Sabtu, 17 Desember 2016

METODE PENELITIAN FILOLOGI



MAKALAH
METODE PENELITIAN FILOLOGI

Mata Kuliah                : Filologi
Dosen Pengampu        : Drs. Maizar Karim, M.Hum

Disusun oleh:
Kelompok 8
1.      Herti Gustina             A1B112005
2.      Meri Asparina            A1B112031
3.      Herly Octa Saputra    A1B112037
Semester/Kelas            : III/A


PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU KEPENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2013


KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT. atas rahmat dan hiyadat yang telah Ia berikan sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.
Kemudian ucapan terima kasih kami haturkan kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, baik berupa sarana dan prasarana maupun berupa ide-ide atau gagasan-gagasan sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Makalah ini dibuat dalam rangka melengkapi tugas mata kuliah Filologi sebagai bahan diskusi mengenai Metode Penelitian Filologi. Selain itu, banyak naskah-naskah kuno yang dianggap perlu untuk kita ketahui dan kita pelajari. Namun, banyak di antara naskah-naskah tersebut yang telah rusak, hilang bahkan tidak bisa terbaca lagi. Untuk itu kita perlu mempelajari motode-metode dalam penelitian filologi.
Demikianlah yang dapat kami sampaikan, apabila ada kesalahan dan kekurangan kami mohon maaf. Kritik maupun saran kami buka demi perbaikan makalah ini untuk selanjutnya.
Atas perhatiannya kami haturkan ungkapan terima kasih.

_, Desember 2013
Penyusun

Kelompok 8

 
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................. 1
1.1  Latar Belakang.......................................................................................................... 1
1.2  Rumusan Masalah..................................................................................................... 1
1.3  Manfaat dan Tujuan Penulisan................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................. 3
2.1  Pencatatan dan Pengumpulan Naskah...................................................................... 3
2.2  Metode Kritik Teks................................................................................................... 3
2.3  Susunan Stema.......................................................................................................... 6
2.4  Rekontruksi Teks...................................................................................................... 7
BAB III PENUTUP....................................................................................................... 9
3.1  Kesimpulan............................................................................................................... 9
3.2  Saran......................................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... 10
 


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Di Indonesia pada saat ini terdapat banyak sekali tulisan-tulisan masa lampau, yaitu kurang dari 5000 naskah dengan 800 teks yang tersimpan dalam museum-museum dan perpustakaan-perpustakaan di berbagai negeri. Teks yang tersimpan di dalam naskah tersebut mengandung informasi lampau yang berkaitan dengan berbagai hal, seperti hukum, adat istiadat, sejarah, kehidupan sosial, obat-obatan, kehidupan beragama, filsafat, moral dan sebagainya.
Di antara naskah-naskah tersebut banyak ditemukan yang telah tidak utuh lagi, misalnya naskah tersebut telah rusak atau bahkan sudah tidak bisa terbaca lagi. Dalam hal ini berperanlah filologi yaitu ilmu yang mempelajari naskah-naskah kuno. Dalam meneliti naskah tersebut kita menggunakan metode-metode yang sesuai. Metode tersebut di antaranya: metode intuitif, metode objektif, metode gabungan, metode landasan, dan metode edisi naskah tunggal.
Langkah yang dilakukan dalam melakukan penelitian naskah yaitu, pertama mencatat dan mengumpulkan naskah, kemudian naskah tersebut diteliti dengan menggunakan metode yang sesuai dan untuk selanjutnya disusun stema, dan terakhir teks tersebut direkontruksi berdasarkan pengetahuan yang ada.

1.2  Rumusan Masalah
Agar tidak terjadi penyimpangan ataupun kerancuan terhadap makalah ini, maka penulis memberi batasan terhadap pembahasan dengan ruang lingkup berkisar judul yang tertera dalam makalah ini. Adapun rumusan makalah yang menjadi batasan dalam pembahasan makalah ini di antaranya:
1.      Bagaimana pencatatan dan pengumpulan naskah dilakukan dalam metode penelitian filologi?
2.      Apa-apa saja metode kritik teks dalam metode penelitian filologi?
3.      Bagaimana susunan stema dalam metode penelitian filologi?
4.      Bagaimana rekontruksi teks dalam penelitian filologi?

1.3  Manfaat dan Tujuan
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat memberi manfaat dan wawasan kepada pembaca maupun penulis tentang materi yang terdapat di dalamnya. Materi dalam makalah ini hendaknya menumbuhkan kesadaran kepada kita semua untuk menjaga naskah-naskah kuno agar tetap terjaga keutuhan dan keasliannya.
Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu agar baik pembaca maupun penulis dapat:
1.      Mengetahui pencatatan dan pengumpulan naskah dalam metode penelitian filologi;
2.      Mengetahui metode-metode kritik teks dalam metode penelitian filologi;
3.      Mengetahui susunan stema dalam metode filologi;
4.      Mengetahui rekontruksi teks dalam metode filologi.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Pencatatan dan Pengumpulan Naskah
Apabila kita telah menentukan untuk meneliti sesuatu naskah, maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah mencatat naskah dan teks cetakan yang berjudul sama atau berisi cerita yang sama, yang termuat dalam katalogus di berbagai perpustakaan, terutama di pusat-pusat studi Indonesia di seluruh dunia. Di samping itu, perlu dicari naskah-naskah yang mungkin masih tersimpan dalam koleksi perseorangan.
Untuk mendapat bahan penelitian yang lengkap guna penafsiran teks yang setepat-tepatnya dari berbagai segi, perlu pula dikumpulkan ulasan-ulasan mengenai teks naskah itu seluruhnya atau sebagian dalam karya-karya lain, nukilan teks dalam bunga rampai dan bila ada tradisi lisannya. Dalam hal yang terakhir ini, perlu dicari tukang-tukang cerita atau orang tua-tua yang masih segar menyimpan cerita-cerita itu dalam ingatannya. Cerita-cerita itu direkam dan kalau mungkin rekaman langsung ditranskripsi agar masih dapat ditanyakan segala sesuatu yang kurang jelas dari rekaman itu kepada tukang ceritanya. Pada dasarnya, tidak ada perbedaan antara naskah-naskah dan rekaman-rekaman itu, keduanya memerlukan ketelitian.
Ada kalanya naskah terdapat dalam jumlah lebih dari satu, tetapi dapat juga terjadi naskah itu satu-satunya saksi (codex unicus). Perbedaan jumlah ini menentukan penanganan naskah untuk suatu edisi.
Apabila teks terdapat dalam jumlah besar naskah maka perlu diadakan perbandingan seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Setelah diperoleh gambaran garis keturunan versi-versi dan naskah-naskah, tindakan selanjutnya adalah resensi atau pensahihan, yaitu penentuan arketip (naskah mula) berdasarkan perbandingan naskah yang termasuk satu stema (silsilah). Setelah itu dilakukan emendasi, yaitu pembetulan dalam arti mengembalikan teks kepada bentuk yang dipandang asli yang dilakukan melalui kritik teks.

2.2  Metode Kritik Teks
Berdasarkan edisi-edisi yang telah ada, dapat dicatat beberapa metode yang pernah diterapkan.
a.      Metode Intuitif
Oleh karena sejarah terjadinya teks dan penyalinan yang berulang kali, pada umumnya tradisi teks sangat beraneka ragam. Pada zaman humanisme, orang ingin mengetahui bentuk asli karya-karya klasik Yunani dan Romawi. Ketika itu metode ilmiah objektif belum dikembangkan. Orang bekerja secara intuitif, dengan cara mengambil naskah yang dianggap paling tua. Di tempat-tempat yang dipandang tidak betul atau tidak jelas, naskah itu diperbaiki berdasarkan naskah lain dengan memakai akal sehat, selera baik, dan pengetahuan luas. Metode ini disebut pula metode subjektif dan bertahan sampai abad ke-19.

b.      Metode Objektif
Pada tahun 1830-an, ahli filologi Jerman Lachmann dan kawan-kawan meneliti secara sistematis hubungan kekeluargaan antara naskah-naskah sebuah teks atas dasar perbandingan naskah yang mengandung kekhilafan bersama. Apabila dari sejumlah naskah ada beberapa naskah yang selalu mempunyai kesalahan yang sama pada tempat yang sama pula dapat disimpulkan bahwa naskah-naskah tersebut berasal dari satu sumber (yang hilang). Dengan memperhatikan kekeliruan-kekeliruan bersama dengan naskah tertentu, dapat ditentukan silsilah naskah. Sesudah itu, barulah dilakukan kritik teks yang sebenarnya. Metode objektif yang sampai kepada silsilah naskah disebut metode stema. Penerapan metode stema ini sangat penting karena pemilihan atas dasar subjektivitas selera baik dan akal sehat dapat dihindari.

c.       Metode Gabungan
Metode ini dipakai apabila nilai naskah menurut tafsiran filologi semuanya hampir sama. Perbedaan antarnaskah tidak besar. Walaupun ada perbedaan tetapi hal itu tidak mempengaruhi teks. Pada umumnya yang dipilih adalah bacaan mayoritas atas dasar perkiraan bahwa jumlah naskah yang banyak itu merupakan saksi bacaan yang betul. Dalam hal ada yang meragu-ragukan karena misalnya, jumlah naskah yang mewakili bacaan tertentu sama, dipakai pertimbangan lain, di antaranya kesesuaian dengan norma tata bahasa, jenis sastra, keutuhan cerita, faktor-faktor literer lain, dan latar belakang pada umumnya. Dengan metode ini, teks yang disunting merupakan teks baru yang merupakan gabungan bacaan dari semua naskah yang ada.

d.      Metode Landasan
Metode ini diterapkan apabila menurut tafsiran ada satu atau segolongan naskah yang unggul kualitasnya dibandingkan dengan naskah-naskah lain yang diperiksa dari sudut bahasa, kesastraan, sejarah, dan lain sebagainya sehingga dapat dinyatakan sebagai naskah yang mengandung paling banyak bacaan yang baik. Oleh karena itu, naskah itu dipandang paling baik untuk dijadikan landasan atau induk teks untuk edisi. Metode ini disebut juga metode induk atau metode legger (landasan).
Varian-variannya hanya dipakai sebagai pelengkap atau penunjang. Seperti halnya pada metode  atas dasar bacaan mayoritas, pada metode landasan ini pun varian-varian yang terdapat dalam  nasakah-naskah lain seversi dimuat dalam aparat kritik, yaitu perabot pembanding yang menyertai penyalinan suatu naskah.

e.       Metode Edisi Naskah Tunggal
Apabila hanya ada naskah tunggal dari suatu tradisi sehingga perbandingan tidak mungkin dilakukan, dapat ditempuh dua jalan.
Pertama, edisi diplomatik, yaitu menerbitkan atau naskah seteliti-telitinya tanpa mengadakan perubahan. Edisi diplomatik yang baik adalah hasil pembacaan yang teliti oleh seorang pembaca yang ahli dan berpengalaman. Dalam bentuknya yang paling sempurna, edisi diplomatik adalah naskah asli direproduksi fotografis. Hasil reproduksi fotografis itu disebut juga faksimile. Dapat juga penyunting membuat transliterasi setepat-tepatnya tanpa menambahkan sesuatu. Dari segi teoritis, metode ini paling murni karena tidak ada unsur campur tangan dari pihak editor. Namun, dari segi praktis kurang membantu pembaca.
Kedua, edisi standar/edisi kritik, yaitu menerbitkan naskah dengan membetulkan kesalahn-kesalahan kecil dan ketidakejagan, sedang ejaannya disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku. Diadakan pengelompokan kata, pembagian kalimat, digunakan huruf besar, pungtuasi, dan diberikan juga komentar mengenai kesalahan-kesalahan teks. Pembetulan yang tepat dilakukan atas dasar pemahaman yang sempurna sebagai hasil perbandingan dengan naskah-naskah sejenis dan sezaman. Semua perubahan yang diadakan dicatat di tempat yang khusus agar selalu dapat diperiksa dan diperbandingkan dengan bacaan naskah sehingga masih memungkinkan penafsiran lagi oleh pembaca. Segala usaha perbaikan harus disertai pertanggungjawaban dengan metode rujukan yang tepat.

2.3  Susunan Stema
Naskah-naskah yang diperbandingkan diberi nama dengan huruf besar Latin: A, B, C, D, dan seterusnya. Dalam hubungan kekeluragaan naskah-naskah ada naskah yang berkedudukan sebagai arketip atau induk dan ada yang sebagai hiperketip atau subinduk.
Arketip adalah nenek moyang naskah-naskah yang tersimpan, dapat dipandang sebagai pembagi persekutuan terbesar dari sumber-sumber tersimpan. Arketip membawahi naskah-naskah setradisi. Hiperketip adalah kepala keluarga naskah-naskah dan membawahi naskah-naskah seversi. Arketip kadang-kadang diberi nama dengan huruf Yunani omega dan hiperketip dinamakan alpha, beta, gamma.
Contoh metode stema yang sederhana tampak pada bagan berikut:
Otografi (teks yang ditulis oleh pengarang)

Arketip (omega)

Hiparketip (alpha)                                           hiparketip (beta)
x                                                                                              y

                   A                            B                                                    C                              D

Bagan di atas menggambarkan garis keturunan dari atas ke bawah, dari nenek moyang naskah kepada keturunannya. Bagan tersebut dapat dibalik apabila kita ingin menggambarkan prosedur penanganan naskah dari sejumlah naskah melalui pengelompokkan dan perbandingan sampai kepada arketip.
Sudah barang tentu metode stema hanya dapat diterapkan apabila teks disalin satu demi satu dari atas ke bawah, dari contoh ke salinan. Penurunan semacam ini berlangsung secara “vertikal”, artinya menurut satu garis keturunan (tradisi tertutup). Ada kalanya seorang penyalin menemui kesulitan dalam menghadapi kesalahan-kesalahan yang terdapat dalam teks sehingga ia berusaha mendapatkan yang paling baik dengan memakai lebih dari satu naskah dalam salinan. Dengan demikian, terjadi penularan secara “horisontal” antara beberapa naskah atau terjadi perbauran antara beberapa tradisi naskah yang disebut kontaminasi. Hubungan antarnaskah bertambah rumit apabila si pengarang sendiri sudah membuat perubahan dalam teks setelah teks itu selesai disalin. Dengan demikian, terjadi pencampuran yang mengakibatkan timbulnya versi baru. Penurunan naskah yang tidak terbatas pada satu garis keturunan saja disebut tradisi terbuka.
Metode stema tidak bebas dari berbagai masalah dan keberatan. Sebagai contoh disebutkan beberapa di antaranya sebagai berikut:
1)      Metode ini pada dasarnya berdasarkan pilihan antara bacaan yang benar dan salah. Dalam prakteknya, sulit menentukan pilihan itu.
2)      Pilihan antara dua hiparketip sering juga tidak mungkin karena keduanya dianggap baik.
3)      Dua anggota dari satu hiparketip mungkin mewakili dialeg atau tahap bahasa yang berbeda sehingga penyunting menghadapi pilihan antara stema homogenitas dialeg atau tahap bahasa.
4)      Masalah kontaminasi atau pembauran dua tradisi akibat tradisi terbuka.
5)      Teks asli juga sering dipersoalkan; mungkin tidak pernah ada satu versi asli karena dari permulaan sudah ada variasi teks.
6)      Hubungan antara tradisi lisan dan tradisi naskah tulisan tangan di Indonesia perlu diperhatikan, mana yang lebih asli dan otentik karena ada interaksi yang kuat antara keduanya.

2.4  Rekontruksi Teks
Setelah tersusun stema, teks direkontruksi secara bertahap sambil melakukan emendasi. Berdasarkan pengertian bahwa salah satu bacaan salah, maka yang salah ini dibetulkan menurut bacaan yang benar, yang terdapat dalam naskah-naskah lain. Apabila terdapat perbedaan bacaan dalam jumlah naskah yang sama sehingga tidak ada bacaan mayoritas yang dianggap benar, pembetulan dilakukan berdasarkan pengetahuan dari sumber lain sehingga bacaan yang satu dibetulkan dengan mengikuti bacaan yang lain.
Bacaan yang terdapat dalam semua naskah dianggap sebagai bacaan arketip. Akantetapi, bacaan boleh dibetulkan berdasarkan pengetahuan dari sumber lain supaya mendekati bacaan asli yang hipotesis. Teks yang sudah sirekontruksi atau dipugar dipandang paling dekat dengan teks yang ditulis pengarang.

BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Metode penelitian filologi meliputi: pencatatan dan pengumpulan naskah, menerapkan metode-metode kritik teks, menyusun stema, dan selanjutnya direkontruksi sesuai dengan pengetahuan dari sumber lain supaya mendekati bacaan yang asli.
Dalam meneliti suatu naskah, maka langkah awal yang perlu dilakukan adalah mencatat dan menyusun teks yang mempunyai judul atau isi yang sama. Selanjutnya naskah tersebut diteliti dengan menggunakan metode kritik teks. Metode kritik teks meliputi: metode intuitif, metode objektif, metode gabungan, metode landasan, dan metode edisi naskah tunggal.
Kemudian dari naskah-naskah yang telah diteliti tersebut disusun sebuah stema. Dalam hubungan kekeluargaan naskah-naskah ada yang berkedudukan sebagai arketip atau induk dan hiparketip atau subinduk. Setelah itu dari stema tersebut teks direkontruksi secara bertahap sambil melakukan emendensi hingga dihasilkan teks baru yang mendekati teks aslinya.

3.2  Saran
Dalam makalah ini, penulis telah memaparkan beberapa pembahasan mengenai judul tersebut. Akantetapi penulis menyadari akan banyaknya kekurangan baik dalam penulisan maupun dalam penyusunan makalah ini. Untuk itu, kritik maupun saran sangat diharapkan agar makalah ini menjadi lebih baik lagi. Harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi pembaca maupun penulis pribadi.

DAFTAR PUSTAKA
Baried, Siti Baroroh, dkk. 1994. Pengantar Teori Filologi. Yogyakarta: Badan Penelitian dan Publikasi Fakultas (BPPF) Seksi Filologi, Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar