Rabu, 14 Desember 2016

SINOPSIS NOVEL BELENGGU DAN DI BAWAH LINDUNGAN KA'BAH



TUGAS SEJARAH SASTRA
Tugas              : Sinopsis novel
Nama              : Herti Gustina
NIM                : A1B112005
Sem/Kelas      : 1/A                                   
Prodi               : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Buatlah sinopsis novel Belenggu dan novel Di Bawah Lindungan Ka’bah.
BELENGGU
Novel karya Arjmin Pane yang berjudul Belenggu ini merupakan roman klasik yang menceritakan tentang sebuah cinta segitiga antara 3 orang tokoh yang bernama Dokter Sukartono, Sumartini, dan Siti Rohayah. Ketiganya berada dalam konflik cinta segitiga yang rumit yang dibumbui dengan masalah dan rahasia masing-masing yang semakin memperburuk keadaan.
Sukartono merupakan seorang dokter yang memilki rasa kemanusiaan yang cukup tinggi, seorang yang dermawan dan suka menolong. Ia sangat mencintai pekerjaannya. Akan tetapi dia tidak pernah merasakan keharmonisan dalam keluarganya. Dia tidak merasa cinta pada istrinya justru dia malah merasakan cinta kepada perempuan lain yang bukan istrinya.
Sumartini adalah seorang perempuan modern yang memiliki masa lalu yang kelam akibat pergaulan bebas. Sebelum menikah, Sumartini pernah gagal dalam percintaan dengan kekasihnya. Kesibukan suaminya dalam menjalankan pekerjaannya sebagai seorang dokter membuatnya merasa kesepian. Dia harus ditinggal di rumah sendirian sementara suaminya bekerja mengobati orang yang sakit.
Rohayah juga merupakan perempuan yang memiliki masa lalu kelam akibat perceraian. Akan tetapi Ia tak seberuntung Sumartini yang dapat menikmati ekonomi dan status sosial yang baik. Dia harus menjadi perempuan malam dan melakukan kerja sampingan sebagai penyanyi keroncong dengan nama Siti Hayati.
Kehidupan rumah tangga Sukartono dan Sumartini tidak berjalan harmonis dan sering sekali terjadi pertengkaran di antara mereka. Pernikahan mereka tidak mendapat kebahagian karena tidak didasarkan cinta antara satu sama lain. Sukartono menikahi Sumartini karena dia beranggapan bahwa orang yang berpendidikan, cantik, berenergik dan berkarakter seperti Sukartinilah yang pantas mendampinginya. Begitu juga pun Sumartini beranggapan dia lebih pantas menikahi seorang dokter seperti Sukartono.
Setiap harinya keduanya menyibukkan diri mereka dengan kegiatannya masing-masing. Tini yang sibuk mengikuti organisasi kewanitaan dan Tono yang sibuk dengan profesinya sebagai seorang dokter. Tono sangat mencintai pekerjaannya sebagai seorang dokter hingga tidak mengingat waktu. Dia sangat disukai oleh pasien-pasiennya karena kedermawanannya. Akibat dari kesibukannya tersebut Tono bahkan lupa dengan istrinya dan tidak pernah memperhatikan Tini. Hal itu sering sekali memicu pertengkaran mereka. Tini merasa dikucilkan oleh suaminya sendiri dan merasa tidak betah dengan kesendiriannya walaupun dia mempunyai suami.
Suatu hari, Tono mendapat telepon dari pasiennya Ny. Eni. Setelah lama berbincang-bincang, terungkaplah bahwa ternyata Ny. Eni adalah seorang teman lama Tono di Bandung yaitu nama aslinya Rohayah. Rohayah sering menelpon Tono dan menggodanya, akantetapi Tono tetap menajaga sumpahnya sebagai seorang dokter. Rohayah tetap tidak menyerah. Ia sering menemui Tono dangan dalih dia sedang sakit dan minta untuk dirawat. Oleh karena sering bertemu, Tono akhirnya tidak bisa menahan rasa cintanya terhadap Rohayah. Hubungan mereka semakin hari kian mesra. Tono pun sering mengajak Rohayah ke Tanjung Priok Psiar. Dan akhirnya kedekatan Tono dan Rohayah pun diketahui oleh ibu-ibu teman Tini yang menyebabkan rumah tangga mereka semakin berantakan.
Suatu hari Rohayah menelpon Tono dan menyuruhnya datang ke hotel tempatnya tinggal dengan alasan bahwa dia sedang sakit dan minta dirawat. Rohayah  yang berpura-pura dengan berbagai cara menggoda Tono hingga akhirnya Tono pun jatuh cinta padanya.
Suatu ketika saat Tini mengikuti kongres wanita seumurnya di Solo. Tono tak bisa lagi menahan gejolak cintanya pada Rohayah hingga ia akhirnya memutuskan untuk tinggal di rumah Rohayah selama seminggu. Di rumah Rohayah mereka mengulang kembali cerita masa lalu mereka saat masih di Bandung. Setelah lulus, Tono melanjutkan sekolahnya di HBS Surabaya, sedangkan Rohayah yang berbeda 3 tahun di sekolah tersebut kembali ke kota asalnya di Palembang untuk dinikahkan oleh kedua orang tuanya. Rohayah tidak setuju dengan perjodohan orang tuanya. Ia kemudian melarikan diri ke Jakarta dan menjadi wanita malam. Lalu dia dijadikan seorang Nyai oleh lelaki Belanda di Sukarasa selama 3 tahun dan kemudian Ia pun meninggalkan suaminya lagi. Ketika mendengar Tono menjadi seorang dokter di Jakarta ia berusaha untuk bisa menemui Tono.
Bagi Tono Rohayah hanyalah tempat pelarian, tempat dia bisa menghilangkan pikiran-pikiran kusutnya dan menghidupkan kembali kenangan lama yang pernah mati. Rohayah berbeda sekali dengan Tini, istrinya. Tono merasa dia tidak bisa lepas lagi dari Rohayah.
 Suatu Ketika Tono menjadi juri perlombaan keroncong di Pasar Gambir. Hartono dan Mardani teman Tono semasa sekolah di kota Malang berkunjung ke rumah Tono. Hartono menanyakan istri Tono, dan Tono hanya menjawab bahwa istrinya sedang ke Solo. Ternyata Tini pernah bersahabat dengan Hartono sewaktu di Bandung saat bersekolah di Technische Hoogereschool. Tidak sengaja Tini bertemu dengan Hartono saat Hartono menunggu Tono pulang. Saat itu terungkaplah cerita pada masa silam di Bandung. Ternyata Hartono adalah bekas kekasih Tini dan Tini pun pernah ternodai olehnya. Itulah sebabnya Tini mau menerima Tono menjadi suaminya. Di samping itu, sikap Hartono yang pengecut meninggalkannya membuat Tini sangat marah padanya. Ia mengirimkan surat perpisahan kepada Tini dan mengatakan bahwa sesampainya surat tersebut ia telah tiada. Ia masih berada di organisasi Pertindo saat pertama kali mereka berkenalan. Hanya saja dia mengganti namanya menjadi Abdul Hamid. Pada pertemuan tersebut Hartono masih sangat mengharapkan Tini, tetapi Tini telah tersinggung dengan sikap Tono dan meminta supaya mereka hidup sendiri-sendiri.
Di lain pihak Tono merasa tertipu dengan Rohayah yang selalu bersikap manis dengannya. Siti Hayati yang merupakan penyanyi idolanya ternyata adalah Rohayah. Tono amat tidak senang dengan sikap Rohayah yang suka berpura-pura. Ia beranggapan Rohayah akan selalu bersikap manis dan merayu setiap laki-laki. Rohayah yang terkejut dan merasa tidak dipercaya mengatakan bahwa dia sangat mencintai Tono dan dia takut hubungan mereka tidak bisa langgeng. Dia merasa tidak pantas disandingkan dengan orang seperti Tono.
Sebenarnya Tono telah tahu bahwa sebelum menikah Tini telah ternoda. Akan tetapi dia tidak tau siapa orang yang telah menodai istrinya tersebut. Dia juga tau bahwa Tini menerimanya sebagai suami bukan didasarkan cinta. Dan dia mau menikahi Tini pun karena kekagumannya terhadap kecantikan Tini. Pikiran-pikiran tersebut lah yang menyebabkan Tono mau menerima dan memaklumi keadaan Rohayah.
Paman Tini kemudian mendatangi Tini dan Tono untuk mendamaikan pertengkaran mereka. Namun usaha tersebut sia-sia. Mereka tidak dapat rukun kembali. Tini yang telah mengetahui hubungan gelap suaminya hendak menemui Rohayah dan ingin sekali mendampratnya. Tini pun menemui Rohayah di sebuah hotel. Tini yang mulanya ingin memaki-maki perempuan yang telah menggoda suaminya itu kemudian luluh saat melihat Rohayah yang lemah lembut dan penuh perhatian. Tini merasa malu karena Rohayah lebih tau masa lalu Tini yang kelam. Tini sadar bahwa dia bukanlah istri yang baik. Dia menyesal karena tidak pernah memberikan perhatian dan kasih sayang yang tulus kepada suaminya.
Peristiwa di hotel tersebut menyadarkan Tini. Karena  menyadari dia bukanlah istri yang baik, Tini akhirnya memutuskan untuk bercerai. Mendengar keputusan tersebut membuat Tono sangat bersedih dan tidak ingin bercerai dengan Tini. Akantetapi tekad Tini telah bulat. Mereka pun bercerai. Kesedihan Tono bertambah lagi saat mengetahui bahwa Rohayah juga telah meninggalkannya. Rohayah hanya meninggalkan secarik surat dan lagu-lagu cinta Siti Hayati yang tak lain adalah dirinya sendiri. Ia mengatakan bahwa dia sangat mencintai Tono, tetapi dia tidak ingin merusak rumah tangganya. Rohayati kemudian meninggalkan tanah air dan pergi New Celondia. Sedangkan Tini telah memutuskan untuk mengabdi di sebuah panti asuhan yatim piatu di Surabaya.
***

DI BAWAH LINDUNGAN KA’BAH
Novel klasik karya Buya Hamka yang berjudul Di Bawah Lindungan Ka’abah  ini mengisahkan tentang kisah cinta Hamid dan Zainab yang terpendam yang mereka bawa sampai ke liang lahat.
Hamid adalah seorang yang sejak umur empat tahun telah menjadi yatim. Dia tinggal bersama ibunya di sebuah rumah kecil di kota Padang. Dahulu ayahnya adalah seorang yang kaya raya, tetapi setelah perniagaannya bangkrut, hidupnya menjadi melarat. Sanak saudara dan sahabat yang dahulunya banyak tidak mau lagi menemui mereka. Karena tidak terpandang lagi oleh orang di sekitar, merekapun pindah di kota Padang. Ayahnya kemudian membangun sebuah rumah kecil. Disanalah tempat mereka tinggal dan disana jugalah ayahnya meninggal.
Saat Hamid berumur enam tahun, Ia mulai membantu ibunya. Ia meminta ibunya untuk membuatkan kue-kue untuk dijajakan.
Tak lama kemudian terdapat tetangga baru di dekat rumah Hamid. Seorang kaya raya bernama Haji Jakfar bersama istrinya Mak Aisiah dan anak perempuannya Zainab. Rumah besar yang berpekarangan luas yang telah lama ditinggalkan oleh pemiliknya yaitu seorang Belanda yang telah kembali ke negerinya, hanya tinggal penjaga rumah yang telah tua bernama Pak Paiman yang menempati rumah itu kini telah di beli oleh seorang kaya raya.
Mak Aisah sering memanggil Hamid untuk membeli kue-kue yang dijual oleh Hamid. Dia kemudian menanyakan kepada Hamid dimana rumahnya dan siapa orang tuanya. Dan Hamid pun menceritakan keadaan hidupnya. Kemudian Mak Aisah meminta Hamid agar bisa dipertemukan dengan Ibu Hamid. Hamid kemudian mempertemukan Ibunya dengan Mak Aisah. Sejak saat itulah kehidupan dua keluarga tersebut pun menjadi akrab. Dan Mak Aisah pun telah menganggap Hamid dan Ibunya sebagai keluarganya.
Haji Jakfar kemudian menyekolahkan Hamid bersama anaknya Zainab yang usianya lebih muda dari Hamid di sekolah rendah yang sama. Pergaulan mereka layaknya kakak beradik. Mereka sering pergi dan pulang sekolah bersama dan juga bermain bersama. Hingga tamat SD, Hamid dan Aisah pun kemudian sama-sama dilanjutkan sekolahnya di Mulo oleh Haji Jakfar.
Saat beranjak remaja, rasa cinta pun mulai tumbuh di antara masing-masing mereka. Hamid merasa rasa kasih sayangnya terhadap Zainab telah melebihi rasa sayang terhadap adik seperti yang selama ini dirasakannya. Zainab pun juga merasakan hal yang sama. Akantetapi cinta mereka terpendam. Hamid tidak pernah mengutarakan perasaannya kepada Zainab karena menyadari adanya jurang pemisah anatara mereka berdua. Zainab merupakan anak orang kaya yang terpandang, sedangkan Hamid hanyalah anak yatim yang miskin.
Jurang pemisah itu semakin dirasakan oleh Hamid setelah meninggal ayah angkatnya, Haji Jakfar. Sejak saat itu ia jarang menemui Zainab karena merasa tidak bebas untuk menemuinya sepeninggalan Haji Jakfar. Haji Jakfar yang merupakan penolong hidupnya kini telah tiada dan menambah pilu dihatinya. Hal yang lebih menyayat hatinya kemudian adalah meninggalnya ibu kandung Hamid tak lama setelah itu. Dua peristiwa tersebut sangat melumpuhkan hati Hamid. Jadilah dia yatim piatu yang miskin.
Setamatnya dari Mulo barulah mereka terpisah. Hamid yang masih dibiayai sekolahnya oleh Haji Jakfar kemudian dilanjutkan sekolahnya di sekolah agama Padang Panjang, sedangkan Zainab dipingit oleh pamannya. Di sekolah tersebut Hamid barulah menemukan seorang teman laki-laki bernama Saleh.
Suatu petang, saat Hamid sedang berjalan-jalan di Pesisir, Ia bertemu Mak Aisah yang baru saja pulang dari berziarah di makam suaminya. Ia ke sana dengan menaiki perahu sewaan bersama dua perempuan tua lainnya. Mak Aisah kemudian meminta Hamid agar bisa ke rumahnya esok hari. Keesokan harinya sesampainya di rumah, Mak Aisah meminta tolong kepada Hamid agar dapat  membujuk Zainab supaya mau dinikahkan dengan keponakan Haji Jakfar yang masih bersekolah di Jawa. Zainab menolak perjodohan itu dengan alasan Dia belum mau menikah. Ssebenarnya alasan penolakan Zainab tersebut dikarenakan ia telah jatuh cinta kepada Hamid. Hamid pun juga demikian, akantetapi dia tidak pernah berterus terang terhadap perasaannya itu.
Sebenarnya suruhan Mak Aisah sangat bertentangan dengan isi hatinya, tetapi dengan berat hati dia tetap melaksanakan permintaan tersebut karena merasa hutang budi padanya. Sejak saat itulah ia pulang ke rumah dan tidak pernah lagi ke rumah Mak Aisah. Karena merasa terpukul, dia kemudian meninggalkan kota Padang menuju ke Medan. Di Medan ia mengirimkan secarik surat kepada Zainab yang berisi curahan hatinya dan memohon izin untuk mengikuti kemana arah kakinya melangkah. Membaca surat itu Zainab merasa sangat sedih. Surat tersebut dijadikannya sebagai teman dalam kesepiannya. Beranjak dari Medan Hamid melanjutkan perjalannya ke Singapura hingga ke tanah suci Mekah.
Semenjak ditinggal Hamid Zainab selalu merasa sedih, menahan rindu hingga ia sering sakit-sakitan. Semangat hidupnya menjadi berkurang. Begitu juga pun Hamid, ia selalu merasa gelisah teringat akan Zainab dan selalu merindukannya. Dan untuk meredam rasa rindunya itu, ia menyibukkan diri dengan bekerja di sebuah penginapan milik seorang Seykh sambil memperdalam ilmu agamanya.
Sementara itu di Mekah saat musim haji tiba di antara tamu-tamu di penginapan tempat ia bekerja, ia bertemu dengan Saleh, teman lamanya. Ia banyak bercerita-cerita dengan saleh, menanyakan keadaan kampungnya dan keadaan Zainab. Hamid juga menceritakan perasaannya terhadap Zainab kepada Saleh. Selain teman dekat Saleh ternyata adalah suami Rosna teman dekat Zainab. Saleh kemudian menceritakan bahwa Zainab juga mempunyai perasaan yang sama dengan Hamid. Zainab merasa terpukul dengan kepergian Hamid. Berselang seminggu setelah Hamid mengirimkan surat, Zainab pun kemudian mengirimkan surat balasan. Akantetapi surat tersebut tidak pernah sampai pada Hamid dikarenakan saat itu Hamid sedang sakit dan temannya tidak tega untuk memperlihatkan surat tersebut kepada Hamid. Zainab yang tak kuasa menahan perasaan kemudian sakit-sakitan hingga ia menghembuskan nafas terakhir berselang surat balasan tersebut dikirim.
Mendengar berita kematian Zainab, Hamid yang sangat mencintai Zainab merasa sangat sedih. Ia selalu memikirkan Zainab hingga ia jatuh sakit. Saat Hamid melakukan tawaf, mencium hajar aswad dan berdoa dia pun akhirnya menghembuskan nafas terakhir dan dia meninggal di bawah lindungan Ka’bah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar