MAKALAH
METODE PENELITIAN FILOLOGI
Mata Kuliah : Filologi
Dosen
Pengampu : Drs. Maizar Karim, M.Hum
Disusun
oleh:
Kelompok
8
1. Herti
Gustina A1B112005
2. Meri
Asparina A1B112031
3. Herly
Octa Saputra A1B112037
Semester/Kelas : III/A
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA
INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
KEPENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2013
KATA PENGANTAR
Puji
syukur ke hadirat Allah SWT. atas rahmat dan hiyadat yang telah Ia berikan
sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.
Kemudian
ucapan terima kasih kami haturkan kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini, baik berupa sarana dan prasarana maupun berupa ide-ide
atau gagasan-gagasan sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Makalah
ini dibuat dalam rangka melengkapi tugas mata kuliah Filologi sebagai bahan
diskusi mengenai Metode Penelitian Filologi. Selain itu, banyak naskah-naskah
kuno yang dianggap perlu untuk kita ketahui dan kita pelajari. Namun, banyak di
antara naskah-naskah tersebut yang telah rusak, hilang bahkan tidak bisa
terbaca lagi. Untuk itu kita perlu mempelajari motode-metode dalam penelitian
filologi.
Demikianlah
yang dapat kami sampaikan, apabila ada kesalahan dan kekurangan kami mohon
maaf. Kritik maupun saran kami buka demi perbaikan makalah ini untuk
selanjutnya.
Atas
perhatiannya kami haturkan ungkapan terima kasih.
_,
Desember 2013
Penyusun
Kelompok 8
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR...................................................................................................
i
BAB
I PENDAHULUAN.............................................................................................
1
1.1
Latar Belakang..........................................................................................................
1
1.2
Rumusan Masalah.....................................................................................................
1
1.3
Manfaat dan
Tujuan Penulisan.................................................................................
2
BAB
II PEMBAHASAN..............................................................................................
3
2.1
Pencatatan dan
Pengumpulan Naskah......................................................................
3
2.2
Metode Kritik
Teks...................................................................................................
3
2.3
Susunan Stema..........................................................................................................
6
2.4
Rekontruksi Teks......................................................................................................
7
BAB
III PENUTUP.......................................................................................................
9
3.1
Kesimpulan...............................................................................................................
9
3.2
Saran.........................................................................................................................
9
DAFTAR
PUSTAKA.................................................................................................... 10
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di
Indonesia pada saat ini terdapat banyak sekali tulisan-tulisan masa lampau,
yaitu kurang dari 5000 naskah dengan 800 teks yang tersimpan dalam
museum-museum dan perpustakaan-perpustakaan di berbagai negeri. Teks yang tersimpan
di dalam naskah tersebut mengandung informasi lampau yang berkaitan dengan
berbagai hal, seperti hukum, adat istiadat, sejarah, kehidupan sosial,
obat-obatan, kehidupan beragama, filsafat, moral dan sebagainya.
Di
antara naskah-naskah tersebut banyak ditemukan yang telah tidak utuh lagi,
misalnya naskah tersebut telah rusak atau bahkan sudah tidak bisa terbaca lagi.
Dalam hal ini berperanlah filologi yaitu ilmu yang mempelajari naskah-naskah
kuno. Dalam meneliti naskah tersebut kita menggunakan metode-metode yang
sesuai. Metode tersebut di antaranya: metode intuitif, metode objektif, metode
gabungan, metode landasan, dan metode edisi naskah tunggal.
Langkah
yang dilakukan dalam melakukan penelitian naskah yaitu, pertama mencatat dan
mengumpulkan naskah, kemudian naskah tersebut diteliti dengan menggunakan
metode yang sesuai dan untuk selanjutnya disusun stema, dan terakhir teks
tersebut direkontruksi berdasarkan pengetahuan yang ada.
1.2 Rumusan Masalah
Agar
tidak terjadi penyimpangan ataupun kerancuan terhadap makalah ini, maka penulis
memberi batasan terhadap pembahasan dengan ruang lingkup berkisar judul yang
tertera dalam makalah ini. Adapun rumusan makalah yang menjadi batasan dalam
pembahasan makalah ini di antaranya:
1. Bagaimana
pencatatan dan pengumpulan naskah dilakukan dalam metode penelitian filologi?
2. Apa-apa
saja metode kritik teks dalam metode penelitian filologi?
3. Bagaimana
susunan stema dalam metode penelitian filologi?
4. Bagaimana
rekontruksi teks dalam penelitian filologi?
1.3 Manfaat dan Tujuan
Dengan
adanya makalah ini diharapkan dapat memberi manfaat dan wawasan kepada pembaca
maupun penulis tentang materi yang terdapat di dalamnya. Materi dalam makalah
ini hendaknya menumbuhkan kesadaran kepada kita semua untuk menjaga
naskah-naskah kuno agar tetap terjaga keutuhan dan keasliannya.
Adapun
tujuan penulisan makalah ini yaitu agar baik pembaca maupun penulis dapat:
1. Mengetahui
pencatatan dan pengumpulan naskah dalam metode penelitian filologi;
2. Mengetahui
metode-metode kritik teks dalam metode penelitian filologi;
3. Mengetahui
susunan stema dalam metode filologi;
4. Mengetahui
rekontruksi teks dalam metode filologi.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pencatatan dan
Pengumpulan Naskah
Apabila
kita telah menentukan untuk meneliti sesuatu naskah, maka langkah pertama yang
harus dilakukan adalah mencatat naskah dan teks cetakan yang berjudul sama atau
berisi cerita yang sama, yang termuat dalam katalogus di berbagai perpustakaan,
terutama di pusat-pusat studi Indonesia di seluruh dunia. Di samping itu, perlu
dicari naskah-naskah yang mungkin masih tersimpan dalam koleksi perseorangan.
Untuk
mendapat bahan penelitian yang lengkap guna penafsiran teks yang
setepat-tepatnya dari berbagai segi, perlu pula dikumpulkan ulasan-ulasan
mengenai teks naskah itu seluruhnya atau sebagian dalam karya-karya lain,
nukilan teks dalam bunga rampai dan bila ada tradisi lisannya. Dalam hal yang
terakhir ini, perlu dicari tukang-tukang cerita atau orang tua-tua yang masih
segar menyimpan cerita-cerita itu dalam ingatannya. Cerita-cerita itu direkam
dan kalau mungkin rekaman langsung ditranskripsi agar masih dapat ditanyakan
segala sesuatu yang kurang jelas dari rekaman itu kepada tukang ceritanya. Pada
dasarnya, tidak ada perbedaan antara naskah-naskah dan rekaman-rekaman itu,
keduanya memerlukan ketelitian.
Ada
kalanya naskah terdapat dalam jumlah lebih dari satu, tetapi dapat juga terjadi
naskah itu satu-satunya saksi (codex
unicus). Perbedaan jumlah ini menentukan penanganan naskah untuk suatu
edisi.
Apabila
teks terdapat dalam jumlah besar naskah maka perlu diadakan perbandingan
seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Setelah diperoleh gambaran garis
keturunan versi-versi dan naskah-naskah, tindakan selanjutnya adalah resensi
atau pensahihan, yaitu penentuan arketip (naskah mula) berdasarkan perbandingan
naskah yang termasuk satu stema (silsilah). Setelah itu dilakukan emendasi,
yaitu pembetulan dalam arti mengembalikan teks kepada bentuk yang dipandang
asli yang dilakukan melalui kritik teks.
2.2 Metode Kritik
Teks
Berdasarkan
edisi-edisi yang telah ada, dapat dicatat beberapa metode yang pernah
diterapkan.
a.
Metode
Intuitif
Oleh
karena sejarah terjadinya teks dan penyalinan yang berulang kali, pada umumnya
tradisi teks sangat beraneka ragam. Pada zaman humanisme, orang ingin mengetahui
bentuk asli karya-karya klasik Yunani dan Romawi. Ketika itu metode ilmiah
objektif belum dikembangkan. Orang bekerja secara intuitif, dengan cara
mengambil naskah yang dianggap paling tua. Di tempat-tempat yang dipandang
tidak betul atau tidak jelas, naskah itu diperbaiki berdasarkan naskah lain
dengan memakai akal sehat, selera baik, dan pengetahuan luas. Metode ini
disebut pula metode subjektif dan bertahan sampai abad ke-19.
b.
Metode
Objektif
Pada
tahun 1830-an, ahli filologi Jerman Lachmann dan kawan-kawan meneliti secara
sistematis hubungan kekeluargaan antara naskah-naskah sebuah teks atas dasar
perbandingan naskah yang mengandung kekhilafan bersama. Apabila dari sejumlah
naskah ada beberapa naskah yang selalu mempunyai kesalahan yang sama pada
tempat yang sama pula dapat disimpulkan bahwa naskah-naskah tersebut berasal
dari satu sumber (yang hilang). Dengan memperhatikan kekeliruan-kekeliruan
bersama dengan naskah tertentu, dapat ditentukan silsilah naskah. Sesudah itu,
barulah dilakukan kritik teks yang sebenarnya. Metode objektif yang sampai
kepada silsilah naskah disebut metode stema. Penerapan metode stema ini sangat
penting karena pemilihan atas dasar subjektivitas selera baik dan akal sehat
dapat dihindari.
c.
Metode
Gabungan
Metode
ini dipakai apabila nilai naskah menurut tafsiran filologi semuanya hampir
sama. Perbedaan antarnaskah tidak besar. Walaupun ada perbedaan tetapi hal itu
tidak mempengaruhi teks. Pada umumnya yang dipilih adalah bacaan mayoritas atas
dasar perkiraan bahwa jumlah naskah yang banyak itu merupakan saksi bacaan yang
betul. Dalam hal ada yang meragu-ragukan karena misalnya, jumlah naskah yang
mewakili bacaan tertentu sama, dipakai pertimbangan lain, di antaranya
kesesuaian dengan norma tata bahasa, jenis sastra, keutuhan cerita,
faktor-faktor literer lain, dan latar belakang pada umumnya. Dengan metode ini,
teks yang disunting merupakan teks baru yang merupakan gabungan bacaan dari
semua naskah yang ada.
d.
Metode
Landasan
Metode
ini diterapkan apabila menurut tafsiran ada satu atau segolongan naskah yang
unggul kualitasnya dibandingkan dengan naskah-naskah lain yang diperiksa dari
sudut bahasa, kesastraan, sejarah, dan lain sebagainya sehingga dapat
dinyatakan sebagai naskah yang mengandung paling banyak bacaan yang baik. Oleh
karena itu, naskah itu dipandang paling baik untuk dijadikan landasan atau
induk teks untuk edisi. Metode ini disebut juga metode induk atau metode legger (landasan).
Varian-variannya
hanya dipakai sebagai pelengkap atau penunjang. Seperti halnya pada metode atas dasar bacaan mayoritas, pada metode
landasan ini pun varian-varian yang terdapat dalam nasakah-naskah lain seversi dimuat dalam
aparat kritik, yaitu perabot pembanding yang menyertai penyalinan suatu naskah.
e.
Metode
Edisi Naskah Tunggal
Apabila
hanya ada naskah tunggal dari suatu tradisi sehingga perbandingan tidak mungkin
dilakukan, dapat ditempuh dua jalan.
Pertama,
edisi diplomatik, yaitu menerbitkan atau naskah seteliti-telitinya tanpa
mengadakan perubahan. Edisi diplomatik yang baik adalah hasil pembacaan yang
teliti oleh seorang pembaca yang ahli dan berpengalaman. Dalam bentuknya yang
paling sempurna, edisi diplomatik adalah naskah asli direproduksi fotografis.
Hasil reproduksi fotografis itu disebut juga faksimile. Dapat juga penyunting
membuat transliterasi setepat-tepatnya tanpa menambahkan sesuatu. Dari segi
teoritis, metode ini paling murni karena tidak ada unsur campur tangan dari
pihak editor. Namun, dari segi praktis kurang membantu pembaca.
Kedua,
edisi standar/edisi kritik, yaitu menerbitkan naskah dengan membetulkan
kesalahn-kesalahan kecil dan ketidakejagan, sedang ejaannya disesuaikan dengan
ketentuan yang berlaku. Diadakan pengelompokan kata, pembagian kalimat,
digunakan huruf besar, pungtuasi, dan diberikan juga komentar mengenai
kesalahan-kesalahan teks. Pembetulan yang tepat dilakukan atas dasar pemahaman
yang sempurna sebagai hasil perbandingan dengan naskah-naskah sejenis dan
sezaman. Semua perubahan yang diadakan dicatat di tempat yang khusus agar selalu
dapat diperiksa dan diperbandingkan dengan bacaan naskah sehingga masih
memungkinkan penafsiran lagi oleh pembaca. Segala usaha perbaikan harus
disertai pertanggungjawaban dengan metode rujukan yang tepat.
2.3 Susunan Stema
Naskah-naskah
yang diperbandingkan diberi nama dengan huruf besar Latin: A, B, C, D, dan
seterusnya. Dalam hubungan kekeluragaan naskah-naskah ada naskah yang
berkedudukan sebagai arketip atau induk dan ada yang sebagai hiperketip atau
subinduk.
Arketip
adalah nenek moyang naskah-naskah yang tersimpan, dapat dipandang sebagai
pembagi persekutuan terbesar dari sumber-sumber tersimpan. Arketip membawahi
naskah-naskah setradisi. Hiperketip adalah kepala keluarga naskah-naskah dan
membawahi naskah-naskah seversi. Arketip kadang-kadang diberi nama dengan huruf
Yunani omega dan hiperketip dinamakan
alpha, beta, gamma.
Contoh metode stema yang sederhana tampak pada bagan
berikut:
Otografi
(teks yang ditulis oleh pengarang)
Arketip (omega)
Hiparketip (alpha) hiparketip
(beta)
x y
A B C D
Bagan di atas menggambarkan garis
keturunan dari atas ke bawah, dari nenek moyang naskah kepada keturunannya.
Bagan tersebut dapat dibalik apabila kita ingin menggambarkan prosedur penanganan
naskah dari sejumlah naskah melalui pengelompokkan dan perbandingan sampai
kepada arketip.
Sudah barang tentu metode stema hanya
dapat diterapkan apabila teks disalin satu demi satu dari atas ke bawah, dari
contoh ke salinan. Penurunan semacam ini berlangsung secara “vertikal”, artinya
menurut satu garis keturunan (tradisi tertutup). Ada kalanya seorang penyalin
menemui kesulitan dalam menghadapi kesalahan-kesalahan yang terdapat dalam teks
sehingga ia berusaha mendapatkan yang paling baik dengan memakai lebih dari
satu naskah dalam salinan. Dengan demikian, terjadi penularan secara
“horisontal” antara beberapa naskah atau terjadi perbauran antara beberapa
tradisi naskah yang disebut kontaminasi. Hubungan antarnaskah bertambah rumit
apabila si pengarang sendiri sudah membuat perubahan dalam teks setelah teks
itu selesai disalin. Dengan demikian, terjadi pencampuran yang mengakibatkan
timbulnya versi baru. Penurunan naskah yang tidak terbatas pada satu garis
keturunan saja disebut tradisi terbuka.
Metode stema tidak bebas dari berbagai
masalah dan keberatan. Sebagai contoh disebutkan beberapa di antaranya sebagai
berikut:
1) Metode
ini pada dasarnya berdasarkan pilihan antara bacaan yang benar dan salah. Dalam
prakteknya, sulit menentukan pilihan itu.
2) Pilihan
antara dua hiparketip sering juga tidak mungkin karena keduanya dianggap baik.
3) Dua
anggota dari satu hiparketip mungkin mewakili dialeg atau tahap bahasa yang
berbeda sehingga penyunting menghadapi pilihan antara stema homogenitas dialeg
atau tahap bahasa.
4) Masalah
kontaminasi atau pembauran dua tradisi akibat tradisi terbuka.
5) Teks
asli juga sering dipersoalkan; mungkin tidak pernah ada satu versi asli karena
dari permulaan sudah ada variasi teks.
6) Hubungan
antara tradisi lisan dan tradisi naskah tulisan tangan di Indonesia perlu
diperhatikan, mana yang lebih asli dan otentik karena ada interaksi yang kuat
antara keduanya.
2.4 Rekontruksi Teks
Setelah
tersusun stema, teks direkontruksi secara bertahap sambil melakukan emendasi.
Berdasarkan pengertian bahwa salah satu bacaan salah, maka yang salah ini
dibetulkan menurut bacaan yang benar, yang terdapat dalam naskah-naskah lain.
Apabila terdapat perbedaan bacaan dalam jumlah naskah yang sama sehingga tidak
ada bacaan mayoritas yang dianggap benar, pembetulan dilakukan berdasarkan
pengetahuan dari sumber lain sehingga bacaan yang satu dibetulkan dengan
mengikuti bacaan yang lain.
Bacaan yang
terdapat dalam semua naskah dianggap sebagai bacaan arketip. Akantetapi, bacaan
boleh dibetulkan berdasarkan pengetahuan dari sumber lain supaya mendekati
bacaan asli yang hipotesis. Teks yang sudah sirekontruksi atau dipugar
dipandang paling dekat dengan teks yang ditulis pengarang.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Metode
penelitian filologi meliputi: pencatatan dan pengumpulan naskah, menerapkan
metode-metode kritik teks, menyusun stema, dan selanjutnya direkontruksi sesuai
dengan pengetahuan dari sumber lain supaya mendekati bacaan yang asli.
Dalam
meneliti suatu naskah, maka langkah awal yang perlu dilakukan adalah mencatat
dan menyusun teks yang mempunyai judul atau isi yang sama. Selanjutnya naskah
tersebut diteliti dengan menggunakan metode kritik teks. Metode kritik teks
meliputi: metode intuitif, metode objektif, metode gabungan, metode landasan,
dan metode edisi naskah tunggal.
Kemudian
dari naskah-naskah yang telah diteliti tersebut disusun sebuah stema. Dalam
hubungan kekeluargaan naskah-naskah ada yang berkedudukan sebagai arketip atau
induk dan hiparketip atau subinduk. Setelah itu dari stema tersebut teks
direkontruksi secara bertahap sambil melakukan emendensi hingga dihasilkan teks
baru yang mendekati teks aslinya.
3.2 Saran
Dalam
makalah ini, penulis telah memaparkan beberapa pembahasan mengenai judul tersebut.
Akantetapi penulis menyadari akan banyaknya kekurangan baik dalam penulisan
maupun dalam penyusunan makalah ini. Untuk itu, kritik maupun saran sangat
diharapkan agar makalah ini menjadi lebih baik lagi. Harapan penulis semoga
makalah ini dapat bermanfaat baik bagi pembaca maupun penulis pribadi.
DAFTAR PUSTAKA
Baried,
Siti Baroroh, dkk. 1994. Pengantar Teori Filologi. Yogyakarta: Badan Penelitian
dan Publikasi Fakultas (BPPF) Seksi Filologi, Fakultas Sastra Universitas
Gadjah Mada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar