup dalam kemewahan, istri Kelingking tetap menderita batin, karena si Kelingking tidak pernah mengurus kerajaan dan sering pergi secara diam-diam tanpa memberitahukan istrinya. Namun, anehnya, setiap Kelingking pergi, tidak lama kemudian seorang pemuda gagah menunggang kuda putih datang ke kediaman istrinya.
“Ke mana suamimu si Kelingking?” tanya pemuda gagah itu.
“Suamiku sedang bepergian. Kamu siapa hai orang muda?” tanya sang Putri.
“Maaf, bolehkah saya masuk ke dalam?” pinta pemuda itu.
“Jangan, orang muda! Tidak baik menurut adat,” cegat sang Putri.
Pemuda itu pun tidak mau memaksakan kehendaknya. Dia pun berpamitan dan pergi entah ke mana. Melihat gelagat aneh pemuda itu, sang Putri pun mulai curiga. Pada malam berikutnya, ia berpura-pura tidur. Si Kelingking yang mengira istrinya sudah tidur pulas pergi secara diam-diam. Namun, ia tidak menyadari jika ternyata istrinya membututinya dari belakang. Sesampainya di tepi sungai, si Kelingking pun langsung membuka pakaian dan menyembunyikannya di balik semak-semak. Kemudian ia masuk berendam ke dalam sungai seraya berdoa kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Sebentar setelah membaca doa, tiba-tiba seorang pemuda gagah berkuda putih muncul dari dalam sungai. Alangkah, terkejutnya sang Putri menyaksikan peristiwa itu.
“Hai, bukankah pemuda itu yang sering datang menemuiku?” gumam sang Putri. Menyaksikan peristiwa itu, sadarlah sang Putri bahwa pemuda gagah itu adalah suaminya, si Kelingking. Dengan cepat, ia pun segera mengambil pakaian si Kelingking lalu membawanya pulang dan segera membakarnya. Tidak berapa lama setelah sang Putri berada di rumah, pemuda berkuda itu datang lagi menemuinya lalu berpamitan seperti biasanya. Namun, ketika sang Putri akan masuk ke dalam rumah, tiba-tiba pemuda gagah itu kembali lagi menemuinya.
“Maafkan Kanda, Istriku! Percayalah pada Kanda, Dinda! Kanda ini adalah si Kelingking. Kanda sudah tidak bisa lagi menjadi si Kelingking. Pakaian Kanda hilang di semak-semak. Selama ini Kanda hanya ingin menguji kesetiaan Dinda kepada Kanda. Ternyata, Dinda adalah istri yang setia kepada suami. Izinkanlah Kanda masuk, Dinda!” pinta pemuda gagah itu.
Dengan perasaan senang dan gembira, sang Putri pun mempersilahkan pemuda itu masuk ke dalam rumah, karena ia tahu bahwa pemuda gagah itu adalah suaminya, si Kelingking. Setelah itu, sang Putri pun bercerita kepada suaminya.
“Maafkan Dinda, Kanda! Dindalah yang mengambil pakaian Kanda di semak-semak dan sudah Dinda bakar. Dinda bermaksud melakukan semua ini karena Dinda ingin melihat Kanda seperti ini, gagah dan tampan,” kata sang Putri. Kelingking pun merasa senang melihat istrinya bahagia karena mempunyai suami yang gagah dan tampan. Akhirnya, mereka pun hidup bahagia. Si Kelingking memimpin negerinya dengan arif dan bijaksana, dan rakyatnya hidup damai dan sejahtera.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar