Sabtu, 17 Desember 2016

MENGIDENTIFIKASI KEINDAHAN, PEMADATAN, DAN KETIDAKLANGSUNGAN DI DALAM PUISI



UJIAN MID SEMESTER
MENGIDENTIFIKASIKAN KEINDAHAN, PEMADATAN
DAN KETIDAK LANGSUNGAN (EKSPRESI TIDAK LANGSUNG)
DI DALAM PUISI
Mata Kuliah           : Puisi
Dosen Pengampu   : Dr. Sudaryono, M.Pd

Disusun oleh:
Nama                     : Herti Gustina
NIM                      : A1B112005
Semester/Kelas      : II/A



PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU KEPENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2013



Sketsa, Saat Alif Bersanding Lam di Pelaminan Mim, Dimas Arika Mihardja, halaman 58.
SAAT ALIF BERSANDING LAM
DI PELAMINAN MIM

!
Allah
Allah Allah
Allah Allah Allah
dalam rupa Maha
menafasi segalanya
dan angin yang penuh
dalam kemasan keemasan
hingga bulan bulat sempurna
mencahaya di cerlang matahari
cair jadi embun netes di ujung daun
baur jadi satu larut dalam kelammalam
semua memisteri dalam chemistry Illahi
saat alif bersanding lam di pelaminan mim
semua memisteri dalam chemistry Illahi
baur jadi satu larut dalam kelammalam
cair jadi embun netes di ujung daun
mencahaya di cerlang matahari
hingga bulan bulat sempurna
dalam kemasan keemasan
dan angin yang penuh
menafasi segalanya
dalam rupa Maha
Allah Allah Allah
Allah Allah
Allah
!

1432 h

Pada dasarnya, hakikat sebuah puisi meliputi: keindahan, pemadatan dan ketidaklangsungan ekspresi atau ekspresi tidak langsung. Aspek keindahan pada puisi meliputi: gaya bunyi, gaya kata, gaya kalimat, dan wacana yang terwujud dalam tipografi puisi. Misalnya pada puisi di atas pada larik “dalam kemasan keemasan” yang memadu padankan bunyi “an” atau pada larik “ semua memisteri dalam chemistry Illahi”  yang merupakan keserasian bunyi “i”. Bait-bait puisi tersebut membentuk suatu tipografi puisi yang berbentuk segitiga yang mengandung makna bahwa kedudukan Allah yang paling utama atau paling tinggi karena Allah Maha Agung. Dan segala yang ada di semesta ini semua menyatu dalam satu sujud yaitu Allah Yang Maha Agung. Selain itu, bentuk tipogarafi segitiga tersebut membentuk suatu tingkatan tahta, yang mana tahta paling atas adalah milik Allah SWT dan alas dari segitiga tersebut adalah umatNya.
Aspek kedua dalam sebuah puisi yaitu pemadatan dimana penyair hanya menggunakan kata-kata inti atau dasar dengan meniadakan imbuhan, awalan dan akhiran. Hal ini sesuai dengan sifat puisi yang imajinatis dimana dalam satu diksi mencakup banyak makna seperi pada kata “Maha” yang merupakan pemadatan dari Maha Esa, Maha Kuasa, Maha Bijaksana dan lain sebagainya yang menunjukkan kesempurnaan wujud Allah SWT.
Aspek ketiga dalam puisi yaitu ketidaklangsungan ekspresi yang disebabkan oleh penggantian arti, penyimpangan arti dan penciptaan arti. Penggantian arti ini disebabkan oleh penggunaan bahasa kias. Seperti pada judul puisi di atas “Saat Alif Bersanding Lam di Pelaminan Mim” yang merupakan majas personifikasi. Alif dan Lam disandingkan bak sepasang kekasih di sebuah pelaminan. Jika kita identifikasikan, alif merupakan abjad pertama dalam bahasa Arab. Adam merupakan manusia pertama yang diciptakan oleh Allah SWT. maka Adam dilambangkan dengan alif. Adam yang tak tahan hidup sendiri kemudian dari tulang rusuknya Allah ciptakan Hawa sebagai pendamping hidupnya. Dan seiring dengan berjalannya waktu Adam dan Hawa dibuang ke bumi karena suatu kesalahan. Saat itulah misteri dimulai dan Adam-Hawa adalah pelaku utama yang memerankan misteri Illahi tersebut. Selain itu apabila kata per katanya dalam judul kita gabungkan, maka menjadi satu bait dalam Al-Qur’an yaitu aliflammim yang artinya Allah yang mengetahui maksud.
Selanjutnya pada bait pertama, Si Penyair menggunakan tanda seru (!) yang menggambarkan seseorang yang sedang menyeru dan letaknya pada bait paling awal mengisyaratkan kedudukan Allah yang paling utama, tidak ada satupun yang lebih tinggi derajatnya melainkan Dia. Dengan melihat bait selanjutnya dapat diketahui bahwa seseorang tersebut menyeru nama Allah yang kita sebut saja sedang bertasbih yakni pada bait ke-2, 3 dan 4.
Wujud dari kesempurnaan Allah diwakili dengan kata Maha pada bait ke-5. Kemudian Allah berikan kehidupan pada setiap makhlukNya sperti terdapat pada bait menafasi segalanya. Dan kata angin pada bait berikutnya merupakan simbol dari Oksigen yang selalu kita hirup. Angin selalu menempati ruang dimanapun kita berada. Angin tidak akan pernah ada habisnya walau dihirup oleh berjuta-juta makhluk yang menempati bumi ini. Inilah wujud dari kebesaran Allah SWT. yang tak mampu diampu oleh nalar manusia.
Kemudian kita dihidupkan dalam wadah bundar yang diisi kekayaan-kekayaan yang merupakan berkah yang diberikan untuk kita. Allah Maha Sempurna, Dia menciptakan apa yang ada di langit dan di bumi dengan amat sempurnanya. Kata kemasan di sini merupakan lambang dari bumi yang kita huni yang di dalamnya kita dibungkus dengan atmosfer yang menjaga kita dari sengatan matahari dan hantaman benda-benda angkasa yang bergentayangan di sekitar planet. Sedangkan keemasan merupakan kiasan dari bumi yang kaya sebagaimana kita menghargai emas dengan amat mahalnya, begitulah isi bumi yang kita miliki yang teramat kaya. Dan dalam bait hingga bulan bulat sempurna merupakan wujud keberhasilan Allah SWT dalam menciptakan alam semesta ini.
mencahaya di cerlang matahari dapat disepadankan dengan cahaya di atas cahaya, dimana Allah SWT merupakan sumber dari segala sumber yang ada di langit maupun di bumi. Menurut ilmu pengetahuan, matahari merupakan benda langit yang dapat memancarkan cahaya sendiri. Nah, bagaimana cahaya tersebut bisa timbul, jawabannya ada dalam chemistry Illahi. Pada bait ini terdapat majas metafora yang mana cahaya matahari disamakan dengan sifat Allah yang Maha memberi cahaya bagi makhlukNya.
Pada bait cair jadi embun netes di ujung daun terdapat unsur ambiguitas yang merupakan penyimpangan arti. Bait ini dapat ditafsirkan sebagai segala yang diciptakan oleh Allah itu tersebar menjadi sesuatu yang menyejukkan dan hanya segelintir orang yang dapat merasakan kesejukannya. Sifat benda cair yaitu merambat ke segala tempat, begitupun apa yang diciptakan Allah, menyebar ke seluruh bidang semesta. Embun memberi kesan yang sejuk yang dihadiahkan kepada segelintir makhlukNya yang bertakwa.
Aspek ketiga dari ketidaklangsungan ekspresi yaitu penciptaan arti yang disebabkan oleh pola persajakan, enjambemen, tipografi dan homologue (persejajaran baris).  Hal ini dapat dilihat pada bait baur jadi satu larut dalam kalammalam yang memberi kesan ketidakmampuan manusia melihat dan mengetahui segala rencana Allah begitupun pada bait semua memisteri dalam chemistry Illahi yang memberi arti bahwa segalanya tersebut sudah merupakan misteri Illahi. Kalammalam mengiaskan rahasia Allah. Dalam suasana malam yang kelam membuat mata kita tak mampu melihat apa-apa begitu juga rahasia Allah baik yang ada di langit maupun di bumi, baik yang akan terjadi hari ini maupun yang akan datang semuanya bercampur baur dalam misteri Illahi yang tak bisa diterjemahkan oleh akal pikiran manusia. Di dalam bait tersebut terdapat persejajaran bunyi “i” yang dapat diartikan bahwa dari hal yang terkecil sekalipun Allah Maha Mengetahui apa yang tidak diketahui manusia.
Saat alif bersanding lam di pelaminan mim, saat itulah misteri Allah dimulai. Segalanya menjadi suatu hal yang tak nampak yang hanya Allah yang mengetahui.
Bait selanjutnya, Si Penyair mengulang bait yang telah ada sebelumnya. Ini merupakan suatu ambiguitas yang mungkin Si Penyair menegaskan apa yang telah dijelaskan sebelumnya, namun dari pengulangan tersebut menciptakan tipografi puisi yang memiliki makna lain tentang kedudukan Allah. Tanda seru yang mengawali dan mengakhiri puisi tersebut merupakan kiasan dari kita hidup dari Allah dan akan kembali kepada Allah SWT. dan hidup maupun mati kita masih merupakan misteri Illahi.
Dari puisi di atas dapat disimpulkan bahwa di dunia ini terdapat banyak sekali misteri yang tak mampu diteliti oleh akal pikiran manusia, tak mampu dilihat oleh sepasang bola mata manusia, yang semuanya itu merupakan rahasia Illahi yang hanya Allah Yang Maha Tahu. Allah SWT. hanya memberikan petunjuk lewat kitabNya Al-Qur’an. Akantetapi hanya segelintir orang yang mampu menafsirkan setiap petunjuk yang dianugerahkanNya.
Allah SWT. merupakan sosok yang paling sempurna yang memberikan kehidupan dan penghidupan di alam semesta ini dengan segala isi yang mengisi langit dan bumi dalam keserasiannya, maka sudah sepantasnyalah kita bertasbih menyeru namaNya sebagai wujud syukur yang dapat mengukur keimanan kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar