TUGAS
MENYELESAIKAN
LATIHAN I DAN II
Mata
Kuliah : Sastra Daerah Jambi
Dosen
Pengampu : Drs. Maizar Karim, M.Hum
Disusun
oleh:
Nama : Herti Gustina
NIM : A1B112005
Semester/Kelas : IIA
PENDIDIKAN
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU KEPENDIDIKAN
UNIVERSITAS
JAMBI
2013
Tugas dan Latihan I
1. Jelaskanlah,
apa yang dimaksud dengan sastra Melayu!
Jawaban:
Sastra
Melayu adalah sastra yang disampaikan dengan bahasa Melayu. Sastra melayu ini
merupakan produk kreativitas manusia Melayu dengan berbagai ragam bentuk
sastranya dan semua karya sastra tersebut, baik lisan maupun tulisan yang
digunakan, diselamatkan, disimpan, dipelihara oleh masyarakat Melayu dan
masyarakat lain yang mendukungnya. Sastra Melayu itu mencerminkan kreativitas
mental masyarakat Melayu yang diwujudkan dalam bentuk sastra, baik yang berupa
prosa, seperti hikayat, mite, legenda, dongeng maupun puisi, seperti syair, pantun,
pepatah-petitih, dan lain-lain.
2. Kenapa
kita perlu mempelajari sastra Melayu?
Jawaban:
Karena dalam naskah-naskah
sastra Melayu itu terdapat sumber yang dapat menambah wawasan dan pemahaman
atas sebagian warisan nenek moyang. Ia memiliki nilai yang sangat tinggi, yang
di dalamnya terkandung alam pikiran,
perasaan, adat istiadat, kepercayaan, dan sistem nilai masyarakat lampau.
3. Kemukakanlah
ciri-ciri sastra tradisional Melayu. Jelaskan perbedaan sastra rakyat dengan
sastra istana!
Jawaban:
Ciri-ciri sastra
tradisional Melayu yaitu sebagai berikut,
1) Disebarkan
dalam bentuk relatif, tetap pada kesempatan tertentu,
2) Penyebaran
atau pewarisannya melalui tutur kata dari mulut ke mulut,
3) Hadir
dalam variasi-variasi yang berbeda,
4) Bersifat
anonim (tidak diketahui siapa individu yang menciptakan),
5) Mempunyai
kegunaan dalam kehidupan bersama atau masyarakat.
6) Bersifat
pralogis.
Sastra rakyat yaitu sastra yang bersifat
lisan. Penyebarannya disampaikan melalui mulut ke mulut, dari satu generasi ke
generasi yang lain atau dari satu budaya ke budaya lain. Sedangakan sastra
istana yaitu sastra yang bersifat tulisan (naskah). Para pujangga dipanggil
oleh raja-raja datang ke keraton untuk menuliskan peristiwa-peristiwa di
sekitar keraton dan melahirkan cerita-cerita mitos.
4. Kemukakan
kedudukan dan peranan sastra Melayu dalam kehidupan masyarakat Indonesia!
Jawaban:
Kedudukan
sastra Melayu yaitu menjadi suatu gambaran pemikiran masyarakat Melayu, maka
dengan mengetahui gambaran tersebut, sastra Melayu menjadi alat saling
mengenal, menanamkan sikap saling pengertian antarsuku yang berbeda kepercayaan
maupun adat istiadatnya.
Peranan
dari sastra Melayu yakni sebagai: kekayaan budaya Melayu, kekayaan sastra
Indonesia, dan kekayaan budaya Indonesia; model apresiasi sastra; dasar
penciptaan; dasar komunikasi; sumbangan kepada ilmu sastra; dan sumbangan
kepada ilmu bahasa.
5. Diskusikan
dengan teman-teman Anda, apa perbedaan antara sastra tradisional Melayu dengan
sastra modern Indonesia!
Jawaban:
Sastra
tradisional Melayu yaitu sastra yang menggunakan bahasa Melayu. Sastra ini juga
menceritakan hal-hal yang terjadi pada masyarakat Melayu pada masa dahulu.
Sedangkan sastra modern Indonesia yaitu sastra yang menggunakan bahasa
Indonesia. Sastra ini menceritakan peristiwa-peristiwa yang terjadi di
Indonesia secara keseluruhan pada masa sekarang.
Tugas dan Latihan II
1. Jelaskanlah
perbedaan antara hikayat dengan mite!
Jawaban:
Hikayat
adalah cerita prosa yang menceritakan riwayat seorang tokoh yang dianggap
sebagai pahlawan atau orang berjasa pada masa dahulu. Hikayat bersifat fiksi
dan ditulis dengan huruf jawi. Sedangkan mite adalah cerita prosa rakyat yang
dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh yang mempunyai cerita.
Mite ditokohkan oleh para dewa. Peristiwanya terjadi di dunia lain atau di
dunia yang bukan seperti yang kita kenal sekarang dan terjadi pada masa lampau.
2. Analisislah
cerita “Riwayat Jambi”. Kemukakanlah hal-hal sebagai berikut:
a. Apakah
cerita “Riwayat Jambi” tergolong mite, legenda, atau dongeng? Jelaskan alasan
Anda!
Jawaban:
Cerita
“Riwayat Jambi” tergolong mite, karena merupakan sebuah prosa rakyat yang
dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh yang mempunyai cerita.
Cerita ini ditokohkan oleh raja muda yang kaya raya, tetapi belum berkeluarga.
Ia dapat membangun istana dalam waktu satu malam.
b. Adakah
pesan-pesan atau amanat di dalam cerita itu? Uraikan secara ringkas!
Jawaban:
Cerita
tersebut mengamanatkan bahwa walaupun mengalami kekalahan, kita harus tetap
menerima kekalahan seperti seorang raja pada cerita tersebut. Dia tetap
berlapang dada terhadap sikap putri yang Ia cintai. Dan sebagai manusia kita
hendaklah menepati janji yang telah kita buat serta jangan rakus terhadap
sesuatu yang dimiliki orang lain seperti putri Pinang Masak dalam cerita
tersebut. Ia terlalu rakus untuk menguasai Kerajaan yang dipimpin oleh baginda
dan melakukan cara yang licik untuk merebutnya. Pinang Masak juga tidak
menepati janji yang telah dia buat sendiri.
3. Buatlah
sebuah makalah mini dengan objek kajian cerita “Kitab Barincung” di bawah ini.
Makalah tersebut akan dipresentasikan di depan kelas.
Jawaban:
MAKALAH
KITAB BARINCUNG
Mata Kuliah : Sastra Daerah Jambi
Dosen Pengampu : Drs. Maizar Karim, M.Hum
Disusun
oleh:
Nama : Herti Gustina
NIM : A1B112005
Semester/Kelas : II/A
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA
INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
KEPENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2013
|
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT. yang mana kita masih diberikan
kesempatan untuk dapat menggali ilmu pengetahuan sebagai bekal dalam menghadapi
dunia modern yang terus melaju mengikuti arus perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Kemudian
ucapan terima kasih penulis haturkan kepada pihak-pihak yang telah membantu
dalam pembuatan makalah ini, baik berupa sarana dan prasarana maupun berupa
ide-ide atau gagasan-gagasan sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan
baik.
Adapun
makalah ini membahas tentang cerita rakyat yang berjudul “Kitab Barincung”.
Sebagai makhluk sastra dan makhluk budaya, kita hendaklah mengetahui karya
sastra yang terdapat di Indonesia pada umumnya dan sastra Melayu khususnya.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai sastra Melayu yang mengambil sampel
cerita rakyat “Kitab Barincung.”
Demikianlah
yang dapat penulis sampaikan, apabila ada kesalahan dan kekurangan penulis
mohon maaf. Kritik maupun saran dibuka
demi perbaikan makalah ini untuk selanjutnya.
Atas
perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.
Jambi,
_ Mei 2013
Penulis
i
|
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR.....................................................................................
i
BAB
I PENDAHULUAN...............................................................................
1
1.1
Latar Belakang...........................................................................................
1
1.2
Rumusan Masalah.......................................................................................
1
1.3
Tujuan dan
Manfaat Penulisan...................................................................
1
1.4
Tinjauan Pustaka.........................................................................................
2
BAB
II PEMBAHASAN................................................................................
3
2.1
Sinopsis cerita
Kitab Barincung................................................................
3
2.2
Cerita Kitab Barincung sebagai legenda..................................................
5
2.3
Amanat yang
terkandung dalam cerita Kitab Barincung..........................
7
BAB
III PENUTUP.........................................................................................
9
3.1
Kesimpulan................................................................................................
9
3.2
Saran..........................................................................................................
9
DAFTAR
PUSTAKA......................................................................................
10
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ada
banyak karya sastra yang lahir di Indonesia, salah satunya ialah Sastra Melayu.
Sastra Melayu ini lahir dan berkembang pada masyarakat Melayu baik dalam bentuk
tulisan maupun lisan yang dibudayakan dengan menceritakannya dari mulut ke mulut.
Karena sastra tersebut terus diceritakan sehingga cerita tersebut tidak hilang
dan terus membudaya di tengah masyarakat.
Sastra
Melayu digolongkan atas prosa dan puisi. Karya sastra yang berbentuk prosa ini
digolongkan lagi ke dalam mite, legenda, dan dongeng. Sedangkan karya sastra
berbentuk puisi digolongkan lagi ke dalam pepatah-petitih, pantun, seloka,
teka-teki, mantra, gurindam dan lain-lain.
Salah
satu karya sastra Melayu yang berbentuk prosa yaitu cerita rakyat yang berjudul
“Kitab Barincung.” Cerita Kitab barincung ini tergolong pada legenda. Ini perlu
untuk dibahas karena merupakan bagian dari aset negeri yang harus kita
budayakan agar karya sastra ini tidak hilang dimakan usia.
1.2 Rumusan Masalah
Agar
tidak terjadi penyimpangan atau kerancuan dalam makalah ini, maka dibuatlah
rumusan masalah sebagai batasan-batasan yang akan dibahas. Adapun rumusan
masalah pada makalah ini di antaranya sebagai berikut:
1. Sinopsis
cerita Kitab Barincung;
2. Cerita
Kitab Barincung sebagai legenda; dan
3. Amanat
dalam cerita Kitab Berincung.
1.3 Tujuan dan
Manfaat Penulisan
1
|
1.
Mengetahui
tentang cerita Kitab barincung;
2.
Memahami cerita
Kitab Barincung sebagai suatu legenda;
3.
Mengetahui
amanat yang terkandung dalam cerita Kitab Barincung.
1.4 Metode Penulisan
Metode yang
digunakan dalam penulisan makalah ini yaitu dengan telaah pustaka dan pencarian
ke media internet materi dan sumber yang dibahas dalam makalah ini.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Sinopsis Cerita
Kitab Barincung
Cerita
ini bermula dari pertemuan Syekh Haji Muhammad Arsyad Al Bandjani dengan seseorang
yang mengenakan baju palimbangan hitam dan celana hitam serta memakai laung
seperti pakaian orang Madura usai shalat Jumat di masjid Mekah. Syekh Haji
Muhammad Arsyad ini adalah orang Banjar yang telah lama berguru di Mekah dan
ketika bertemu dengan orang itu, dia sangat tertarik untuk mengenal orang
tersebut. Dalam beberapa Jumat Syekh Muhammad Arsyad selalu memperhatikannya di
masjid shalat berjamaah dengan baju yang sama. Yakinlah Syekh tersebut bahwa
dia adalah orang Banjar.
Pada
suatu hari di hari Jumat, Syekh Muhammad Arsyad menemuinya dan berkenalan
dengan orang tersebut. Syekh tersebut menanyakan siapa namanya dan darimana
asalnya. Ternyata benarlah dugaan Syekh Muhammad Arsyad bahwa dia berasal dari
Banjar dan orang-orang menamainya sebagai Datuk Sanggul. Syekh Muhammad Arsyad
kemudian bertanya lagi bagaimana dia bisa sampai di Mekah dan apa tujuan dia ke
tempat tersebut. Datuk Sanggul hanya menjawab bahwa dia ke Mekah hanya untuk
shalat Jumat berjamaah di Mekah dan dia hanya datang setiap Jumat saja. Syekh
Muhammad Arsyad tidak percaya terhadap apa yang dikatakan oleh Datuk Sanggul
dan dia merasa Datuk Sanggul ini mengada-ngada dan mungkin dia sudah tidak
waras.
3
|
Jumat
berikutnya Syekh Arsyad masih melihat Datuk Sanggul shalat di masjid. Mereka
sering bertemu dan semakin akrab. Syekh Arsyad pun penasaran ilmu apa yang
digunakan Datuk Sanggul hingga dapat pergi ke Mekah dalam waktu yang sangat
cepat. Datuk Sanggul pun mengatakan bahwa tidak ada mantra ataupun
bacaan-bacaan yang ia gunakan. Ia hanya menjaga keluar masuknya nafas. Dari amalannya
tersebutlah nama Datuk Sanggul tercipta.
Di
kampungnya Datuk Sanggul tidak pernah terlihat shalat di surau. Dia sering
menangkap ikan, burung, ataupun menjangan. Dia tau betul bagaimana mendapatkan
binatang-binatang tersebut. Setelah dapat, hasil tangkapannya tersebut
diberikan kepada warga dan oleh orang-orang masakan yang telah masak tersebut
dibagikannya kepada Datuk Sanggul beserta sebungkus nasi. Dari situlah Datuk
Sanggul bertahan hidup. Selain itu, Datuk Sanggul sangat piawai dalam membaca
alam.
Berbeda
dengan sahabatnya Syekh Muhammad Arsyad, Datuk Sanggul memiliki ilmu tersirat
yang langsung menjurus ke persoalannya ke Tuhan. Sedangkan Syekh Muhammad Arsyad
kealimannya ini berdasarkan Al-qur’an dan hadits. Pada hakikatnya kedua ilmu
ini tujuannya sama yaitu ilmu ketuhanan
Syekh
Muhammad Arsyad hanya mengajarkan ilmu yang berdasarkan Al-qur’an dan hadits
kepada murid-muridnya, sedangkan ilmu tersirat tidak diajarkannya karena dapat
menimbulkan kesesatan apabila salah menafsirkan. Syekh Muhammad Arsyad sangat
melarang murid-muridnya untuk mencari Kitab Incung karena sebenarnya Kitab Incung
itu tidak ada. Kitab itu adalah nama bagi ilmu yang dimiliki Datuk Sanggul yang
hanya orang-orang yang ilmunya sudah tinggilah yang bisa mendapatkan ilmu
tersebut.
4
|
2.2 Cerita Kitab Barincung sebagai Legenda
Legenda
adalah prosa rakyat yang mempunyai ciri-ciri yang mirip dengan mite, yaitu
dianggap pernah benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci. Tokoh dalam
legenda adalah manusia walaupun adakalanya mempunyai sifat luar biasa dan
seringkali juga dibantu oleh makhluk ajaib. Tempat peristiwa adalah dunia yang
seperti kita kenal kini karena waktu terjadinya belum terlalu lampau.
Dalam
wujud konkretnya, legenda dalam sastra Melayu mempunyai kekhasan sesuai dengan
kehidupan dan budaya masyarakatnya.
5
|
Para
pelaku dalam legenda dibayangkan sebagai pelaku yang betul-betul pernah hidup
pada masyarakat masa lalu. Mereka itu merupakan orang yang terkemuka, misalnya
Syekh Muhammad Arsyad yang menyebarkan agama Islam di Martapura (dalam legenda
Kitab Barincung). Pelaku lainnya juga merupakan orang terkemuka, yaitu tokoh
yang membangun kesejahteraan masyarakat. Misalnya, Datuk Sanggul suka berburu
di hutan atau menangkap ikan di sungai dan hasilnya diberikan kepada penduduk
kampung (dalam legenda Kitab Barincung). Perbuatan itu merupakan perbuatan
istimewa, yaitu perbuatan dengan usaha yang sungguh-sungguh dan penuh
pengorbanan, tetapi bukan perbuatan ajaib yang memerlukan kekuatan
supernatural.
Hubungan
sebuah peristiwa dengan peristiwa lainnya juga menunjukkan hubungan logis,
yaitu satu peristiwa menyebabkan timbulnya peristiwa lain. Akantetapi, di
tengah-tengah peristiwa biasa itu ada juga peristiwa luar biasa, misalnya
peristiwa Datuk Sanggul, penduduk Kalimantan yang setiap hari Jumat di Masjidil
Haram di Mekah. Hal itu dihubungkan dengan pelaku yang kemudian dianggap mempunyai
keramat (Kitab Incung).
Latar
cerita yang berupa tempat yang disebutkan namanya dan dapat diidentifikasi
adalah Sungai Tatakan (Banjar, Kalimantan), Martapura (Kalimantan), Palembang
(Sumatera), Pulau Peling, Pulau Banggai, Tanjung Batu (Palembang), dan lain-lain.
Selain itu terdapat pula tempat di luar Indonesia yang menjadi latar cerita,
yaitu Mekah dan Baghdad. Dua kota itu berhubungan erat dengan kehidupan umat
Islam, yaitu Mekah sebagai tanah suci dan Baghdad sebagai kota ilmu dan budaya.
6
|
Pelaku
dan perbuatan pelaku yang dibayangkan benar-benar terjadi menjadikan peristiwa
dalam legenda seolah-olah terjadi dalam ruang dan waktu yang sesungguhnya. Hal
itu sejalan pula dengan anggapan masyarakat pendukungnya yang mempercayai bahwa
pelaku dan perbuatan itu memang benar-benar ada dan mempengaruhi perilaku
mereka, misalnya berupa perbuatan menziarahi kuburan dan mengagungkan
peninggalan para pelaku itu.
Dalam
legenda “Kitab Barincung” diceritakan bahwa seorang bernama Syekh Muhammad
Arsyad Al Banjari Kalampayan Martapura belajar agama Islam di Mekah. Kemudian
ia menjadi ulama besar yang berpengaruh di kampung halamannya, Martapura. Tokoh
utama dalam legenda itu, Datuk Sanggul oleh masyarakat di kampungnya tidak
diketahui bahwa ia ahli beribadat sebab tidak pernah tampak salat di surau.
Akantetapi pada hari Jumat, ia meninggalkan kampungnya untuk shalat Jumat di
Mekah. Ia juga dihormati oleh Syekh Muhammad Arsyad sebagai orang yang memiliki
ilmu yang tinggi. Setelah meninggal, Datuk Sanggul dihormati oleh masyarakat.
Dalam
legenda-legenda Melayu tergambar kehidupan masyarakat pada masa lampau. Di
samping itu, tampak pula nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat, seperti
taat beribadah, tekun menuntut ilmu, suka tolong menolong, berlaku sopan
santun, bersikap tabah, rajin bekerja, membalas budi, serta bersikap adil dan
bijaksana.
2.3 Amanat dalam
Cerita Kitab Barincung
7
|
Amanat
sebuah karya sastra dapat ditentukan melalui pendekatan teori sastra (sejarah
sastra, angkatan, atau zaman) terciptanya karya sastra itu. Amanat
merupakan salah satu unsur intrinsik yang terdapat dalam karya sastra. Dalam
cerita Kitab Barincung terdapat amanat yang ditinggalkan oleh pengarang untuk
pembaca. Di dalam cerita tersebut mengamanatkan bahwa kita harus berbagi
terhadap rezeki yang kita dapatkan seperti yang dilakukan Datuk Sanggul. Dan
kita harus meneladani keimanan dari dua orang tokoh tersebut, yaitu Syekh
Muhammad Arsyad dan Datuk Sanggul.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Di
Indonesia terdapat banyak karya sastra, salah satunya adalah sastra Melayu.
Berdasarkan bentuknya, sastra Melayu dapat digolongkan atas prosa dan puisi.
Karya sastra prosa yang hidup di kalangan rakyat yang berupa lisan adalah mite,
legenda dan dongeng.
Cerita
Kitab Barincung merupakan sebuah legenda. Legenda adalah prosa rakyat yang
mempunyai ciri-ciri yang mirip dengan mite, yaitu dianggap pernah benar-benar
terjadi, tetapi tidak dianggap suci. Tokoh dalam legenda adalah manusia
walaupun adakalanya mempunyai sifat luar biasa dan seringkali juga dibantu oleh
makhluk ajaib. Tempat peristiwa adalah dunia yang seperti kita kenal kini
karena waktu terjadinya belum terlalu lampau. (Bascom, dalam Danandjaja,
1984:50)
Cerita
Kitab Barincung ini termasuk ke dalam legenda keagamaan, yaitu legenda orang-orang
suci, menceritakan kehidupan orang-orang saleh, para wali agama Islam, penyebar
agama Islam pada awal perkembangan Islam. Dalam hal ini yang diceritakan adalah
tokoh suci Datuk Sanggul dan Syekh H. Muhammad Arsyad Al Bandjani.
3.2 Saran
Cerita Kitab
Barincung merupakan karya sastra yang tergolong dalam legenda keagamaan. Cerita
ini hidup dan berkembang di masyarakat daerah. Hal ini patut untuk kita ketahui
sebagai masyarakat yang berbudaya dan bersastra. Dalam penyusunan makalah ini,
penulis menyadari banyak kekurangan dan kesalahan. Untuk itu kritik maupun
saran sangat diharapkan agar makalah ini menjadi lebih baik lagi.
9
|
DAFTAR
PUSTAKA
Karim, Maizar. 2005. Pengkajian Sastra Melayu. Jambi:
Departemen Pendidikan Nasional Universitas Jambi.
4. Pilihlah
satu buah dongeng yang Anda temukan dalam kehidupan keseharian Anda.
Ceritakanlah dongeng tersebut (mendongeng) seekspresif mungkin di depan kelas!
Jawaban:
Alkisah, di sebuah dusun di Negeri
Jambi, ada sepasang suami-istri yang miskin. Mereka sudah puluhan tahun membina
rumah tangga, namun belum dikaruniai anak. Segala usaha telah mereka lakukan
untuk mewujudkan keinginan mereka, namun belum juga membuahkan hasil. Sepasang
suami-istri itu benar-benar dilanda keputus asaan. Suatu ketika, dalam keadaan
putus asa mereka berdoa kepada Tuhan Yang Mahakuasa.
“Ya Tuhan Yang Maha Tahu segala yang
ada di dalam hati manusia. Telah lama kami menikah, tetapi belum juga
mendapatkan seorang anak. Karuniankanlah kepada kami seorang anak! Walaupun
hanya sebesar kelingking, kami akan rela menerimanya,” pinta sepasang
suami-istri itu.
Beberapa bulan kemudian, sang Istri
mengandung. Mulanya sang Suami tidak percaya akan hal itu, karena tidak ada
tanda-tanda kehamilan pada istrinya. Di samping karena umur istrinya sudah tua,
perut istrinya pun tidak terlihat ada perubahan. Meski demikian, sebagai
seorang wanita, sang Istri benar-benar yakin jika dirinya sedang hamil. Ia
merasakan ada sesuatu yang bergerak-gerak di dalam perutnya. Ia pun berusaha
meyakinkan suaminya dengan mengingatkan kembali pada doa yang telah diucapkan
dulu.
“Apakah Abang lupa pada doa Abang
dulu. Bukankah Abang pernah memohon kepada Tuhan Yang Mahakuasa agar diberikan
seorang anak walaupun sebesar kelingking?” tanya sang Istri mengingatkan.
Mendengar pernyataan itu, sang Suami
pun termenung dan mengingat-ingat kembali doa yang pernah dia ucapkan dulu. “O
iya, kamu benar, istriku! Sekarang Abang percaya bahwa kamu memang benar-benar
hamil. Pantas saja perutmu tidak kelihatan membesar, karena bayi di dalam
rahimmu hanya sebesar kelingking,” kata sang Suami sambil mengelus-elus perut
istrinya.
Waktu terus berjalan. Tak terasa
usia kandungan istrinya telah genap sembilan bulan. Pada suatu malam, sang
Istri benar-benar melahirkan seorang bayi laki-laki sebesar kelingking. Betapa
bahagianya sepasang suami-istri itu, karena telah memperoleh seorang anak yang
sudah lama mereka idam-idamkan. Mereka pun memberinya nama Kelingking. Mereka
mengasuhnya dengan penuh kasih sayang hingga menjadi dewasa. Hanya saja,
tubuhnya masih sebesar kelingking.
Pada suatu hari, Negeri Jambi
didatangi Nenek Gergasi. Ia adalah hantu pemakan manusia dan apa saja yang hidup.
Kedatangan Nenek Gergasi itu membuat penduduk Negeri Jambi menjadi resah,
termasuk keluarga Kelingking. Tak seorang pun warga yang berani pergi ke ladang
mencari nafkah. Melihat keadaan itu, Raja Negeri Jambi pun segera memerintahkan
seluruh warganya untuk mengungsi.
“Anakku! Ayo bersiap-siaplah! Kita
harus pindah dari tempat ini untuk mencari tempat lain yang lebih aman,” ajak
ayah Kelingking.
Mendengar ajakan ayahnya itu,
Kelingking terdiam dan termenung sejenak. Ia berpikir mencari cara untuk mengusir
Nenek Gergasi itu. Setelah menemukan caranya, Kelingking pun berkata kepada
ayahnya, “Tidak, Ayah! Aku tidak mau pergi mengungsi.”
“Apakah kamu tidak takut ditelan
oleh Nenek Gergasi itu?” tanya ayahnya.
“Ayah dan Emak jangan khawatir. Aku
akan mengusir Nenek Gergasi itu dari negeri ini,” jawab si Kelingking.
“Bagaimana cara kamu mengusirnya,
sedangkan tubuhmu kecil begitu?” tanya emaknya.
“Justru karena itulah, aku bisa
mengusirnya,” jawab si Kelingking.
“Apa maksudmu, Anakku?” tanya
emaknya bingung.
“Begini Ayah, Emak. Tubuhku ini
hanya sebesar kelingking. Jadi, aku mudah bersembunyi dan tidak akan terlihat
oleh hantu itu. Aku mohon kepada Ayah agar membuatkan aku lubang untuk tempat
bersembunyi. Dari dalam lubang itu, aku akan menakut-nakuti hantu itu. Jika
hantu itu telah mati, akan aku beritakan kepada Ayah dan Emak serta semua
penduduk,” kata Kelingking.
Sang Ayah pun memenuhi permintaan
Kelingking. Ia membuat sebuah lubang kecil di dekat tiang rumah paling depan.
Setelah itu, ayah dan emak Kelingking pun berangkat mengungsi bersama warga
lainnya. Maka tinggallah sendiri si Kelingking di dusun itu. Ia pun segera
masuk ke dalam lubang untuk bersembunyi.
Ketika hari menjelang sore, Nenek
Gergasi pun datang hendak memakan manusia. Alangkah marahnya ketika ia melihat
kampung itu sangat sepi. Rumah-rumah penduduk tampak kosong. Begitu pula dengan
kandang-kandang ternak.
“Hai, manusia, kambing, kerbau, dan
ayam, di mana kalian? Aku datang ingin menelan kalian semua. Aku sudah lapar!”
seru Nenek Gergasi dengan geram.
Kelingking yang mendengar teriakan
itu pun menyahut dari dalam lubang.
“Aku di sini, Nenek Tua.”
Nenek Gergasi sangat heran mendengar
suara manusia, tapi tidak kelihatan manusianya. Ia pun mencoba berteriak
memanggil manusia. Betapa terkejutnya ia ketika teriakannya dijawab oleh sebuah
suara yang lebih keras lagi. Hantu itu pun mulai ketakutan. Ia mengira ada
manusia yang sangat sakti di kampung itu. Beberapa saat kemudian, si Kelingking
menggertaknya dari dalam lubang persembunyiannya.
“Kemarilah Nenek Geragasi. Aku juga
lapar. Dagingmu pasti enak dan lezat!”
Mendengar suara gertakan itu, Nenek
Gergasi langsung lari tungganglanggang dan terjerumus ke dalam jurang dan mati
seketika. Si Kelingking pun segera keluar dari dalam lubang tempat persembunyiannya.
Dengan perasaan lega, ia pun segera menyampaikan berita gembira itu kepada
kedua orangtuanya dan para warga, kemudian mengajak mereka kembali ke
perkampungan untuk melaksanakan keseharian seperti biasanya. Mereka pun sangat
kagum pada kesaktian Kelingking.
Berita tentang keberhasilan
Kelingking mengusir Nenek Gergasi itu sampai ke telinga Raja. Kelingking pun
dipanggil untuk segera menghadap sang Raja. Kelingking ditemani oleh ayah dan
emaknya.
“Hai, Kelingking! Benarkah kamu yang
telah mengusir Nenek Gergasi itu?” tanya sang Raja.
“Benar, Tuanku! Untuk apa hamba
berbohong,” jawab si Kelingking sambil memberi hormat.
“Baiklah, Kelingking. Aku percaya
pada omonganmu. Tapi, ingat! Jika hantu pemakan manusia itu datang lagi, maka
tahu sendiri akibatnya. Kamu akan kujadikan makanan tikus putih peliharaan
putriku,” ancam sang Raja.
“Ampun, Tuanku! Jika hamba terbukti
berbohong, hamba siap menerima hukuman itu. Tapi, kalau hamba terbukti tidak
berbohong, Tuanku berkenan mengangkat hamba menjadi Panglima di istana ini,”
pinta Kelingking. Walaupun permintaan Kelingking itu sangatlah berat, sang Raja
menyanggupinya dengan pertimbangan bahwa mengusir hantu Nenek Gergasi tidaklah
mudah. Setelah itu, Kelingking bersama kedua orangtuanya memohon diri untuk kembali
ke rumahnya. Dalam perjalanan pulang, ayah dan emaknya selalu dihantui rasa
cemas dan takut kalau-kalau Nenek Gergasi kembali lagi. Hal itu berarti nyawa
anaknya akan terancam. Sesampainya di rumah, mereka pun meminta kepada
Kelingking agar menceritakan bagaimana ia berhasil mengusir hantu itu.
Kelingking pun menceritakan semua peristiwa itu dari awal kedatangan hantu itu
hingga lari tungganglanggang.
“Apakah kamu yakin Nenek Gergasi
tidak akan kembali lagi ke sini?” tanya ayahnya.
Mendengar pertanyaan itu, Kelingking
terdiam. Hatinya tiba-tiba dihinggapi rasa ragu. Jangan-jangan hantu itu
kembali lagi. Rupanya, si Kelingking tidak mengetahui bahwa Nenek Gergasi itu
telah mati karena terjerumus ke dalam jurang.
Seminggu telah berlalu, Nenek
Gergasi tidak pernah muncul lagi. Namun, hal itu belum membuat hati Kelingking
tenang. Suatu hari, ketika pulang dari ladang bersama ayahnya, ia menemukan
mayat Nenek Gergasi di jurang. Maka yakinlah ia bahwa Nenek Gergasi telah mati
dan tidak akan lagi mengganggu penduduk Negeri Jambi.
Keesokan harinya, Kelingking bersama
kedua orangtuanya segera menghadap raja untuk membuktikan bahwa ia benar-benar
tidak berbohong. Dengan kesaksian kedua orangtuanya, sang Raja pun percaya dan
memenuhi janjinya, yakni mengangkat Kelingking menjadi Panglima.
Setelah beberapa bulan menjadi
Panglima, Kelingking merasa perlu seorang pendamping hidup. Ia pun menyampaikan
keinginannya itu kepada kedua orangtuanya. “Ayah, Emak! Kini aku sudah dewasa.
Aku menginginkan seorang istri. Maukah Ayah dan Emak pergi melamar putri Raja
yang cantik itu untukku?” pinta Kelingking. Alangkah terkejutnya kedua
orangtuanya mendengar permintaan Kelingking itu. “Ah, kamu ini ada-ada saja
Kelingking! Tidak mungkin Baginda Raja mau menerima lamaranmu. Awak kecil,
selera gedang (besar),” sindir ayahnya.
“Tapi, kita belum mencobanya, Ayah!
Siapa tahu sang Putri mau menerima lamaranku,” kata Kelingking.
Mulanya kedua orangtuanya enggan
memenuhi permintaan Kelingking. Tapi, setelah didesak, akhirnya mereka pun terpaksa
menghadap dan siap menerima caci maki dari Raja. Ternyata benar, ketika
menghadap, mereka mendapat cacian dari Raja. “Dasar anakmu si Kelingking itu
tidak tahu diuntung! Dikasih sejengkal, minta sedepa. Sudah diangkat menjadi
Panglima, minta nikah pula!” bentak sang Raja.
Mendengar bentakan itu, kedua
orangtua Kelingking tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka pun pulang tanpa membawa
hasil. Mendengar berita itu, Kelingking tidak berputus asa. Ia meminta agar
mereka kembali lagi menghadap Raja, namun hasilnya pun tetap nihil. Akhirnya,
Kelingking memutuskan pergi menghadap bersama ibunya. Sesampainya di istana,
mereka tetap disambut oleh keluarga istana. Sang Putri pun hadir dalam
pertemuan itu. Kelingking menyampaikan langsung lamarannya kepada Raja.
“Ampun, Tuanku! Izinkanlah hamba
menikahi putri Tuanku,” pinta Kelingking kepada sang Raja.
Mengetahui bahwa ayahandanya pasti
akan marah kepada Kelingking, sang Putri pun mendahului ayahnya berbicara. “Ampun,
Ayahanda! Perkenankanlah Ananda menerima lamaran si Kelingking. Ananda bersedia
menerima Kelingking apa adanya,” sahut sang Putri.
“Nanti engkau menyesal, Putriku.
Masih banyak pemuda sempurna dan gagah di negeri ini. Apa yang kamu harapkan
dari pemuda sekecil Kelingking itu,” ujar sang Raja.
“Ampun, Ayahanda! Memang banyak
pemuda gagah di negeri ini, tapi apa jasanya kepada kerajaan? Sementara si
Kelingking, meskipun tubuhnya kecil, tapi ia telah berjasa mengusir dan
membunuh hantu Nenek Gergasi,” tandas sang Putri.
Mendengar pernyataan putrinya, sang
Raja tidak berkutik. Ia baru menyadari bahwa ternyata si Kelingking telah
berjasa kepada kerajaan dan seluruh penduduk di negeri itu. Akhirnya, sang Raja
pun menerima lamaran si Kelingking.
Seminggu kemudian. Pesta pernikahan
Kelingking dengan sang Putri dilangsungkan selama tujuh hari tujuh malam dengan
dimeriahkan oleh berbagai pertunjukan seni dan tari. Tamu undangan berdatangan
dari berbagai penjuru Negeri. Dari kejauhan, tampak hanya sang Putri yang duduk
sendirian di pelaminan. Si Kelingking tidak kelihatan karena tubuhnya terlalu
kecil. Di antara tamu undangan, ada yang berbisik-bisik membicarakan tentang
kedua mempelai tersebut. “Kenapa sang Putri mau menikah dengan si Kelingking?
Bagaimana ia bisa mendapatkan keturunan, sementara suaminya hanya sebesar
kelingking?” tanya seorang tamu undangan.
“Entahlah! Tapi, yang jelas, sang
Putri menikah dengan si Kelingking bukan karena ingin mendapatkan keturunan,
tapi ia ingin membalas jasa kepada si Kelingking,” jawab seorang tamu undangan
lainnya.
Usai pesta pernikahan putrinya, sang
Raja memberikan sebagian wilayah kekuasaannya, pasukan pengawal, dan tenaga
kerja kepada si Kelingking untuk membangun kerajaan sendiri. Setelah istananya
jadi, Kelingking bersama istrinya memimpin kerajaan kecil itu. Meski hidup dalam
kemewahan, istri Kelingking tetap menderita batin, karena si Kelingking tidak
pernah mengurus kerajaan dan sering pergi secara diam-diam tanpa memberitahukan
istrinya. Namun, anehnya, setiap Kelingking pergi, tidak lama kemudian seorang
pemuda gagah menunggang kuda putih datang ke kediaman istrinya.
“Ke mana suamimu si Kelingking?”
tanya pemuda gagah itu.
“Suamiku sedang bepergian. Kamu
siapa hai orang muda?” tanya sang Putri.
“Maaf, bolehkah saya masuk ke
dalam?” pinta pemuda itu.
“Jangan, orang muda! Tidak baik
menurut adat,” cegat sang Putri.
Pemuda itu pun tidak mau memaksakan
kehendaknya. Dia pun berpamitan dan pergi entah ke mana. Melihat gelagat aneh
pemuda itu, sang Putri pun mulai curiga. Pada malam berikutnya, ia berpura-pura
tidur. Si Kelingking yang mengira istrinya sudah tidur pulas pergi secara
diam-diam. Namun, ia tidak menyadari jika ternyata istrinya membututinya dari
belakang. Sesampainya di tepi sungai, si Kelingking pun langsung membuka
pakaian dan menyembunyikannya di balik semak-semak. Kemudian ia masuk berendam
ke dalam sungai seraya berdoa kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Sebentar setelah
membaca doa, tiba-tiba seorang pemuda gagah berkuda putih muncul dari dalam
sungai. Alangkah, terkejutnya sang Putri menyaksikan peristiwa itu.
“Hai, bukankah pemuda itu yang
sering datang menemuiku?” gumam sang Putri. Menyaksikan peristiwa itu, sadarlah
sang Putri bahwa pemuda gagah itu adalah suaminya, si Kelingking. Dengan cepat,
ia pun segera mengambil pakaian si Kelingking lalu membawanya pulang dan segera
membakarnya. Tidak berapa lama setelah sang Putri berada di rumah, pemuda
berkuda itu datang lagi menemuinya lalu berpamitan seperti biasanya. Namun,
ketika sang Putri akan masuk ke dalam rumah, tiba-tiba pemuda gagah itu kembali
lagi menemuinya.
“Maafkan Kanda, Istriku! Percayalah
pada Kanda, Dinda! Kanda ini adalah si Kelingking. Kanda sudah tidak bisa lagi
menjadi si Kelingking. Pakaian Kanda hilang di semak-semak. Selama ini Kanda
hanya ingin menguji kesetiaan Dinda kepada Kanda. Ternyata, Dinda adalah istri
yang setia kepada suami. Izinkanlah Kanda masuk, Dinda!” pinta pemuda gagah
itu.
Dengan perasaan senang dan gembira,
sang Putri pun mempersilahkan pemuda itu masuk ke dalam rumah, karena ia tahu
bahwa pemuda gagah itu adalah suaminya, si Kelingking. Setelah itu, sang Putri
pun bercerita kepada suaminya.
“Maafkan Dinda, Kanda! Dindalah yang
mengambil pakaian Kanda di semak-semak dan sudah Dinda bakar. Dinda bermaksud
melakukan semua ini karena Dinda ingin melihat Kanda seperti ini, gagah dan tampan,”
kata sang Putri. Kelingking pun merasa senang melihat istrinya bahagia karena
mempunyai suami yang gagah dan tampan. Akhirnya, mereka pun hidup bahagia. Si
Kelingking memimpin negerinya dengan arif dan bijaksana, dan rakyatnya hidup
damai dan sejahtera.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar