TUGAS SEJARAH SASTRA
Tugas : Sinopsis novel
Nama :
Herti Gustina
NIM :
A1B112005
Sem/Kelas : 1/A
Prodi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Buatlah
sinopsis novel Belenggu dan novel Di Bawah Lindungan Ka’bah.
BELENGGU
Novel karya Arjmin Pane yang berjudul Belenggu ini merupakan roman klasik
yang menceritakan tentang sebuah cinta segitiga antara 3 orang tokoh yang
bernama Dokter Sukartono, Sumartini, dan Siti Rohayah. Ketiganya berada dalam konflik cinta segitiga yang rumit yang dibumbui
dengan masalah dan rahasia masing-masing yang semakin memperburuk keadaan.
Sukartono
merupakan seorang dokter yang memilki rasa kemanusiaan yang cukup tinggi,
seorang yang dermawan dan suka menolong. Ia sangat mencintai pekerjaannya. Akan
tetapi dia tidak pernah merasakan keharmonisan dalam keluarganya. Dia tidak
merasa cinta pada istrinya justru dia malah merasakan cinta kepada perempuan
lain yang bukan istrinya.
Sumartini
adalah seorang perempuan modern yang memiliki masa lalu yang kelam akibat
pergaulan bebas. Sebelum menikah, Sumartini pernah gagal dalam percintaan
dengan kekasihnya. Kesibukan suaminya dalam menjalankan pekerjaannya sebagai
seorang dokter membuatnya merasa kesepian. Dia harus ditinggal di rumah
sendirian sementara suaminya bekerja mengobati orang yang sakit.
Rohayah juga
merupakan perempuan yang memiliki masa lalu kelam akibat perceraian. Akan
tetapi Ia tak seberuntung Sumartini yang dapat menikmati ekonomi dan status
sosial yang baik. Dia harus menjadi perempuan malam dan melakukan kerja
sampingan sebagai penyanyi keroncong dengan nama Siti Hayati.
Kehidupan rumah
tangga Sukartono dan Sumartini tidak berjalan harmonis dan sering sekali
terjadi pertengkaran di antara mereka. Pernikahan mereka tidak mendapat
kebahagian karena tidak didasarkan cinta antara satu sama lain. Sukartono
menikahi Sumartini karena dia beranggapan bahwa orang yang berpendidikan, cantik,
berenergik dan berkarakter seperti Sukartinilah yang pantas mendampinginya.
Begitu juga pun Sumartini beranggapan dia lebih pantas menikahi seorang dokter
seperti Sukartono.
Setiap harinya
keduanya menyibukkan diri mereka dengan kegiatannya masing-masing. Tini yang
sibuk mengikuti organisasi kewanitaan dan Tono yang sibuk dengan profesinya
sebagai seorang dokter. Tono sangat mencintai pekerjaannya sebagai seorang
dokter hingga tidak mengingat waktu. Dia sangat disukai oleh pasien-pasiennya
karena kedermawanannya. Akibat dari kesibukannya tersebut Tono bahkan lupa
dengan istrinya dan tidak pernah memperhatikan Tini. Hal itu sering sekali
memicu pertengkaran mereka. Tini merasa dikucilkan oleh suaminya sendiri dan
merasa tidak betah dengan kesendiriannya walaupun dia mempunyai suami.
Suatu hari,
Tono mendapat telepon dari pasiennya Ny. Eni. Setelah lama berbincang-bincang,
terungkaplah bahwa ternyata Ny. Eni adalah seorang teman lama Tono di Bandung
yaitu nama aslinya Rohayah. Rohayah sering menelpon Tono dan menggodanya,
akantetapi Tono tetap menajaga sumpahnya sebagai seorang dokter. Rohayah tetap
tidak menyerah. Ia sering menemui Tono dangan dalih dia sedang sakit dan minta
untuk dirawat. Oleh karena sering bertemu, Tono akhirnya tidak bisa menahan
rasa cintanya terhadap Rohayah. Hubungan mereka semakin hari kian mesra. Tono
pun sering mengajak Rohayah ke Tanjung Priok Psiar. Dan akhirnya kedekatan Tono
dan Rohayah pun diketahui oleh ibu-ibu teman Tini yang menyebabkan rumah tangga
mereka semakin berantakan.
Suatu hari Rohayah
menelpon Tono dan menyuruhnya datang ke hotel tempatnya tinggal dengan alasan bahwa
dia sedang sakit dan minta dirawat. Rohayah
yang berpura-pura dengan berbagai cara menggoda Tono hingga akhirnya
Tono pun jatuh cinta padanya.
Suatu ketika
saat Tini mengikuti kongres wanita seumurnya di Solo. Tono tak bisa lagi menahan
gejolak cintanya pada Rohayah hingga ia akhirnya memutuskan untuk tinggal di
rumah Rohayah selama seminggu. Di rumah Rohayah mereka mengulang kembali cerita
masa lalu mereka saat masih di Bandung. Setelah lulus, Tono melanjutkan
sekolahnya di HBS Surabaya, sedangkan Rohayah yang berbeda 3 tahun di sekolah
tersebut kembali ke kota asalnya di Palembang untuk dinikahkan oleh kedua orang
tuanya. Rohayah tidak setuju dengan perjodohan orang tuanya. Ia kemudian
melarikan diri ke Jakarta dan menjadi wanita malam. Lalu dia dijadikan seorang
Nyai oleh lelaki Belanda di Sukarasa selama 3 tahun dan kemudian Ia pun
meninggalkan suaminya lagi. Ketika mendengar Tono menjadi seorang dokter di
Jakarta ia berusaha untuk bisa menemui Tono.
Bagi Tono Rohayah
hanyalah tempat pelarian, tempat dia bisa menghilangkan pikiran-pikiran
kusutnya dan menghidupkan kembali kenangan lama yang pernah mati. Rohayah
berbeda sekali dengan Tini, istrinya. Tono merasa dia tidak bisa lepas lagi
dari Rohayah.
Suatu Ketika Tono menjadi juri perlombaan
keroncong di Pasar Gambir. Hartono dan Mardani teman Tono semasa sekolah di
kota Malang berkunjung ke rumah Tono. Hartono menanyakan istri Tono, dan Tono
hanya menjawab bahwa istrinya sedang ke Solo. Ternyata Tini pernah bersahabat
dengan Hartono sewaktu di Bandung saat bersekolah di Technische Hoogereschool.
Tidak sengaja Tini bertemu dengan Hartono saat Hartono menunggu Tono pulang.
Saat itu terungkaplah cerita pada masa silam di Bandung. Ternyata Hartono
adalah bekas kekasih Tini dan Tini pun pernah ternodai olehnya. Itulah sebabnya
Tini mau menerima Tono menjadi suaminya. Di samping itu, sikap Hartono yang
pengecut meninggalkannya membuat Tini sangat marah padanya. Ia mengirimkan
surat perpisahan kepada Tini dan mengatakan bahwa sesampainya surat tersebut ia
telah tiada. Ia masih berada di organisasi Pertindo saat pertama kali mereka
berkenalan. Hanya saja dia mengganti namanya menjadi Abdul Hamid. Pada
pertemuan tersebut Hartono masih sangat mengharapkan Tini, tetapi Tini telah
tersinggung dengan sikap Tono dan meminta supaya mereka hidup sendiri-sendiri.
Di lain pihak
Tono merasa tertipu dengan Rohayah yang selalu bersikap manis dengannya. Siti
Hayati yang merupakan penyanyi idolanya ternyata adalah Rohayah. Tono amat
tidak senang dengan sikap Rohayah yang suka berpura-pura. Ia beranggapan
Rohayah akan selalu bersikap manis dan merayu setiap laki-laki. Rohayah yang
terkejut dan merasa tidak dipercaya mengatakan bahwa dia sangat mencintai Tono
dan dia takut hubungan mereka tidak bisa langgeng. Dia merasa tidak pantas
disandingkan dengan orang seperti Tono.
Sebenarnya Tono
telah tahu bahwa sebelum menikah Tini telah ternoda. Akan tetapi dia tidak tau
siapa orang yang telah menodai istrinya tersebut. Dia juga tau bahwa Tini
menerimanya sebagai suami bukan didasarkan cinta. Dan dia mau menikahi Tini pun
karena kekagumannya terhadap kecantikan Tini. Pikiran-pikiran tersebut lah yang
menyebabkan Tono mau menerima dan memaklumi keadaan Rohayah.
Paman Tini
kemudian mendatangi Tini dan Tono untuk mendamaikan pertengkaran mereka. Namun usaha
tersebut sia-sia. Mereka tidak dapat rukun kembali. Tini yang telah mengetahui
hubungan gelap suaminya hendak menemui Rohayah dan ingin sekali mendampratnya.
Tini pun menemui Rohayah di sebuah hotel. Tini yang mulanya ingin memaki-maki
perempuan yang telah menggoda suaminya itu kemudian luluh saat melihat Rohayah
yang lemah lembut dan penuh perhatian. Tini merasa malu karena Rohayah lebih
tau masa lalu Tini yang kelam. Tini sadar bahwa dia bukanlah istri yang baik.
Dia menyesal karena tidak pernah memberikan perhatian dan kasih sayang yang
tulus kepada suaminya.
Peristiwa di
hotel tersebut menyadarkan Tini. Karena
menyadari dia bukanlah istri yang baik, Tini akhirnya memutuskan untuk
bercerai. Mendengar keputusan tersebut membuat Tono sangat bersedih dan tidak
ingin bercerai dengan Tini. Akantetapi tekad Tini telah bulat. Mereka pun
bercerai. Kesedihan Tono bertambah lagi saat mengetahui bahwa Rohayah juga
telah meninggalkannya. Rohayah hanya meninggalkan secarik surat dan lagu-lagu cinta
Siti Hayati yang tak lain adalah dirinya sendiri. Ia mengatakan bahwa dia
sangat mencintai Tono, tetapi dia tidak ingin merusak rumah tangganya. Rohayati
kemudian meninggalkan tanah air dan pergi New Celondia. Sedangkan Tini telah
memutuskan untuk mengabdi di sebuah panti asuhan yatim piatu di Surabaya.
***
DI BAWAH LINDUNGAN KA’BAH
Novel klasik
karya Buya Hamka yang berjudul Di Bawah Lindungan Ka’abah ini mengisahkan tentang kisah cinta Hamid dan
Zainab yang terpendam yang mereka bawa sampai ke liang lahat.
Hamid adalah
seorang yang sejak umur empat tahun telah menjadi yatim. Dia tinggal bersama
ibunya di sebuah rumah kecil di kota Padang. Dahulu ayahnya adalah seorang yang
kaya raya, tetapi setelah perniagaannya bangkrut, hidupnya menjadi melarat.
Sanak saudara dan sahabat yang dahulunya banyak tidak mau lagi menemui mereka.
Karena tidak terpandang lagi oleh orang di sekitar, merekapun pindah di kota
Padang. Ayahnya kemudian membangun sebuah rumah kecil. Disanalah tempat mereka
tinggal dan disana jugalah ayahnya meninggal.
Saat Hamid
berumur enam tahun, Ia mulai membantu ibunya. Ia meminta ibunya untuk
membuatkan kue-kue untuk dijajakan.
Tak lama
kemudian terdapat tetangga baru di dekat rumah Hamid. Seorang kaya raya bernama
Haji Jakfar bersama istrinya Mak Aisiah dan anak perempuannya Zainab. Rumah
besar yang berpekarangan luas yang telah lama ditinggalkan oleh pemiliknya
yaitu seorang Belanda yang telah kembali ke negerinya, hanya tinggal penjaga
rumah yang telah tua bernama Pak Paiman yang menempati rumah itu kini telah di
beli oleh seorang kaya raya.
Mak Aisah
sering memanggil Hamid untuk membeli kue-kue yang dijual oleh Hamid. Dia
kemudian menanyakan kepada Hamid dimana rumahnya dan siapa orang tuanya. Dan
Hamid pun menceritakan keadaan hidupnya. Kemudian Mak Aisah meminta Hamid agar
bisa dipertemukan dengan Ibu Hamid. Hamid kemudian mempertemukan Ibunya dengan
Mak Aisah. Sejak saat itulah kehidupan dua keluarga tersebut pun menjadi akrab.
Dan Mak Aisah pun telah menganggap Hamid dan Ibunya sebagai keluarganya.
Haji Jakfar
kemudian menyekolahkan Hamid bersama anaknya Zainab yang usianya lebih muda
dari Hamid di sekolah rendah yang sama. Pergaulan mereka layaknya kakak
beradik. Mereka sering pergi dan pulang sekolah bersama dan juga bermain
bersama. Hingga tamat SD, Hamid dan Aisah pun kemudian sama-sama dilanjutkan
sekolahnya di Mulo oleh Haji Jakfar.
Saat beranjak
remaja, rasa cinta pun mulai tumbuh di antara masing-masing mereka. Hamid
merasa rasa kasih sayangnya terhadap Zainab telah melebihi rasa sayang terhadap
adik seperti yang selama ini dirasakannya. Zainab pun juga merasakan hal yang
sama. Akantetapi cinta mereka terpendam. Hamid tidak pernah mengutarakan
perasaannya kepada Zainab karena menyadari adanya jurang pemisah anatara mereka
berdua. Zainab merupakan anak orang kaya yang terpandang, sedangkan Hamid
hanyalah anak yatim yang miskin.
Jurang pemisah
itu semakin dirasakan oleh Hamid setelah meninggal ayah angkatnya, Haji Jakfar.
Sejak saat itu ia jarang menemui Zainab karena merasa tidak bebas untuk
menemuinya sepeninggalan Haji Jakfar. Haji Jakfar yang merupakan penolong
hidupnya kini telah tiada dan menambah pilu dihatinya. Hal yang lebih menyayat
hatinya kemudian adalah meninggalnya ibu kandung Hamid tak lama setelah itu.
Dua peristiwa tersebut sangat melumpuhkan hati Hamid. Jadilah dia yatim piatu
yang miskin.
Setamatnya dari
Mulo barulah mereka terpisah. Hamid yang masih dibiayai sekolahnya oleh Haji
Jakfar kemudian dilanjutkan sekolahnya di sekolah agama Padang Panjang,
sedangkan Zainab dipingit oleh pamannya. Di sekolah tersebut Hamid barulah
menemukan seorang teman laki-laki bernama Saleh.
Suatu petang,
saat Hamid sedang berjalan-jalan di Pesisir, Ia bertemu Mak Aisah yang baru
saja pulang dari berziarah di makam suaminya. Ia ke sana dengan menaiki perahu
sewaan bersama dua perempuan tua lainnya. Mak Aisah kemudian meminta Hamid agar
bisa ke rumahnya esok hari. Keesokan harinya sesampainya di rumah, Mak Aisah
meminta tolong kepada Hamid agar dapat membujuk Zainab supaya mau dinikahkan dengan
keponakan Haji Jakfar yang masih bersekolah di Jawa. Zainab menolak perjodohan
itu dengan alasan Dia belum mau menikah. Ssebenarnya alasan penolakan Zainab
tersebut dikarenakan ia telah jatuh cinta kepada Hamid. Hamid pun juga
demikian, akantetapi dia tidak pernah berterus terang terhadap perasaannya itu.
Sebenarnya suruhan
Mak Aisah sangat bertentangan dengan isi hatinya, tetapi dengan berat hati dia
tetap melaksanakan permintaan tersebut karena merasa hutang budi padanya. Sejak
saat itulah ia pulang ke rumah dan tidak pernah lagi ke rumah Mak Aisah. Karena
merasa terpukul, dia kemudian meninggalkan kota Padang menuju ke Medan. Di
Medan ia mengirimkan secarik surat kepada Zainab yang berisi curahan hatinya
dan memohon izin untuk mengikuti kemana arah kakinya melangkah. Membaca surat
itu Zainab merasa sangat sedih. Surat tersebut dijadikannya sebagai teman dalam
kesepiannya. Beranjak dari Medan Hamid melanjutkan perjalannya ke Singapura
hingga ke tanah suci Mekah.
Semenjak ditinggal
Hamid Zainab selalu merasa sedih, menahan rindu hingga ia sering sakit-sakitan.
Semangat hidupnya menjadi berkurang. Begitu juga pun Hamid, ia selalu merasa
gelisah teringat akan Zainab dan selalu merindukannya. Dan untuk meredam rasa
rindunya itu, ia menyibukkan diri dengan bekerja di sebuah penginapan milik
seorang Seykh sambil memperdalam ilmu agamanya.
Sementara itu
di Mekah saat musim haji tiba di antara tamu-tamu di penginapan tempat ia
bekerja, ia bertemu dengan Saleh, teman lamanya. Ia banyak bercerita-cerita
dengan saleh, menanyakan keadaan kampungnya dan keadaan Zainab. Hamid juga menceritakan
perasaannya terhadap Zainab kepada Saleh. Selain teman dekat Saleh ternyata adalah
suami Rosna teman dekat Zainab. Saleh kemudian menceritakan bahwa Zainab juga
mempunyai perasaan yang sama dengan Hamid. Zainab merasa terpukul dengan
kepergian Hamid. Berselang seminggu setelah Hamid mengirimkan surat, Zainab pun
kemudian mengirimkan surat balasan. Akantetapi surat tersebut tidak pernah
sampai pada Hamid dikarenakan saat itu Hamid sedang sakit dan temannya tidak
tega untuk memperlihatkan surat tersebut kepada Hamid. Zainab yang tak kuasa
menahan perasaan kemudian sakit-sakitan hingga ia menghembuskan nafas terakhir
berselang surat balasan tersebut dikirim.
Mendengar
berita kematian Zainab, Hamid yang sangat mencintai Zainab merasa sangat sedih.
Ia selalu memikirkan Zainab hingga ia jatuh sakit. Saat Hamid melakukan tawaf,
mencium hajar aswad dan berdoa dia pun akhirnya menghembuskan nafas terakhir dan
dia meninggal di bawah lindungan Ka’bah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar