Sabtu, 17 Desember 2016

SASTRA DAERAH JAMBI 3



TUGAS
MENYELESAIKAN TUGAS DAN LATIHAN IV

Mata Kuliah            : Sastra Daerah Jambi
Dosen Pengampu    : Drs. Maizar Karim, M.Hum

Disusun oleh:
Nama                   : Herti Gustina
NIM                    : A1B112005
Semester/Kelas    : II/A


PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU KEPENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2013



Tugas dan Latihan IV
1.      Kemukakan dan jelaskanlah pendekatan-pendekatan yang telah dilakukan oleh peneliti dalam mengkaji sastra Melayu!
Jawaban:
Pendekatan-pendekatan yang telah dilakukan oleh peneliti dalam mengkaji sastra Melayu yaitu sebagai berikut.
1)      Pendekatan ekstrinsik, yang meliputi:
a.       Pendekatan antropologi-budaya
Pendekatan antropologi-budaya dilakukan oleh Rassers dalam disertasinya De Panji-Roman (1922). Ia mengemukakan bahwa cerita Panji itu mitos bulan dan matahari sebagai gambaran susunan masyarakat Jawa yang terjadi dari dua golongan eksogami. Walupun kedua golongan itu saling bermusuhan, namun karena susunan masyarakatnya, anak laki-laki atau perempuan dari satu golongan tidak boleh mencari pasangan hidupnya dari golongannya sendiri. Kedua golongan itu tukar-menukar pemuda dan gadisnya.
b.      Pendekatan sejarah
Pendekatan ini dilakukan oleh Winstedt dab Wolters. Dalam pendekatan sejarah, teks-teks literer dipakai sebagai sarana untuk studi sejarah.
c.       Studi agama
Penilaian karya sastra yang tidak tepat menyebabkan pembakaran naskah-naskah Hamzah Fansuri dan Syamsuddin al Samatrani yang faham wujudiyahnya ditentang oleh Nuruddin al-Raniri yang berpegang teguh pada fahamtua dengan menganggap karangan Hamzah Fansuri dan Syamsuddin sebagai ajaran kafir belaka. Pertentangan kedua golongan tersebut menjadi bahan studi sarjana-sarjana, diantaranya Voorhoeve dan Naguib.
Voorhoeve mengetengahkan bahwa yang ditetang Nuruddin itu bukan wujudiyah, melainkan mereka yang telah mengubahnya menurut pandangan-pandangan kafir mereka. Sedangkan Naguib membicarakan ide-ide ajaran Hamzah Fansuri yang menurut pendapatnya umumnya diterima atau disajikan secara salah, sekaligus menempatkan Hamzah Fansuri sebagai raja Melayu Klasik pada  tempatnya yang tepat di antara kaum sufi klasik terkemuka dalam tradisi Islam.
2)      Pendekatan intrinsik yang meliputi:
a.       Filologi
Filologi merupakan taraf pendahuluan yang sangat penting bagi ilmu sastra. Ilmu sastra yang bekerja dengan teks-teks itu diturunkan secara tertulis. Teks-teks yang diperbanyak dengan berbagai tujuan dan sampai kepada kita dengan cara disalin-salin itu pada umumnya merupakan bahan kasar yang tidak dapat begitu saja difahami atau dipakai oleh para peneliti sastra. Mengenai hal tersebut, filologi berperan sebagai ilmu bantu terhadap studi sastra.
b.      Sejarah sastra
Winstedt sebagai ahli sejarah memandang sastra Melayu dari sudut sejarah tanah Melayu dan menyusun bukunya tentang sejarah kesusastraan Melayu berdasarkan lapisan-lapisan menurut sejarah dan kebudayaan tanah Melayu ialah sastra Melayu asli, sastra hasil pengaruh India, Jawa dan Islam.
c.       Studi perbandingan
Studi perbandingan didahulukan dari penelitian struktur sinkronis. Diteliti asal-usulnya sebuah karya sastra, terutama dari luar setelah itu perkembangannya.
d.      Ke arah penelitian struktur
Tiap-tiap hasil sastra itu tidak hanya berasal usul, tetapi juga mempunyai sejarah kejadiannya. Artinya, tiap teks direka atau dilahirkan guna memenuhi suatu fungsi. Fungsi ini akan memenuhi strukturnya.

2.      Kenapa Sila-sila Keturunan Raja Jambi dikatakan historiografi tradisional?
Jawaban:
Karena di dalam Sila-sila Keturunan Raja Jambi terdapat peristiwa yang ada dalam catatan sejarah, seperti: hubungan antara Jambi dengan Pagaruyung, adanya pengakuan Jambi terhadap kekuasaan Mataram, dan perpecahan Jambi menjadi dua daerah yang bertikai. Di dalamnya juga terdapat penyebutan nama-nama tempat yang ada dalam pengertian geografis, seperti Turki, Tanjung Jabung, Jambi, Pagaruyung, Jawa dan sebagainya. Di sana juga dijumpai penyebutan nama-nama historis, seperti Sultan Maharaja Batu, Sultan Taha, Mahmud Fakhruddin, dan lain-lain. Semua unsur tersebut merupakan sumber sejarah.

3.      Carilah sebuah judul teks sastra Melayu yang sudah diedisi (disunting) di perpustakaan. Buatlah pengkajian terhadap teks tersebut dalam bentuk makalah!
Jawaban:

MAKALAH
PENGKAJIAN TERHADAP TEKS SASTRA

Mata Kuliah           : Sastra Daerah Jambi
Dosen Pengampu   : Drs. Maizar Karim, M.Hum

Disusun oleh:
Nama                   : Herti Gustina
NIM                    : A1B112005
Semester/Kelas    : II/A


PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU KEPENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2013

 
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT. yang mana kita masih diberikan kesempatan untuk dapat menggali ilmu pengetahuan sebagai bekal dalam menghadapi dunia modern yang terus melaju mengikuti arus perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kemudian ucapan terima kasih penulis haturkan kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini, baik berupa sarana dan prasarana maupun berupa ide-ide atau gagasan-gagasan sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Adapun makalah ini membahas mengenai pengkajian sastra Melayu. Teks sastra Melayu Bukit Sanggar Puyuh mengkaji sastra dengan menggunakan pendekatan sejarah. Dimana di dalamnya terdapat sejarah kebudayaan Melayu. Ini penting untuk kita pelajari agar dapat mengkaji teks sastra Melayu.
Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, apabila ada kesalahan dan kekurangan penulis mohon maaf.  Kritik maupun saran dibuka demi perbaikan makalah ini untuk selanjutnya.
Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.

                                                                                                 Jambi, _ Juni 2013

Penulis

 
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
1.1  Latar Belakang............................................................................................. 1
1.2  Rumusan Masalah........................................................................................ 1
1.3  Tujuan dan Manfaat Penulisan..................................................................... 2
1.4  Tinjauan Pustaka.......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................... 3
2.1  Teks Sastra Melayu “Pendekar Bujang Senaya”.......................................... 3
2.2  Pendekatan yang Digunakan dalam Pengkajian Sastra Melayu.................. 5
2.3  Manuscript Kisah Bukit Sanggar Puyuh...................................................... 6
BAB III PENUTUP........................................................................................... 8
3.1  Kesimpulan.................................................................................................. 8
3.2  Saran............................................................................................................ 8
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 9

 
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Pengkajian terhadap sastra Melayu hingga sekarang dilakukan menurut pendekatan ekstrinsik dan intrinsik. Pendekatan intrinsik tersebut meliputi: pendekatan antropologi-budaya, pendekatan sejarah, dan studi agama. Sedangkan pendekatan intrinsik meliputi: filologi, sejarah sastra, dan studi perbandingan.
Pada cerita Bukit Sanggar Puyuh menggunakan pendekatan sejarah. Dimana dalam cerita tersebut menceritakan asal-usul nama Bukit Sanggar Puyuh. Di dalamnya juga terdapat pengaruh asing ke dalam sastra Melayu, namun tetap menjaga kepribadian dari sastra Melayu itu sendiri.
Pendekatan sejarah ini dikemukakan oleh Windtedt sebagai ahli sejarah yang memandang sastra Melayu dari sudut sejarah Tanah Melayu dan menyusun bukunya tentang sejarah kesustraan Melayu berdasarkan lapisan-lapisan menurut sejarah kebudayaan Tanah Melayu. memang di dalam sastra Melayu tampak adanya unsur sastra asing, tetapi harus diakui bahwa sastra Melayu bukan hanya ramuan pengaruh asing akantetapi unsur kepribadian Melayu tetap merupakan lapisan dasar dan menyeluruh sepanjang teks.

1.2  Rumusan Masalah
Agar tidak terjadi penyimpangan atau kerancuan dalam makalah ini, maka dibuatlah rumusan masalah sebagai batasan-batasan yang akan dibahas. Adapun rumusan masalah pada makalah ini di antaranya sebagai berikut:
1.      Teks sastra Melayu Bukit Sanggar Puyuh;
2.      Pendekatan Sejarah dalam cerita Bukit Sanggar Puyuh; dan
3.      Manuscript kisah Bukit Sanggar Putuh.

1.3  Tujuan dan Manfaat Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini ialah agar baik pembaca maupun penulis dapat mengetahui tentang pengkajian dalam teks sastra Melayu. Sedangkan manfaat dari penulisan makalah ini yaitu agar baik pembaca maupun penulis dapat:
1.      Mengetahui teks sastra Melayu Bukit Sanggar Puyuh;
2.      Memahami pendekatan sejarah dalam mengkaji cerita Bukit Sanggar Puyuh; dan
3.      Memahami manuscript cerita Bukit Sanggar Puyuh.

1.4  Tinjauan Pustaka
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini yaitu dengan telaah pustaka dan pencarian ke media internet materi dan sumber yang dibahas dalam makalah ini.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Teks Sastra Melayu “Bukit Sanggar Puyuh”
Dinamakan Bukit Sanggar Puyuh karen di sekitar kaki bukit itu sebagian orang memikat puyuh. Ceritanya adalah sebagai berikut.
Kerajaan Jambi adalah kerajaan merdeka dan berdaulat, aman dan makmur. Pemukiman penduduk berupa desa-desa dan dusun-dusun kecil di kiri-kanan Sungai Batanghari. Tidak ada rakyat manapun yang merasa dilayani oleh Baginda Raja. Raja Jambi memberikan kebebasan kepada rakyat-rakyatnya, hanya saja hubungan keluar saja yang tidak diperbolehkan. Masa itu kerajaan Jambi memberikan otonom kepada kerajaan kecil itu.
Hubungan Kerajaan Jambi dengan Kerajaan Johor di Semenanjung Malaya amat erat. Hingga akhirnya hubungan kedua kerajaan itu tergenggu. Pasalnya sepele, perbuatan Raja Johor dinilai memalukan Raja Jambi, maka malu dibayar malu. Perkawinan Raja Johor dengan putri Baginda Raja yang tidak dilaksanakan menurut adat Jambi telah merupakan penghinaan. Rakyat pun tak tinggal diam.
“Ya..., Johor menghina Jambi, Johor akan kita ajar walau tidak melalui peperangan karena peperangan hanya akan menyengsarakan rakyat kedua belah pihak”, ujar Baginda Raja dalam suatu rapat.
“lalu..., bagaimana cara kita menembus malu?”, ujar salah seorang rakyat.
“Kita kirim mata-mata. Kita mesti tahu pasti kekuatan lawan dan senjata apa yang mereka gunakan”, jawab Raja.
“Berarti akan kita serang?”
“Tidak, hanya memberikan pelajaran. Saya rasa tugas ini dapat dipercaya kepada Kerajaan Bungin Petar.”
3
Di Kerajaan Bungin Petar terkenal kegagahan dan keberanian panglimanya, yaitu Pasak Melintang Jambi. Nama itu lebih dikenal dengan gelar Panglima Beremban Besi. Raja Bungin Petar menjelaskan kepada panglimanya, seorang hulubalang hebat tentang tugas yang dipercaya Baginda Raja Jambi kepadanya.
Panglima Beremban Besi pun mencari teman yang dapat dipercaya untuk membantunya mengemban tugas tersebut. selama berminggu-minggu ia mencari kesana-kemari. Akhirnya dia bertemu Datuk Suridiraja yang akan membantunya.
Datuk Suridiraja lalu membawa hulubalang tangguh yaitu, Datuk Panglima Anggun yang berasal dari Kerajaan Aurcino dan Datuk Puyug Pekak berasal dari Kerajaan Sengalau.
Mereka kemudian menemui Baginda Raja. Baginda Raja pun menyambut hangat kedatangan keempat hulubalang dan ahli perang dari udik itu. Katanya “Berangkatlah! Usahakan jangan sampai rakyat banyak yang menjadi korban di negeri Johor yang menjadi korban, cukup menghukum rajanya saja.”
Sebelum berangkat, mereka berdiskusi. Dari mata-mata yang dikirm Johor diperdapat penjelasan bahwa bentengnya amat kuat dan dindingnya tinggi. Pintunya tidak mudah dibuka. Untuk menghadapi hal itu mereka sepakat membawa meriam besar. Pelurunya bukan sembarang peluru, tetapi pelurunya Datuk Puyung Pekak karena memang telinganya tuli dan badannya yang kuat kebal. Setelah dirinya sebagai peluru jatuh ke dalam benteng musuh, dia akan membuka pintu benteng agar yang lainnya juga bisa masuk.
Rencana begitu memang mereka wujudkan. Akantetapi usaha untuk bertemu Raja Johor gagal. Sekali lagi meriam yang pelurunya Datuk Puyung Pekak ditembakkan. Sayang, peluru itu tidak menepati janji. Dia berleha-leha dengan gadis-gadis di sana.
Setelah berjam-jam menanti, timbul kekhawatiran ketiga hulubalang tersebut. berkata Datuk Beremban Besi, “Kita hulubalang, bukan? Datuk Puyung Pekak tentu telah ditawan musuh. Karena itu, mari kita sam-sama menerjang benteng itu. Kita tumpahkan segala kekuatan lahir-bathin kita.”
4
Ketiga hulubalang itu serempak menerjang daun pintu benteng. Daun pintu itu lalu terbuka, mereka pun masuk. Betepa terkejut mereka melihat Datuk Puyung Pekak sedang mandi di kolam dan dikelilingi gadis-gadis. Dia hanya tersenyum simpul melihat temannya yang datang. Senyumnya lenyap ketika prajurit-prajurit menyerang ketiga temannya. Mau tidak mau dia pun ikut bertempur.
Pasukan tambahan didatangkan oleh Panglima Johor. Keempat hulubalang pun membumi hanguskan rumah-rumah disekitar benteng. Hanya sebuah rumah kecil di luar benteng yang sedikitpun tidak terjilat api.
“Ada api di dalam rumah itu?” tanya datuk Suridiraja. “kukira ada benda keramat di dalamnya.
Betapa gembiranya mereka karena benda keramat itu bukan sembarang benda. Dia adalah anak perempuan berumur 8 tahun. Cantik sekali, kulitnya kuning langsat, rambutnya ikal mayang, dan ada lesung pipit di pipinya.
“Tugas kita selesai. Gadis ini kita bawa ke Jambi. Akan kita serahkan kepada Raja Jambi”, kata Panglima Anggun Beremban Besi.
Sesampai di Istana Raja Jambi, mereka disambut dengan upacara kebesaran. Tidak kepalang sukacita Baginda Raja atas keberhasilan misi keempat hulubalang pilihan itu. Katanya saat menutup upacara “Gadis Johor ini saya serahkan kepada kalian berempat. Asuh dan didik baik-baik. Anak inilah kelak akan mengeratkan tali persahabatan kita dengan Johor, sehingga tidak lagi timbul dendam kesumat dikemudian hari.”
Si Gadis Cilik, begitu mereka menamakan anak itu dan mereka bawa ke Kerajaan Bungin Petar. Di sana di kaki bukit yang jauh dari pusat kerajaan, gadis itu dibawa melihat orang memikat puyuh. Di sana Si Gadis Cilik memikat puyuh bahkan belajar baca-tulis dan mengaji.
Sekarang bukit itu dinamakan Bukit Sanggar Puyuh. Sebuah bukit yang dongennya sering dituturkan orang.

2.2  Pendekatan Sejarah dalam Cerita Bukit Sanggar Puyuh
5
Pada teks sastra Bukit Sanggar Puyuh menggunakan pendekatan sejarah dalam pengkajian sastranya. Pendekatan sejarah sastra ini dikemukakan oleh Winstedt sebagai ahli sejarah  yang mamandang sastra Melayu dari sudut sejarah Tanah Melayu dan menyusun bukunya tentang sejarah kesustraan Melayu berdasarkan lapisan-lapisan menurut sejarah dan kebudayaan Tanah Melayu, ialah sastra Melayu asli, sastra hasil pengaruh India, Jawa dan Islam. Pada kenyataannya memang dalam sastra Melayu tampak adanya unsur sastra asing, tatapi harus diakui pula bahwa sastra Melayu bukan hanya ramuan asing. Unsur kepribadian Melayu tetap merupakan lapisan dasar dan menyeluruh sepanjang teks.
Pada cerita Bukit Sanggar Puyuh menceritakan sejarah asal-usul nama Bukit Sanggar Puyuh. Di sekitar kaki Bukit  tersebut sebagian orang memikat dan mengadu puyuh. Di cerita tersebut juga menceritakan sejarah kekerabatan antara Kerajaan Melayu di Jambi dan Kerajaan Johor di Malaysia.

2.3 Manuscript Kisah Bukit Sanggar Puyuh
a.      Metode Kajian
Pengkajian pada cerita Bukit Sanggar Puyuh ini menggunakan metode deskriptif-kualitatif. Dimana data-data tentang tema dan fungsi cerita dipaparkan apa adanya. Terhadap data-data itu dilakukan analisis content. Pendekatan yang digunakan dalam kajian ini adalah pendekatan objektif melalui teori struktural. Artinya, data dalam penelitian ini diperoleh dari manuscript Bukit Sanggar Puyuh itu sendiri, tidak melalui studi lapangan yang berupa kuesioner, wawancara, dan lain-lain.

b.      Tema cerita
6
Dalam manuscript Bukit Sanggar Puyuh ini menceritakan hubungan kekerabatan antara Kerajaan Melayu Jambi dan Kerajaan Johor. Kemudian terjadi perselisihan antara kedua kerajaan tersebut. Dalam suatu peperangan oleh empat hulubalang Kerajaan Jambi di Johor, mereka menemukan seorang gadis kecil. Gadis kecil tersebut diber nama Gadis Cilik. Ia dibesarkan oleh keempat hulubalang tersebut di Kerajaan Jambi. Di sana dia dididik dan dia bermain di kaki Bukit Sanggar Puyuh dengan belajar memikat Puyuh di sana.
Masalah yang terjadi dalam cerita tersebut yaitu dimana Kerajaan Jambi dan Kerajaan Johor yang dulunya akrab kemudian berselisih karena suatu sebab. Raja Jambi merasa telah dihina oleh Raja Johor. Kemudian Raja Jambi menghukum Raja Johor dengan membumi hanguskan benteng Kerajaan Johor dan disanalah keempat hulubalang menemukan Si Gadis Cilik.

c.       Fungsi Cerita
Adapun fungsi cerita tersebut yaitu berfungsi untuk mendidik. Ada beberapa unsur yang mengisyaratkan fungsi pendidikan pada kisah Bukit Sanggar Puyuh, antara lain:
-          Jalinlah hubungan yang baik dengan bangsa lain. Seperti dalam cerita di atas, Kerajaan Melayu Jambi berhubungan erat dengan Kerajaan Johor.
-          Jangan melakukan peperangan yang akan menghancur seluruh masyarakat. Seperti yang dilarang Raja melayu Jambi kepadda keempat hulubalangnya untuk tidak melakukan peperangan yang akan mengorbankan rakyat Johor. Dia hanya ingin menghukum Raja Johor saja.
-          Janganlah tergoda kepada keindahan dunia sehingga melupakan suatu janji yang telah diucapkan. Seperti Datuk Puyung Pekak yang diamanahkan untuk membuka pintu benteng Kerajaan Johor. Dia malah melupakan janjinya dan tergoda oleh gadis-gadis Johor.
-          Didiklah anak-anak dengan ilmu yang bermanfaat. Seperti yang diperintahkan Raja Melayu Jambi kepada keempat hulubalang untuk mengajarkan Si Gadis Cilik baca-tulis dan mengaji.

7
 
BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Dalam cerita Bukit Sangkar Puyuh mengkaji teks sastra Melayu dengan menggunakan pendekatan sejarah. dalam cerita ini menceritakan asal usul Bukit Sangkar Puyuh dan juga hubungan kekerabatan Kerajaan Melayu Jambi dan Kerajaan Johor. Dalam cerita ini juga menceritakan kebijaksanaan Raja Jambi dalam mengambil keputusan.
Pendekatan sejarah ini dilakukan dengan mengkaji teks sastra berdasarkan lapisan-lapisan menurut sejarah dan kebudayaan Tanah Melayu. pendekatan ini dikemukan oleh Windsedt sebagai ahli sejarah yang memandang sastra Melayu dari sudut sejarah Tanah Melayu dan menyusun bukunya tentang sejarah kesusastraan Melayu.

3.2  Saran
Pengkajian teks sastra Melayu dapat dilakukan dengan pendekatan intrinsik dan pendekatan ekstrinsik. Cerita Bukit Sangkar Puyuh dapat dikaji dengan menggunakan pendekatan sejarah.  Hal ini patut untuk kita ketahui untuk dapat mengkaji teks sastra Melayu. Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari banyak kekurangan dan kesalahan. Untuk itu kritik maupun saran sangat diharapkan agar makalah ini menjadi lebih baik lagi.

 
DAFTAR PUSTAKA
Mailoeddin, dkk. 1994. Budaya Daerah Jambi. Jambi: PT. Rakyan Putra.
Karim, Mizar. 2005. Pengkajian Sastra Melayu. Jambi: Departemen Pendidikan Nasional Universitas Jambi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar